Tanganku sudah kebas mencengkram roda kemudi. Pikiranku kosong. Aku hanya berputar-putar tanpa tahu arah yang kutuju. Yang kuinginkan sekarang hanyalah pergi ke dunia yang membuatku lupa atas apa yang terjadi.
Seorang polisi menghentikanku. Mungkin dia mengira aku sedang mabuk. Dia memandangiku lama dari jendela mobil.
"Ke mana tujuanmu?" tanyanya dengan napas yang beraroma kopi dan rokok.
"Neraka atau mana saja yang mau menerimaku," jawabku seperti orang tolol. Setelah melihat tatapannya yang kesal, aku melanjutkan, "aku akan ke rumah temanku."
"Kau baik-baik saja, Mr. Bexter?" tanya polisi itu sambil membaca apapun yang tertulis pada kartu pengenal dan izin mengemudiku.
"Yes, Sir. Hanya hati yang patah dan hidup yang hancur berantakan." Kuhela napas panjang. "Kau pernah berbuat bodoh, Sir? Jangan. Kusarankan jangan pernah menyakiti hati orang yang kau cintai. Katakan padanya kau membutuhkannya, katakan padanya kau mencintainya. Katakan secepat mungkin saat kau menemuinya." Kupandangi wajahnya yang berkumis tebal sambil berkata, "sebelum semua terlambat."
Polisi itu menatapku heran. Aku seperti orang gila atau pemabuk tanpa minuman keras sama sekali.
"Jangan lepaskan dia sama sekali, apapun yang terjadi," ucapku lagi sambil memejamkan mata dan menahan dorongan di belakang kepalaku.
Polisi itu melihatku dengan jijik seperti melihat kotoran burung di helmnya. Mungkin dia pikir aku gay yang dicampakan. Aku tahu. Tidak akan ada yang bisa memahami luka yang kuderita.
Tiba-tiba, aku sadar kalau aku membutuhkan seseorang yang mengerti apa yang kurasakan. Seseorang yang bisa memahami dan memberiku jalan keluar.
Pam.
Perempuan bermulut tajam itu pasti punya racun paling ampuh untukku. Aku akan meminumnya banyak-banyak dan menjadi bangkai di rumahnya.
Pam baru akan masuk ke dalam mobil barunya saat aku sampai di halaman rumahnya. Dia melihat kedatanganku dengan bingung. Pam menutup mulutnya dengan ekspresi ketakutan. Dia seperti melihat zombi yang siap memakan otaknya. Apa aku seburuk itu?
"Astaga, Lee! Kenapa kau?" Pam mengangkat tanganku dan membawaku masuk ke dalam rumahnya.
Sofa Pam yang empuk menjadi tempat yang tepat untuk ambruk. Aku menjatuhkan diri dengan posisi wajah lebih dahulu. Kusesap aroma sofa berlapis suede sambil berharap menemukan aroma lavender yang menenangkan.
Aku kecewa. Hanya ada aroma pembersih dan kain biasa. Tidak ada aroma lavender. Tidak ada aroma Iris.
"Apa yang terjadi, Lee?" Pam duduk di dekat kepalaku. Suara seraknya terdengar sangat khawatir.
"Mana yang harus kuceritakan terlebih dahulu?" Aku mengangkat wajah agar Pam mendengar ucapanku. "Berita kematian Allie atau Iris yang meninggalkanku." Aku membenamkan wajah ke dalam sofa lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Redemption (Sudah Terbit)
Romance(FINALIS WATTPADLIT AWARDS 2017 KATEGORI ROMANCE DEWASA) Aku Lee Bexter, perjaka, tiga puluh tahun, tampan, dan sukses. Kira-kira itu yang sesuai untukku, walaupun banyak orang yang sepakat kalau tampan saja tidak cukup untuk menggambarkanku. Kata...