26

13.4K 1.2K 29
                                    

Dear Readers,

Hari ini saya update Lee Bexter lagi untuk syukuran sudah mencapai 9K follower. Sebagai ungkapan rasa terima kasih juga, hari ini saya update beberapa cerita sekaligus, loh. Link ada di wall saya yah. 

Kalau kalian ingin membuka-buka cerita lainnya, silakan ke works saya. Di sana ada beberapa cerita one shot yang bisa kalian baca saat senggang dan ringan banget ceritanya, nggak butuh emosi berlebih seperti kalau baca Savanna. hahaha...

Nah, selamat menikmati Lee Bexter, yah.

Semoga kalian suka.

Love love love,

Honey Dee

***

Aku benci rumah sakit.

Aku pernah menghabiskan sebulan di rumah sakit karena rusukku patah di kelas dua SMA. Skateboard. Aku meluncur turun dari pegangan tangga di taman. Aku ingin kelihatan keren di mata teman-temanku.

"Lee si Jagoan."

Aku senang mendengar mereka mengelu-elukanku. Yah, aku tidak ingin sombong. Aku memang yang terbaik di kelas. Aku juga yang paling berani dan disukai guru-guru. Aku menerima tantangan sekonyol dan seberbahaya apa pun karena aku anak yang tangguh. Aku bukan pengecut seperti anak-anak lain yang cuma bisa menatapku kagum.

Tapi, aku tergelincir dan jatuh di anak tangga. Sudut-sudut anak tangga mematahkan tulang rusukku. Mom menangis berhari-hari. Dad hanya tertawa sambil berkata, "Ulangilah lagi, Nak. sampai kau bisa melakukannya dengan benar."

Hebat! Aku tidak sudi melakukannya lagi.

Bukan skateboard yang membuatku kapok, tapi berada di rumah sakit. Aku benci baunya. Aku benci jarum infus yang berada di tanganku sepanjang waktu. Aku benci orang-orang yang mencoba beramah-ramah denganku, juga bagaimana suara sol karet yang berdecit di lantai keramik licin. Aku membenci semua yang kualami di sana.

Mom sampai harus memanggil dokter dan perawat cantik ketika aku kena cacar. Sebuah perawatan mahal yang memuaskan untukku. Perawat itu memberikan lebih dari sekedar obat padaku. Yah, kau tahulah apa yang kumaksud. Perawat itu membuatku merasa sehat luar-dalam.

Berada di rumah sakit lagi membuatku merasa aneh. Entah perasaan apa ini. Aku merasa pusing saat mencium aroma aneh dari peralatan di tempat ini. Orang-orang berbaju putih dan biru yang berlalu lalang membuatku mengerutkan kening untuk menjaga agar mataku tetap fokus.

Fobia rumah sakit? Entahlah. Aku belum pernah mendengarnya.

Dari koridor rumah sakit yang dingin, aku sudah bisa melihat keluarga Allie berkumpul di depan sebuah kamar. Seorang perempuan yang kukenali sebagai ibunya menutupi wajah dengan tangan didalam pelukan seorang perempuan yang lebih muda. Frank Bowie, ayah Allie yang sudah pensiun dari militer, berdiri kaku dengan tangan di depan dada.

Frank, laki-laki bertubuh besar dan tegap. Gurat-gurat ketegasan di wajahnya membuatku berpikir tentang Bison, tokoh antagonis dalam game street fighter. Tapi, Frank tidak seagresif itu. Frank menghabiskan masa tuanya dengan menanam tanaman hidroponik di rumahnya. Halaman rumah orang tua Allie penuh dengan buah-buahan karya Frank.

Frank sering menceritakan bagaimana ia ikut terjun ke medan perang dan meraih pangkatnya tanpa bantuan keluarga atau koneksi orangtua. Frank membanggakan dirinya dan keluarganya. Di antara tiga anak yang dimiliki, Allie adalah anak kesayangannya. Sekarang, anak kesayangannya yang juga tunangan, eh maksudku mantan tunanganku terbaring di rumah sakit. Dia jadi terlihat tidak menyenangkan. 

A Redemption (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang