32. Kesalahan Yang Sama

5.2K 770 88
                                    

Sial sial sial.

Berulang kali Seulna mengumpat dalam hati. Hari sudah sore. Dan sudah waktunya Seulna harus pulang. Badannya juga terasa pegal sekali. Tapi, apa sih sebenarnya mau Jimin. Pria itu tak kunjung bergerak dari posisinya.

Pria itu masih disana. Menatap tempat dirinya berada dari bawah. Jimin tidak melakukan apa-apa. Hanya berdiri dan memandangnya. Ia juga tak menhampiri Seulna atau meminta maaf atau apalah.

Seulna mengepalkan kedua tangannya. Ia harus pulang. Ya, tidak usah pedulikan pria brengsek itu. Seulna memejamkan matanya sejenak sebelum akhirnya berjalan menuruni anak tangga.

Seulna terus menatap Jimin seiring dengan langkah kakinya yang terus melangkah menuju gerbang. Jimin tidak bergerak. Ia juga menatap Seulna. Pandangan mereka saling bertemu hingga akhirnya saat Seulna melewati Jimin, Seulna mengalihkan pandangannya.

Dan dari lubuk hati Seulna yang paling dalam..

..Seulna berharap Jimin menahannya atau menyapanya.

Namun, harapan itu tak terjadi.







🐤🐤🐤








Ini sudah hari ketujuh semenjak Jimin datang ke sekolah Seulna hanya untuk berdiri memandangnya. Dan selama seminggu penuh ini, Jimin selalu datang mengunjungi sekolahnya. Tidak ada perubahan. Pria itu tetap saja bersandar di mobilnya dan memandang Seulna sampai akhirnya Seulna pulang.

Seulna mencibir begitu melihat mobil Jimin sudah terparkir rapi di parkiran sekolahnya. Setiap keluar kelas, hal pertama yang selalu ia lihat adalah mobil Jimin. Dan beberapa detik setelah itu, pemilik mobilnya keluar menampakkan diri.

Seulna tidak tau apa maksud Jimin melakukan ini. Hanya saja ia merasa risih jika harus terus seperti ini.

Tapi, ya sebenarnya sedikit senang...

Seulna baru terpikir sesuatu. Seminggu yang lalu, Jimin bilang ia sangat sibuk makanya meminta break up. Tapi, lihatlah. Pria itu tiap hari datang kesini hanya untuk menumpang berdiri. Membuang-buang waktu bukan. Lalu, dimana kata 'sibuk' nya?

"Cih penipu," desis Seulna.

Seulna berjalan menuju gerbang sekolahnya. Tak memperdulikan tatapan Jimin yang terus mengarah padanya. Seulna terus berjalan hingga akhirnya ia melewati Jimin. Selangkah setelah melewati Jimin, Seulna menghentikan langkahnya.

Tanpa menoleh ke belakang, Seulna berkata.

"Alasan minta break up katanya sibuk. Cih, sibuk nguntit maksudnya?" sindir Seulna lalu ia melanjutkan langkahnya menuju halte yang berada di depan sekolahnya.

Seulna menoleh sebentar ke belakang. Ingin tau apa yang sedang Jimin lakukan sekarang. Pria itu masih berdiri, tidak memandangnya seperti yang biasanya ia lakukan. Jimin malah membelakanginya. Entah apa yang pria itu pikirkan. Seulna tak peduli lagi.

Bus yang dari tadi ditunggu Seulna pun akhirnya datang. Setelah menunggu orang-orang dari dalam bus keluar, Seulna pun langsung masuk kedalam bus.

Seulna memilih tempat duduk paling belakang dekat jendela. Tempat kesukaannya. Beruntung, bus hari ini sepi. Ah, sudah lama sekali tidak pulang naik bus. Karna ya memang, Jimin selalu menjemputnya dan membawanya pergi entah kemana.

Seulna memasang earphone nya ke kedua telinganya. Ia mulai memutar lagu-lagu yang selama ini sering didengarnya.

Mendengar lagu ini, tiba-tiba Seulna jadi langsung memikirkan Jimin. Memikirkan tingkahnya, rayuannya, senyumnya dan ketawanya.

Dan selalu Seulna ingat bagaimana cara Jimin membuatnya bahagia dan membuatnya nangis seperti beberapa waktu lalu.

Tak pernah Seulna sangka, bahwa Jimin itu adalah orang yang penuh kejutan.

Tiba-tiba memberinya hadiah.

