Hari sudah sangat larut ketika aku sampai di Marine Lagoon. Kuharap Iris dan Dean masih ada di situ menungguku. Aku akan menjelaskan kepada mereka. Aku akan meminta maaf kepada Iris atas banyak hal yang tidak kuceritakan kepadanya. Lalu kami akan berkumpul lagi. Aku akan menikahinya. Kami akan berbahagia selamanya.
Inilah yang kuinginkan untuk akhir ceritaku. Setelah semua hal buruk yang terjadi, aku ingin sebuah akhir yang bahagia. Aku akan melamar Iris dengan cincin paling cantik yang kulihat di toko perhiasan. Aku sudah berpikir untuk mencari cincin sebesar mata hitamnya. Bisa kubayangkan dia tersenyum dan merasa tidak enak karena cincin itu.
Aku sudah berpikir untuk mengajaknya berlibur. Mungkin, aku akan mengajaknya kembali ke Indonesia, mengunjungi tempat-tempat eksotis yang belum pernah kami lihat, lalu bercinta tanpa kenal waktu.
Tapi, hidup memang tidak seindah negeri dongeng, ya, kan?
Aku suka bagaimana Hans Christian Andersen dan Shakespeare memberikan tragedi sebagai akhir ceritanya. Mereka membuat ceritanya terasa lebih nyata. Tidak membuai orang dalam bayang-bayang "bahagia selamanya" yang palsu.
Seperti saat ini saat kutemukan tragediku sendiri pada ruang-ruang kosong di Marine Lagoon. Di mana aku sangat mengharapkan kehadiran Iris dan Dean yang tertawa-tawa. Tapi tidak ada. Ruang-ruang yang tertata rapi itu kosong dan dingin. Tidak ada aroma masakan atau aroma lavender Iris. Tidak ada kartu-kartu Uno yang dilempar Dean ke udara. Terlalu normal dan rapi untuk membuatku patah hati.
"Iris?" panggilku pelan, nyaris tanpa suara. Namun untukku, itu adalah jeritan menyedihkan karena aku tahu nama yang kusebut tidak akan menjawab panggilan itu.
Di kamarku masih ada pakaian sobek Iris yang kusimpan di dalam laci. Aku menelan ludah. Takjub melihat betapa cepatnya waktu berlalu. Padahal baru saja Aku menarik pakaian itu dari tubuh Iris yang indah. Sekarang aku sudah merindukan pemiliknya setengah mati.
Pam pernah mengatakan tentang mengejar dan memperjuangkan perempuan yang membawa pergi sebuah rusukku. Dulu, kupikir tidak mungkin perempuan bisa membawa pergi rusuk lelaki begitu saja. Hingga sekarang aku merasakan kesakitan yang teramat di dadaku. Aku yakin Iris telah mencuri rusukku dan membawanya pergi. Mungkin, saat kami bercinta semalam. Tapi, bisa jadi dia sudah lama menggenggamnya. Hanya aku yang terlalu angkuh untuk meminta darinya.
Akan kupastikan dia mengembalikan rusukku malam ini.
Kopi panas mengalir di tenggorokan saat aku mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi menuju tempat Iris. Aku sadar, sudah kulewatkan empat puluh delapan jam terakhir tanpa makan dan tidur. Tapi, siapa yang butuh makan dan tidur, kalau hidupnya berada di ambang kehancuran?
Aku mengambil gelas kopi panas yang kedua dan meneguknya cepat-cepat. Yang kuinginkan sekarang bukanlah merasa kenyang, tapi menyiksa tubuhku agar aku bisa tetap terjaga.
Kau lihat sekarang?
Aku sedang mengejar gadisku. Aku akan memastikan dia membawa rusukku dan aku akan mengikatnya agar tidak pergi ke manapun. Dia akan menjadi milikku selamanya. Aku tidak perlu lagi merasakan siksaan keparat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Redemption (Sudah Terbit)
Romansa(FINALIS WATTPADLIT AWARDS 2017 KATEGORI ROMANCE DEWASA) Aku Lee Bexter, perjaka, tiga puluh tahun, tampan, dan sukses. Kira-kira itu yang sesuai untukku, walaupun banyak orang yang sepakat kalau tampan saja tidak cukup untuk menggambarkanku. Kata...