Dear Readers,
Yaaayyy...
Akhirnya sampai juga di 98K viewer. Ini hadiah untuk readers semua. hehehe...
Terima kasih banyak sudah membaca sampai sejauh ini. Terima kaish banyak bagi yang sudah meninggalkan bintang dan komen.Sekarang, saya sedang menyelesaikan tugas di Dunyat. Mohon maaf kalau ada komen yang belum saya balas. huks...
Doakan saya yaaa...
Update selanjutnya setelah 100K viewer, ya.
Kalau mau cepat, bantu promote, yah. Wkwkwkwkwk...
*Dilempar sepatu kaca
Kecup sayang,
Honey Dee
***
Gadisku membisu sepanjang jalan. Entah karena dia kelelahan atau memikirkan sesuatu. Tangannya memeluk Dean yang tertidur, erat dan hangat.
"Kau baik-baik saja?"
Iris menatapku lalu tersenyum. Ia mengangguk tanpa mengeluarkan kata-kata.
Aku tidak mencoba mencari bahan pembicaraan. Kubiarkan Iris menikmati kebisuannya. Sementara aku sendiri masih menikmati apa yang kurasakan. Rasa asing yang merambat perlahan-lahan di dalam diriku. Rasanya menggelitik, membuatku merasa tidak nyaman. Tapi, aku menginginkannya lagi.
Rasanya bukan seperti saat kau makan makanan enak, lalu menginginkannya lagi. Tidak. Ini terasa begitu asing dan menyiksa, tapi menyenangkan. Kau menginginkannya. Kau ingin untuk terus menikmati sensasinya. Kau ingin melihat dirimu sendiri menyerah tidak berdaya karena kau tahu saat itulah kemenangan terjadi.
Apa aku sudah gila? Apa aku masokis?
*
Aku mengambil Dean dari pelukan Iris. Lelaki kecil ini terasa lebih ringan dari perkiraanku.
Beberapa orang di lobi guest house menatap kami.
"Kenapa mereka? Apa mereka tidak pernah melihat lelaki tampan?" Aku berbisik di telinga Iris yang menahan gelak tawanya.
"Mungkin karena kau tidak mengganti bajumu dari kemarin saat kau ditemukan mabuk di depan pintuku." Iris mengucapkannya sambil bersandar di dinding lift. Matanya mengawasiku. Bibirnya tersenyum.
Aku tidak melepaskan mata darinya. Iris membalas tatapanku. Hingga pintu elevator membuka, mata kami tetap bersama, seperti dua tangan tak nampak yang saling menggenggam, saling mencari.
Aku benar-benar tidak habis pikir kekuatan apa yang dimilikinya. Bagaimana dia bisa mengikatku seperti ini? Seberapa banyak pun aku merlihatnya, rasanya tidak akan puas. Aku ingin melihatnya lagi dan tidak ingin dia hilang dari pandanganku.
Sensasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
Aku senang menikmati apa yang kulihat dari perempuan. Tapi, sensasinya berbeda dengan saat aku melihat Iris. Yang kumaksud dengan 'melihat' adalah seperti saat aku menikmati pole dancing sambil sesekali menyelipkan uang pada celana dalam mereka. Aku tidak pernah 'hanya melihat' lalu menjadi senang dan damai dalam waktu bersamaan.
Dean melorot turun dari pelukanku ke tempat tidur yang nyaman. Iris melepaskan sepatunya, lalu menyelimutinya. Kemudian kami berjingkat pelan menjauhinya.
"Terima kasih atas hari ini, Lee." Iris berbisik kepadaku. Suaranya mendesis menggetarkan suara yang menggairahkan seluruh tubuhku, membuat seluruh inderaku terjaga. "Juga untuk Dean." Ia tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Redemption (Sudah Terbit)
Romantiek(FINALIS WATTPADLIT AWARDS 2017 KATEGORI ROMANCE DEWASA) Aku Lee Bexter, perjaka, tiga puluh tahun, tampan, dan sukses. Kira-kira itu yang sesuai untukku, walaupun banyak orang yang sepakat kalau tampan saja tidak cukup untuk menggambarkanku. Kata...