38. Jimin si Pengganggu

5.4K 727 62
                                    

"Seulnaaaaa~~~~"

Mata Cho Seulna langsung terbuka lebar tatkala mendengar suara imut nan manja Jimin dari telepon. Karena efek baru bangun, Seulna langsung mengangkat telepon tanpa melihat siapa yang menelepon. Dan alhasil, ia terkejut setengah mampus saat tau siapa ternyata yang menelpon.

Seulna melirik jam dinding di kamarnya. Pukul 07.00 pagi. Astaga, pria itu untuk apa menelponnya pagi-pagi begini? Hilang sudah kesempatannya 'pacaran dengan kasur' hari ini.

"Sayang -- eh salah sebut hehe,"

Seulna memutar bola matanya malas mendengar itu.

"Uda bangun belum? Pasti belum, kebiasaan kamu kalo hari Minggu bangunnya siang," 

Saking kesalnya, Seulna sampai mengejek nada bicaranya Jimin di kamar. Mumpung Jimin tak akan bisa melihat.

"Olahraga bareng yuk. Aku uda nunggu di depan rumah ni hehe"

"Ngapain sih ah? Gue mau tidur. Udah pulang aja deh,"

"Gak bisa pulang, aku uda diseret camer kedalam rumah kamu nih. Mama kamu tiba-tiba keluar trus langsung nyuruh aku masuk. Kan akunya juga gamau nolak,"

Karena makin kesal, Seulna pun akhirnya memutuskan sambungan. Ia kesal setengah mati dengan Jimin. Apa sih mau pria itu? Udah dibuang malah di cari cari lagi. Emangnya dia ini apa sih bagi pria itu? Seenaknya datang dan pergi. Seenaknya buat hati Seulna makin tak karuan.

Beberapa hari ini, Jimin terus mengganggunya. Membuat Seulna makin stress. Ia sudah terlalu stress memikirkan apakah ia lulus masuk kuliah atau tidak, ditambah lagi munculnya makhluk aneh itu.

Meskipun dalam hati ia mempumpati Jimin, tapi ia gerakkan juga kakinya ke arah meja rias. Membenarkan ikatan rambutnya, dan memberi bedak sedikit pada wajahnya.

Setelah merias sedikit, Seulna keluar dari kamar. Masih memakai piyama. Ia berjalan menuju ruang tamu. Jimin disana, mengobrol dengan mamanya dengan akrab. Dulu, mamanya tak pernah seakrab itu dengan Jimin. Ada apa dengan mamanya? Apa disogok oleh Jimin?

"Uda bangun, Sayang? Sini cepet!"

Seulna hanya mengangguk menanggapi perkataan mamanya. Ia pun menyeret kakinya ke ruang tamu dengan malas.

Jimin menyengir dan menepuk tempat kosong di sebelahnya, menyuruh Seulna untuk duduk di sebelahnya.

Seulna mendengus, ia lebih memilih duduk di hadapan mamanya.

"Loh kok duduk disitu? Awas ah, ngehalangin pandangan mama aja. Duduk di sebelah Jimin sana,"

Seulna menghentakkan kakinya dengan kesal. Namun tetap berdiri dan berpindah posisi. Jimin wajahnya langsung cerah secerah-cerahnya.

"Mau jogging kan? Kamu jogging pake piyama gitu?" Tanya mama Seulna. Menatap anaknya dari atas sampai bawah.

Seulna mengangkat bahunya, "Aku gaada bilang mau jogging sama dia,"

"Ih kasian tau Jiminnya. Dia uda datang pagi-pagi gini, masa kamu ngomong gitu."

"Aku kan gaada nyuruh dia datang pagi-pagi sih, Ma"

"Udah cepet ganti baju!" Sentak Mama Seulna.








✿✿✿








"Cepet dong, Seul! Masa gitu aja uda capek sih"

"Seulnaa, ayo cepet! Aku capek nih nunggu kamu"

"Seulna--"

"MEREPET SEKALI LAGI, GUE PULANG NIH!!"

Omelan Jimin terputus dengan teriakan Seulna yang berada di belakangnya. Gadis itu berdiri sambil menatap tajam kearah Jimin.

Jimin menghampiri Seulna yang sekarang sudah berjongkok. Ia juga berjongkok agar lebih mudah membujuk Seulna.

"Sini deh aku gendong," Bujuk Jimin. Jimin berusaha meraih pergelangan tangan Seulna, tapi Seulna selalu menepisnya.

"Aku terlalu cerewet ya? Maafin aku deh, sanggup lanjutin gak?"

Seulna merunduk, memainkan kerikil-kerikil.

Jimin meraih pergelangan tangan Seulna yang sibuk memainkan kerikil. Kali ini Seulna gak memberontak, ia membiarkan tangannya digenggam oleh Jimin.

"Maafin aku ya, aku traktir sarapan deh. Mau makan apa? Lontong?"

Seulna menggeleng, "Pulang" Gumam Seulna.

"Yah, jangan pulang dong. Aku kan masih mau liat kamu" Jimin cemberut. Tangannya masih menggenggam erat tangan Seulna.

"Capek," Ucap Seulna dengan suara kecil, namun Jimin masih bisa mendengarnya.

"Duduk di sana yuk" Ajak Jimin. Tangannya menunjuk ke arah bangku yang ada di depan rumah orang. Jimin pun gak tau rumah siapa itu.

"Nih minum dulu" Jimin menyodorkan sebotol air minum untuk Seulna ketika mereka sudah duduk. Seulna menerimanya dengan senang hati, karena memang ia sangat haus sekarang.

"Maaf ya, Seul" Ucap Jimin, ia mengangkat tangannya ke kening Seulna dan mengelap keringat gadis itu dengan punggung tangannya, membuat Seulna langsung berhenti minum.

"Kamu gak lapar? Biar aku traktirin makanan nih"

Seulna menggeleng. Jimin menghela nafasnya.

"Kamu mau apa jadinya? Masa kamu gak makan sih. Nanti sakit loh. Maag kamu nanti kambuh."

Tanpa sadar, kedua ujung bibir Seulna terangkat, membuat sebuah senyuman kecil. Ia senang mendengar Jimin mengkhawatirkannya seperti itu. Ya meskipun akhir-akhir ini ia selalu memberi cap 'Jimin si pengganggu', tapi tak bisa dipungkiri bahwa ia juga senang melihat Jimin. Persetan dengan perasaannya. Toh juga dari dulu, ia tak pernah bisa melupakan Jimin.

Seulna baru tersadar ketika ada sebuah tangan mengelus pipi kanannya. Tangan Jimin. Jimin mengelus-ngelus pipinya dengan lembut.

"Aku kangen banget sama senyum kamu, kamu uda jarang senyum kayak gini untuk aku" Jimin tersenyum kecut.

Mata Seulna terpejam menikmati elusan dari Jimin di pipinya. Ah, ia jadi ngantuk lagi. Namun tiba-tiba ia merasakan kepala Jimin semakin lama semakin dekat. Elusan di pipinya juga berhenti. Sekarang tangan Jimin malah menangkup kedua pipinya. Oh tunggu, apa yang akan dilakukan mantan pacarnya ini? Hembusan nafas Jimin bahkan semakin terasa. Kening mereka juga sudah bersentuhan.

"Astaga, rumah gue kenapa jadi tempat laknat begini ya,"

Jimin mengumpat sebelum ia menjauhkan wajahnya dari wajah Seulna.


























Makanya kalo mau mesum jan didepan rumah orang bang. Gopla kan jadinya.






Btw. Kayaknya ini tinggal 2 chapter lagi deh hehe...





Dating | jiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang