9

19.4K 1.4K 30
                                    

Dear Readers,

Akhirnya saya bisa update tepat waktu minggu ini.

Naskah Suicide Buddies sudah dikirim dengan selamat ke editor kemarin. Syukurlah semua tugas dapat teratasi dengan baik. Terima kasih banyak atas dukungan dan doanya, ya Readers. Love you sooo much.

Kamu juga harus semangat, yah.

Honey Dee

***

Seseorang menepuk lembut bahuku.

Aku terkejut dan berpaling. Pam menyeringai lebar. Rambut keritingnya tergerai liar, seliar tawanya. Aku tidak tersenyum. Terkejut? Ya, mungkin lebih pada terkejut. Bukan karena tepukannya, tapi karena melihatnya di tempat ini. Bukan hal yang aneh memang Pam ada di Vivid. Tapi, kenapa harus sekarang saat aku ingin sendiri?

"Lee Bexter, aku tidak menyangka kau setolol itu." Pam terkekeh kepadaku. Wajahnya penuh celaan. "Sebenarnya, aku sudah tahu sejak awal kalau kau tolol. Ternyata kau benar-benar otak udang yang manja."

Nah, kan! Apa kubilang?! Perempuan ini hanya masalah baru. Oke. Malam ini akan jauh lebih buruk dari yang kukira.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Aku mencoba memberinya pandangan skeptis. Aku tidak ingin dia di sini. Aku ingin dia tahu diri dan menyingkir.

Pam memberi kode kepada bartender untuk memberinya minuman. "Kau sama sekali tidak muncul sesuai perjanjian kita. Aku menunggumu sampai gila di The Power. Aku ke sini untuk bersantai. Salah?"

Astaga! Aku benar-benar lupa dengan Pam. Apa benar aku membuat janji dengannya? Kenapa kepalaku rasanya berat dan kosong?

Pam menepun bahuku lagi. Kali ini lebih keras dan dia tidak melepaskan tangannya dari punggungku selama beberapa saat. Matanya menatapku dengan binar penuh celaan. Shit! Ini yang kubutuhkan untuk menghancurkan hidup, khotbah Pam. Aku hapal gayanya. Aku tahu bagaimana kelanjutan malam ini. Aku bajingan dan dia santo.

"Perempuan itu harus kuacungi jempol tinggi-tinggi, Lee." Apa kubilang tadi? Betul, kan? Perempuan sial ini memulai khotbahnya. Apa perlu kusediakan mimbar? Lihat senyum mengejeknya yang membuatku ingin membunuh!

"Akhirnya ada yang berhasil memberimu pelajaran. Itu hal yang diinginkan oleh semua perempuan yang sudah kau campakan." Tawanya terdengar melengking. Aku meringkuk di atas meja, berharap tidak ada yang melihatku. Berharap aku mengecil sampai seukuran lidi dan tidak ada yang memperhatikanku duduk di samping Nenek Sihir ini.

"Aku yang traktir, Bos. Anggap saja ini wujud simpatiku. Apa yang kau inginkan malam ini? Jelas bukan bourbon, kan? Tequilla?" Dia mengerucutkan bibir seperti akan menciumku. Bukan ciuman yang sebenarnya. Itu ejekan. Pam lebih rela membakar bibir seksinya daripada menciumku.

"Teruslah mengejek, Pam!" Dan aku akan membunuhmu dengan cepat. 

Pam menarik daguku agar melihat padanya. Alisnya terangkat. Wajahnya jadi makin mengesalkan. Dia menjilati bibir sebelum berkata, "aku cuma menyampaikan kenyataan. Bukan salahku kalau kau merasa tidak nyaman."

ASTAGA!

Pam benar-benar mengutip kata-kataku. Berarti dia duduk sangat dekat dengan kami. Bagaimana aku tidak melihatnya?

"Bagaimana kau mendengarnya?"

Tawa keras Pam membuatku ingin mencekiknya sampai mati. Alih-alih menjawabku, Pam hanya tertawa selama beberapa menit. Sampai seorang laki-laki yang duduk di sebelahku membanting gelasnya dan pindah ke tempat lain.

A Redemption (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang