Tepat jam empat sore, Ashel dan Naifa berjalan beriringan di koridor kantor setelah absen di mesin ceklok. Sebuah motor matic berhenti tepat di hadapan mereka saat keduanya sudah mencapai ujung teras. Lelaki yang mengendarai motor maic tersebut membuka kaca helm dan wajahnya yang sederhana pun terlihat. Tak lain Jonarhan, suami Naifa.“Duluan ya, Shel.” Naifa melambaikan tangan dan membonceng suaminya dengan posisi duduk miring. Tangan kanannya melingkar di perut suaminya.
Ashel termenung menatap Naifa hingga hilang dari pandangan. Betapa bahagianya Naifa, punya suami yang siaga. Naifa selalu diantar dan dijemput suami yang memang kebetulan bekerja di perusahaan itu, kecuali jika Jonathan tidak bekerja maka Naifa akan pergi ke kantor bersama Ashel. Lelaki itu bekerja di bagian produksi, yang sering disebut buruh harian dan mengenakan seragam warna biru. Tidak masalah dijemput suami dalam keadaan pakaiannya kotor dan bau, yang penting merasakan kehangatan satu sama lain. Ah, Ashel benar-benar merasa nelangsa melihat itu.
Andai saja...
Jangan berandai-andai, Shel. Berandai-andai hanya akan membuat pikiran menjadi kumuh akibat berharap pada sesuatu yang bukan pada tempatnya. Gumam Ashel.
Thin thin...
Ashel terkesiap dan pandangannya tertuju ke mobil yang kini bertengger di hadapannya. Fariz membuka kaca mobil dan menatap Ashel.
“Ambilkan ponsel saya di ruangan. Ponsel saya ketinggalan! Ambil juga map biru di meja saya, ada dokumen penting di dalamnya!” titah Fariz.
“Mpph... Saya, Pak?” Ashel menunjuk dadanya sendiri sambil celingukan menoleh ke kiri kanan, menatap pada orang-orang lain yang melintas di sekitarnya.
“Iya, kamu.”
“Oke, Pak!” Ashel berlari memasuki gedung.
Fariz menunggu dengan sabar sembari mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, para karyawan tampak sibuk lalu-lalang menuju parkiran dan mengeluarkan kendaraan masing-masing.
“Ini, Pak!” Ashel menyerahkan ponsel dan map yang langsung disambut oleh Fariz.
“Terima kasih. Ikut saya sekarang!”
Ashel membelalakkan mata. Apa tawaran itu tidak salah? Ashel diajak pulang barengan sama bos? Ashel senang mendapat tawaran itu, tapi rasanya tidak pantas.
“Hei, ayo masuk!” ucap Fariz menyadarkan Ashel yang melongo.
“Tapi... Laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dilarang berduaan, Pak.”
Fariz tersenyum mendengar ucapan Ashel. Anak magang yang satu itu memang polos dan lucu. Tak salah jika Fariz selalu tersenyum setiap mendengar ucapan gadis itu.
“Trus kalau kamu naik taksi, apa kamu nggak berduaan sama supir?”
“Dih, Bapak bisa aja. Kalau Bapak maksa ya udah, dengan keberatan saya ikut.” Ashel nyengir saat memutari mobil. Kesempatan emas kenapa harus disia-siakan? “Kok, dikunci, Pak? Katanya saya disuruh masuk?” Ashel mengguncang handle.
“Eh, sorry.” Fariz lupa membuka kunci.
Ashel masuk setelah handle berhasil dia buka.
Sejurus pandangan orang-orang di luar sana mengarah kepada Ashel yang masuk ke mobil bos dan Ashel merasakan tatapan itu.
Mobil melaju melewati gerbang.
“Nanti saya berhenti di sebuah kantor yang ada di perempatan jalan sana. Kamu antar berkas di map itu ke resepsionis di sana. Setelah itu jangan lupa ambil tanda serah terimanya,” titah Fariz.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BOSS IS MY LOVE (Sudah Terbit)
SpiritualBISA DIPESAN DI SHOPEE. Status Fariz yang awalnya adalah senior Ashel saat SMA, kini berubah jadi atasan di kantor setelah lima tahun berlalu. Pertemuan Ashel dan Fariz membuat Ashel jatuh cinta. Tapi sifat Fariz sulit ditebak, membuat Ashel jadi s...