Iris masih di sana, berbicara dengan intens pada laki-laki paruh baya yang memakai dasi sutera dan cincin berlian besar di kelingking. Laki-laki itu menempelkan telinga sangat dekat dengan mulut Iris. Tapi, matanya terlihat jelas mengarah pada dada Iris yang tertutup blus. Dadanya menonjol dengan bagus. Tidak menantang, tapi cukup membuat penasaran.
Kau tahu rasanya berlari sekuat tenaga saat tengah hari bolong? Kau tidak bisa berhenti untuk minum, meski sangat haus. Ada sensasi panas membakar di dada hingga ke kerongkongan. Nah, itu yang kurasakan sekarang.
Aku menyibak kerumunan orang tanpa mengucapkan maaf pada orang-orang yang kesal. Mataku tertuju lurus pada Iris. Kurasakan gigi-gigiku beradu menahan keinginan untuk menghajar kepala tua bangka itu.
Langkahku berhenti saat melihat seorang perempuan setengah baya menghampiri tua bangka keparat itu. Perempuan itu tampak memarahinya dengan keras. Wajah Iris terlihat kikuk, tapi berusaha untuk tetap tersenyum ramah pada pasangan itu. Untung saja aku tidak harus mematahkan leher laki-laki tua itu.
Aku menelan ludah saat dia menatapku.
"Hai," sapaku singkat sambil mengangkat tangan dengan grogi.
Iris diam sebentar dengan alis berkerut. Apa dia melupakanku? Apa dia berusaha mengingatku?
Oke, aku sakit hati. Selama ini aku merasa belum pernah ada yang bisa melupakanku.
Coba lihat wajahku; rahang tegas, mata cokelat tajam yang cerdas, dan hidung yang sempurna. Apa wajah ini bisa dilupakan begitu saja? Tom Cruise saja bisa menangis, mengharapkan wajahku.
Wajah ini sudah dipahat sempurna oleh keagungan alam.
Aku ingat saat Dad mengamuk karena aku menolak menjadi dokter. Lagi pula, kenapa, sih, orang tua bernafsu sekali menjadikan anaknya dokter? Apa suatu kebanggaan kalau semua anak muda menjadi dokter bedah plastik di California ini?
Saat itu, aku hanya menatapnya dengan wajah sedih. Dad pun luluh. Akhirnya aku mendapat tepukan putus asa di bahu sebagai balasan.
Orang tua mana yang tega mengamuk pada anak tunggalnya yang tampan?
Ingin contoh lain yang lebih ekstrim?
Anak teman Dad menangis dan mengadu kepada orang tuanya serta orang tuaku, kalau aku menghamilinya. Aku hanya menjelaskan kepada mereka dengan pelan, bahwa aku tidak pernah lupa memakai pengaman. Hubungan kami juga hanya terjadi satu malam. Yah, memang beberapa kali, tapi hanya semalam. Apa bayi bisa terbentuk dalam semalam?
Ini bukan pembelaan kosong, Teman.
Pada kenyataannya, aku memang tidak pernah lupa memakai pengaman. Aku bukan lelaki tolol yang mau menanggung bermacam akibat hanya karena kesenangan semalam. Hamil adalah salah satunya, tapi itu bisa diatasi. Bagaimana jika masalah itu bernama herpes, sipilis, atau yang lainnya? Sudah kubilang kalau aku bukan mahasiswa kedokteran yang bisa menyebutkan macam-macam penyakit kelamin untukmu. Tapi, nama mengerikan itu sangat dekat dengan maut, kan?
Hanya dengan penjelasan singkat dariku, mereka langsung menyimpulkan kalau aku tidak bersalah. Gadis yang tidak kuingat namanya itu, menanggung semua akibatnya. Orang-orang menatapnya seperti sampah jalanan. Aku tidak tahu dan tidak mau tahu, bagaimana akhir cerita gadis itu.
Aku menolak kau panggil bajingan.
Kau pun akan melakukan hal yang sama jika berada di posisiku. Membesarkan anak yang bukan milikku, tidak termasuk ke dalam rencana hidupku. Bagaimana mungkin dia bisa hamil kalau kemaluanku sudah dibungkus rapat?
KAMU SEDANG MEMBACA
A Redemption (Sudah Terbit)
Romance(FINALIS WATTPADLIT AWARDS 2017 KATEGORI ROMANCE DEWASA) Aku Lee Bexter, perjaka, tiga puluh tahun, tampan, dan sukses. Kira-kira itu yang sesuai untukku, walaupun banyak orang yang sepakat kalau tampan saja tidak cukup untuk menggambarkanku. Kata...