27

13.6K 1.1K 41
                                    

Hai semua!

Saya update ini lagi, nih. Ada yang nungguin? Semoga besok bisa update lagi, yah. Siapa tahu The Ultimate Bachelor; A Redemption ini sama Savanna bisa barengan selesainya. Hihihi...

Kalau suka, silakan klik vote, comment, dan share cerita ini di medsos kalian.

Terima kasih banyak.

Lots of love,

Honey Dee

***

Kamar tempat Allie dirawat sangt luas. Perabotan kayu yang klasik membuat ruang itu terasa seperti kamar pribadi. Kalau bukan karena tiang infus dan tempat tidur khas rumah sakit, aku pasti sudah mengira ruangan ini hotel atau semacamnya. Bunga-bunga indah dipajang dalam vas-vas kaca di seluruh lantai kamar. Wangi bunga mengalahkan bau rumah sakit yang menjengkelkan. Sayangnya, tempat yang kukhayalkan saat ini adalah kamar kecil di Cozy guest house, tempat seorang perempuan dan anak laki-lakinya tidur berpelukan.

Frank Bowie dan Maggy, istrinya, menatapku. Allie tidur pulas di balik selimut merah jambu dan infus yang terus menetes. Wajah Maggy berubah jadi ketakutan melihatku. Perempuan tua itu menghampiriku dengan wajah sedih. "Oh, Tuhan... Oh, Tuhanku, Maafkan aku, Lee." Suaranya berbisik dengan sedih. Air matanya berjatuhan dari rongga matanya yang cekung. Perempuan ini sudah menderita terlalu banyak untuk menangis lagi.

"Aku baik-baik saja, Maggy. Aku sudah terbiasa dengan ini." Kuharap senyum ini cukup untuk menenangkan hatinya.

Maggy memelukku erat sambil terus sesenggukan. "Aku menyesalkan hal ini, Lee. Sungguh."

Aku mengusap punggungnya seperti Dad mengusap punggungku tadi.

Frank menatapku. Tatapannya penuh rasa bersalah. Tapi, berani taruhan dia tidak akan mengucapkan maaf sama sekali. Aku tidak mengeluh karena memang seperti itulah laki-laki. Gengsi menyembunyikan kata maaf di tempat terpencil yang bahkan tidak akan bisa ditemukan oleh Tim SAR.

"Kemarilah, Nak," ucap Frank dengan tegas, bukan sebuah ajakan sayang, tapi sebuah perintah yang tidak bisa dibantah. Aku harus mengikutinya ke manapun dia mau.

Frank berjalan ke koridor rumah sakit. Ia mendesah berat saat duduk di kursi logam. Aku mengikutinya, duduk di sebelahnya dan bersiap untuk mendengar pidato panjang.

"Kau tahu bagaimana keadaan Allie?" Frank berkali-kali menarik napas panjang sebelum mengatakannya. Seolah apa yang akan dikatakannya adalah hal paling buruk.

"Terakhir kali saat aku ingin menjenguknya, malah babak belur." Aku berharap hal ini bisa mencairkan keadaan. Tapi Frank malah semakin muram.

"Aku minta maaf atas kelakuanku, Lee."

Hah? Apa aku tidak salah dengar?

"Aku tahu apa yang kulakukan kepadamu buruk sekali. Aku menyesal. Sungguh. Tapi aku benar-benar gelap mata. Aku melihatmu datang dengan wajah baik-baik saja. Aku membayangkan kau menghabiskan malam yang hebat dengan pesta-pesta sementara Allie harus mengalami hal ini." Frank menghela napas. Kupikir dia akan menangis.

"Allie akan sembuh, Frank."

Frank menggeleng pelan. Dia menarik napas berkali-kali dengan sangat berat. Seperti menekan perasaan tapi juga akan meluapkan apa yang dipendamnya selama ini.

"Allie tidak akan sembuh, Lee." Frank mengusap wajahnya dengan telapak tangan. "Sudah sejak satu tahun yang lalu Allie mengidap depresi. Kau tahu, semacam kelainan mental. Aku sendiri tidak tahu kenapa." Frank menutupkan telapak tangannya ke wajah lagi.

A Redemption (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang