Empat Belas Bulan Sebelumnya
Seorang gadis mengeluhkan namaku sambil memperbaiki letak pakaian dalamnya. Aku tidak memperhatikannya. Aku sedang menaikkan risleting celana dengan hati-hati.
Dia gadis yang baru kutemui di The Power. Jangan tanya padaku namanya! Aku bahkan sama sekali tidak bisa mengingat wajahnya. Dia menghabiskan waktu menunduk di atas pangkuanku saat mataku terpejam menikmati. Bagaimana aku bisa mengenali gadis itu?
"Kau mau turun untuk minum?" Gadis itu mengedipkan mata.
Begini, aku bukan laki-laki yang suka terlibat drama. Aku adalah orang yang efektif. Aku tidak akan menggunakan tisu dua kali. Tidak ada gunanya menyimpan tisu bekas dalam waktu lama. Aku akan mencari cara untuk membuangnya dengan sopan.
"Maafkan aku, Cupcake." Kepalaku menggeleng dengan penyesalan yang dibuat-buat. "Aku harus segera kembali. Kau membuatku sangat lelah tadi," kataku dengan lembut tanpa repot memikirkan namanya.
Tidak. Aku tidak lelah. Aku masih bisa main basket dengan tenaga penuh. Aku hanya tidak ingin melihatnya lagi. Urusan dengannya sudah selesai ketika risleting celanaku dinaikkan tadi.
Gadis itu mengangkat alis. "Kau yakin?"
Aku melebarkan senyum sambil menatapnya. Perempuan menyukai ekspresi seperti ini. "Ya, sayang, maafkan aku. Mungkin lain kali."
Gadis itu tersenyum, lalu menciumku sebelum keluar dari mobil. Ia melambai setelah beberapa meter dari mobil. Aku diam saja. Toh, dia sama sekali tidak bisa melihatku di balik kaca gelap ini.
Aku melihat bekas tempat gadis itu duduk untuk mencari jejak yang mungkin dia tinggalkan. Bukannya OCD, aku hanya suka kebersihan dan aku tidak ingin Si Cantik Evoque kotor. Yah, kalau kau melihat mereka menyombongkan mobil berkabin tunggal mereka, aku sudah jatuh cinta pada mobil besar ini sejak pandangan pertama. Aku juga memiliki koleksi mobil berkabin tunggal di garasiku, tapi Si Cantik ini memberi segala yang kuinginkan. Ini baru yang kunamakan cinta.
Kubuka sedikit kaca jendela untuk mengeluarkan aroma parfum menyengat gadis tadi. Sayang sekali, aroma parfum menghalangi aroma seks yang seharusnya membuatku semakin bergairah. Dia harus belajar bagaimana memilih parfum yang menarik, bukan yang baunya bisa tercium sampai ratusan kaki. Tapi parfum yang memberikan kesan saat berdekatan dalam jarak intens. Seharusnya, dia dan banyak perempuan lain memahami hal ini dan berhenti menyakiti hidung laki-laki.
Saat itulah aku melihatnya.
Gadis itu berjalan dengan cepat. Dari pakaiannya, bisa kusimpulkan bahwa dia adalah SPG pameran mobil yang sedang diadakan di Mall ini. Rambutnya digulung dengan jepit plastik murah asal-asalan. Dia tidak terlalu tinggi. Stiletto hitam berkilap meningkatkan tinggi badannya.
Dia tidak melenggok-lenggokan pantat seperti gadis murah yang ingin terlihat seksi. Dia tidak menggeleng-gelengkan kepala agar rambutnya berkibar-kibar dengan norak. Langkahnya tegap dengan wajah menatap lurus dan dada membusung, seolah ada harga diri yang harus dijaga.
Sebentar kemudian, gadis itu berpaling. Aku bisa melihat mata gelapnya yang tajam. Entah kenapa jantungku jadi berdetak abnormal. Aku merasa seperti anak kecil yang tertangkap basah sedang mengintip sambil onani.
Mataku memperhatikan dadanya, tidak terlalu besar. Aku melihatnya dari samping dan bisa memperkirakan dengan tepat seberapa besar kedua payudara itu. Bukan bentuk yang luar biasa, tapi nyaman untuk dilihat dengan tubuh mungilnya. Mungkin, ukurannya pas dalam genggaman tanganku.
Astaga, kenapa dahimu berkerut seperti itu?
Aku laki-laki biasa. Aku menilai perempuan dari bagaimana mereka terlihat. Bukankah untuk itu perempuan tercipta, menyenangkan pandangan kami, kaum laki-laki?
KAMU SEDANG MEMBACA
A Redemption (Sudah Terbit)
Romance(FINALIS WATTPADLIT AWARDS 2017 KATEGORI ROMANCE DEWASA) Aku Lee Bexter, perjaka, tiga puluh tahun, tampan, dan sukses. Kira-kira itu yang sesuai untukku, walaupun banyak orang yang sepakat kalau tampan saja tidak cukup untuk menggambarkanku. Kata...