Tiba-tiba memeluknya sangat erat.

Tiba-tiba datang menjemputnya.

Dan.... Tiba-tiba pergi meninggalkannya.

Jimin orang yang penuh seribu rencana dalam pikirannya. Termasuk rencana untuk pergi meninggalkannya. Dan bodohnya, Seulna terjebak dua kali.

Ya, memang sih kali ini Jimin tidak sepenuhnya menghilang seperti 2 bulan yang lalu. Tapi, bagi Seulna itu sama saja. Sama-sama membuatnya hatinya sakit dan kecewa.

Seulna terlalu kecewa dengan Jimin. Luka di hatinya yang belum sembuh kini harus bertambah parah lagi gara-gara Jimin. Dan Jimin, seenak jidatnya saja datang ke sekolahnya tanpa ngapa-ngapain.

Tapi, sekeras apapun Seulna membantah perasaannya untuk Jimin sudah tidak ada lagi, itu takkan berhasil. Karna pada kenyataannya Seulna masih menyimpan rasa untuk Jimin.

Hanya rasa. Seulna tak berharap ia bisa kembali bersama Jimin. Ia tak berharap bisa memperbaiki hubungannya dengan Jimin. Seulna tentu tidak mau terjebak untuk yang ketiga kalinya.

Seulna sudah lelah dengan semua permainan Jimin yang pria itu mainkan. Ia merasa seolah-olah menjadi bonekanya Jimin. Ia capek karena ia harus mengikuti permainan Jimin.

Sebab cinta bukan untuk dipermainkan, tapi untuk dihalalkan.

Jujur, Seulna sedikit beranggapan bahwa dengan datangnya Jimin tiap hari ke sekolahnya, ia merasa Jimin masih memiliki perasaan untuknya. Jimin mau menjelaskan apa sebenarnya maksudnya. Tapi, bahkan sampai saat ini pun Jimin tidak mengucapkan sepatah kata pun kepadanya.

Awalnya mungkin Seulna akan merasa baik-baik saja karena ini sudah kedua kalinya bagi Seulna. Tapi, pada kenyataannya gak ada orang yang baik-baik aja disaat mereka ditinggal orang yang mereka sayang.

Seulna mungkin sudah terlanjur mencintai Jimin. Melupakan Jimin tidaklah mudah. Jimin dulu terlalu memanjakan dirinya. Jimin selalu bersikap seolah-olah ia sangat menyayangi Seulna. Seulna sudah terbiasa dengan adanya Jimin disampingnya. Jimin yang selalu menjemputnya, Jimin yang selalu menjadi moodboasternya. Dan juga Jimin yang selalu pergi meninggalkannya tanpa alasan yang jelas.

Seulna berusaha tidak mengingat kenangannya bersama Jimin. Tapi sangat susah. Karena hal tersulit dari melupakan adalah berusaha tidak mengingat.

Seulna menghembuskan nafasnya, lalu membuang pandangannya ke arah jendela. Memandangi jalanan yang padat sore ini. Wajah Jimin terus-terusan terpampang di otaknya.
Mulut bisa berkata bahwa ia gak peduli lagi apapun tentang Jimin, tapi hati gak bisa bohong. Karena di kepala Seulna, hal-hal yang mirip dengan Jimin semakin penuh.

Ia rasa sudah sampai disini saja hubungannya dengan Jimin. Untuk kedepannya, entahlah. Ia juga tidak tau apa yang akan terjadi padanya dan Jimin nanti.

Tidak, ia tidak marah dengan Jimin. Ia hanya saja kecewa dengan sikap Jimin.

Marah, ia sering marah dengan Jimin dulu. Tapi besok atau dua hari kemudian ia akan seperti semula lagi. Tapi jika kecewa.. sangat susah untuk membuatnya seperti semula.

Sekalinya ngelakuin kesalahan, dimata Seulna pasti akan tetap salah meskipun Jimin nantinya akan meminta maaf. Jimin sudah diberi kesempatan yang kedua kali, tapi tidak dimanfaatkan dengan baik olehnya. Ia malah memilih untuk meninggalkannya lagi seperti waktu itu.

Seulna kembali menghembuskan nafasnya.

Mengapa ia harus menerima kesalahan yang sama dari orang yang sama?


















Mari kita bergalau-galau ria bersama😉














Mampus, gue terinsipirasi dari quotes yang sengaja gue cari wkwk mantap jiwa

Ayo ayo vomment😚






Dating | jiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang