02. Bertemu Lagi

40.4K 2.5K 105
                                    

“Maaf, Neng, mogok!” ucap supir angkot.

Ashel mendengus sebal.  Sepertinya kesialannya hari ini tidak kira-kira, beruntun dan tidak pakai jeda.  Kebetulan hanya dia sendiri penumpang di angkot itu. 

“Jadi saya mesti hujan-hujanan nih, Bang?” ketus Ashel sembari menghela napas melihat hujan deras di depan mata.

“Mau gimana lagi, Neng?”  supir angkot pasrah.

Ashel membuka pintu mobil dan turun.  Membiarkan jilbab dan baju panjangnya tersiram hujan hingga basah kuyup.  Baru seminggu terakhir dia mengenakan hijab, gara-gara berteman dengan Naifa dan diceramahin terus kalau memakai jilbab itu wajib bagi kaum perempuan.

Ashel semakin kesal.  Haduuh... setelah ini entah kesialan apa lagi yang akan menimpanya.  Padahal dia baru saja merasa penasaran ingin bertemu sang manager, tapi malah begini kejadiannya.  Entah apa penilaian manager jika tahu prestasinya yang buruk. 

Ashel masih menggerutu saat suara klakson menjerit berkali-kali dan detik berikutnya ia merasakan tarikan kuat dari arah samping.  Sebuah tangan meraih baju sampingnya, membuatnya menjerit keras seiring dengan badannya yang berputar dan menubruk sesuatu yang keras.

Ashel melirik ke mobil yang melaju di jalan raya, pengemudinya membuka kaca dan mengumpat-ngumpat ke arahnya.  Tidak jelas apa yang dia katakan karena yang terdengar lebih jelas malah suara hujan.

Hidung Ashel kembang kempis mencium aroma menyengat, aroma parfum langka.  Matanya terbelalak menyadari tubuhnya yang kini berada dalam dekapan erat seseorang.  Bahkan ia merasakan degupan jantung lelaki itu. 

Belum pernah suaminya dulu memeluknya begini, tapi ini yang kedua kalinya setelah office boy nyeleneh itu.

Dengan sekuat tenaga Ashel berusaha memberontak dan melepaskan diri dari dekapan lelaki itu.

“Maaf, maaf,” ucap lelaki itu, seperti sedang berusaha menjelaskan bahwa ia tidak bermaksud memeluk. 

“Jangan pegang-pegang!  Modus!”  Ashel mengangkat kepalan tangannya yang kecil sebagai bentuk ancaman, sayangnya tidak berarti apa-apa buat lelaki itu.  kalau kena tonjok kepalan kecil tangan Ashel, lelaki itu tidak akan mengaduh.  Paling meringis saja.  Ashel paling benci dimodusin laki-laki, dia tidak mau dikatain janda murahan.  Dia tidak mau dipandang rendahan.

Mata Ashel semakin melotot menatap lelaki yang tak lain adalah Fariz, seniornya waktu SMA yang pernah kena tonjok kepalan tangannya.  Andai saja kepalan itu mendarat lagi, maka itu adalah tonjokan yang kedua kalinya.

“Risoles?” ucap Ashel tanpa sadar.

“Apa?”

“Ah, mm... enggak.”  Ashel menggeleng.  Sepertinya Fariz kurang mendnegar apa yang dia katakan.

“Lain kali kalau mau bunuh diri di rel kereta api aja, dijamin ko’it.  Jangan di jalan raya begini.  Aku yang melihat pun nggak tega jadinya.” 

Ashel malah terbengong menyadari kalau dia baru saja melintas di badan jalan hingga membuatnya hampir terserempet.  Gara-gara ngedumel terus, jalannya pun melipir sampai ke tengah.  Ya ampun.  Dan Fariz?  Tentu sang penyelamatnya, tapi malah diomelin..

Fariz yang sudah basah kuyup itu berjalan menuju mobil yang terparkir di depan minimarket. 

Ashel melirik mobil silver yang melintasinya.  Fariz mengemudikan mobil dengan kaca mobil terbuka, sepertinya dia sengaja memelankan mobil saat melintas tepat di sisi Ashel.

Mata Ashel mengawasi Fariz.  Lelaki itu tampak jauh berbeda dari yang dia kenal saat SMA dulu.  Ketampanannya tidak berubah.  Postur tubuhnya yang tampak jauh berbeda, semakin gagah.  Bola mata  Ashel mengikuti gerakan lelaki itu.

MY BOSS IS MY LOVE (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang