"Pak, saya belum siap jawab. Ini terlalu cepat," ucap Ashel seraya melihat arloji di tangan. "Udah malem. Saya nggak terbiasa menerima tamu laki-laki malem-malem begini. Saya takut tetangga pada bergunjing kalau mereka ngeliat ada tamu laki-laki di jam segini. Entar mereka salah sangka lagi."
Fariz mengangguk. "Saya paham. Maaf kalau saya masih di sini. Abisnya saya digantungin."
Hening.
Hanya suara dentang jam yang terdengar.
“Mendingan sekarang Bapak pergi! Urusan Bapak udah kelar bukan? Minum Bapak juga udah habis,” tukas Ashel.
“Belum. Semuanya belum kelar.” Fariz menatap tajam manik mata hitam milik Ashel.
“Apanya yang belum kelar?”
“Makanya kamu cepetan jawab biar saya cepat pergi. Keliatannya kamu nggak nyaman banget dengan adanya aku di sini.”
“Makanya itu, Bapak cepet pergi kalo udah selesai ngomong.” Ashel memalingkan wajah. Jantungnya terasa lemah dengan situasi ini. Ia memang menginginkan hal itu sejak dulu, menikah dengan orang yang dia cintai, tapi kenapa malah gugup ketika lelaki yang benar-benar dia harapkan mengatakan ingin menikahinya? Ashel hanya butuh waktu untuk mempersiapkan mental.
Ashel memutar bola mata dan kini menatap ke arah pintu. Kenapa lelaki di depannya itu tidak juga pergi? Ia benar-benar sedang salting sekarang. Ia ingin menutupi mukanya dengan apa saja. Bagaimana mungkin ia tidak gugup ditembak lelaki yang sebenarnya sudah lebih dulu mencuri perhatiannya? Setelah ini ia merasa perlu untuk koprol dan teriak hore. Ah, gila!
“Kalau kamu masih butuh waktu berpikir, saya bisa bersabar untuk menunggu, tapi nggak lama. Saya tunggu sampai hatimu yang menjawab. Jangan kecewakan dirimu sendiri!” Fariz tersenyum sesaat setelah mengetuk lembut pucuk kepala Ashel, lalu ia berjalan menuju pintu dan melewati Naifa yang tersenyum simpul sejak tadi.
“Saya sedang meminta persetujuan temanmu untuk jadi istri saya.” Fariz menunjuk Ashel dengan dagunya. “Tolong beri tahu ke temanmu itu, jangan terlalu lama berpikir, jangan biarkan saya tenggelam dalam penantian panjang. Sedih banget itu, kan?” Fariz sok berpuitis ria.
Ashel geleng-geleng kepala mendengar perkataan Fariz yang blak-blakan, tidak ada beban saat mengutarakannya.
“Naifa, katakan pada temanmu itu, aku ingin menjadi suaminya.” Fariz langsung pergi setelah mengucapkan kalimat itu.
Naifa menutup pintu dan berlari ke arah Ashel.
“Ashel, apa bener yang dibilang Pak Fariz tadi?” Naifa berapi-api. “Ashel, ayo jawab dong. Kok, kamu diem aja, sih?”
“Naifa, aku ngerasa rendah diri. Fariz itu orang tajir, pasti dari keluarga terpandang. Trus gimana kalo janda kayak aku ini jadi istrinya? Lucu, kan?”
“Ya Tuhan, kamu ngomong apa, sih?” