Dear Readers,
Maaf ya cerita ini lama sekali baru Up. Saya masih konsentrasi dengan Savanna. Jadi semua kemampuan saya harus dicurahkan ke situ. Biasanya, setelah mencari bahan dan mengetik Savanna saya sudah kelelahan. Hehehe...
Kali ini karena follower sudah mencapai 7,01K maka saya akan update cerita ini untuk kalian. Update selanjutnya, nunggu Savanna selesai, yah karena saya juga harus menyelesaikan proyek offline. Kalau ada waktu lagi, saya akan up cerita ini lagi.
Sekali lagi, maaf yaaa...
Terima kasih atas kesabaran kalian menunggu Lee Bexter.
With love,
Honey Dee
***
Kata-kata Pam seperti gong yang dipukul di depan telingaku, menggaung hingga berjam-jam selanjutnya, membuat telingaku berdengung dan kebas. Isi kepalaku jadi seperti tong yang benar-benar kosong. Aku sampai harus menggeleng keras-keras dan memukul kepalaku beberapa kali agar bisa berkonsentrasi.
Aku tidak bilang apa-apa pada Pam atau orang lain. Aku tidak mau ada yang menertawakanku dan berjingkrak gembira karena mereka berpikir aku mendapat hukuman.
Hukuman? Sialan!
Bukannya apa, aku masih merasa tidak pantas mendapat hukuman. Masih banyak orang yang lebih bajingan daripada aku. Kenapa bukan mereka saja yang dihukum?
Teddy Green, teman SMA-ku, bisa memiliki banyak teman kencan dalam sekali waktu. Hingga saat reuni beberapa waktu lalu, Teddy masih didampingi beberapa perempuan montok berkulit putih. Dia tidak terkena HIV, sipilis atau penyakit kelamin lainnya atau mengalami drama buruk seperti yang kualami.
Lalu kenapa harus aku yang terpilih untuk dihukum? Kenapa harus aku yang diberi pelajaran?
Namun, gaung kata-kata Pam membuatku tidak bisa berpikir pada hal lain. Aku mendengar suara-suara tapi tidak bisa berkonsentrasi untuk meresponnya. Bahkan, dengan memiringkan kepala dan menghajar kepalaku dengan tangan saja tidak bisa mengeluarkan kata-kata tajam Pam dari telingaku. Fuck you, Pam! Bisa-bisanya kamu mengatakan hal sebodoh itu.
"Lee? Lee!"
Aku menggelengkan kepala lalu berpaling kepada sumber suara.
Ada Iris yang sudah berdiri di sampingku.
Terkejut, aku menyadari bahwa aku sudah bersama Iris, sekarang. Dean berdiri di sampingnya dengan bingung.
"Lee sangat diam sejak pulang tadi, Ma." Dean melapor kepada ibunya. Aku mencoba tersenyum. Tapi, mungkin yang nampak di wajahku adalah seringai serigala karena ekspresi Iris makin khawatir saat melihatnya.
"Kau baik-baik saja, Lee?" Alis Iris berkerut. Matanya jadi semakin lebar dari sebelumnya. Jujur saja, matanya makin menggairahkan.
Aku menggeleng dengan kuat lagi karena suara Pam kembali berdengung seperti lebah marah di telingaku. "Aku baik-baik saja."
Dia menyentuh pipiku seperti memeriksa suhu tubuh anak-anak. Tangannya hangat. Aku ingin meminta agar tangannya tetap di situ.
"Sebaiknya kau pulang, Lee. Sepertinya kau tidak sehat."
"Aku akan mengantarmu dulu."
"Tidak usah. Kami baik-baik saja." Dia menggandeng tangan Dean. "Kami bisa pulang naik taksi."
Aku sedang tidak ingin berdebat. "Masuklah ke dalam mobil. Kita akan pulang."
Saat mengucapkan kalimat terakhir, aku benar-benar ingin membayangkan kami bisa pulang ke rumah yang sama. Aku tidak usah ke mana-mana setelahnya. Aku bisa tidur di dalam pelukan Iris yang beraroma lavender, tanpa perlu memikirkan hal lain. Pasti dia bisa menghilangkan dengung di dalam kepalaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Redemption (Sudah Terbit)
Romance(FINALIS WATTPADLIT AWARDS 2017 KATEGORI ROMANCE DEWASA) Aku Lee Bexter, perjaka, tiga puluh tahun, tampan, dan sukses. Kira-kira itu yang sesuai untukku, walaupun banyak orang yang sepakat kalau tampan saja tidak cukup untuk menggambarkanku. Kata...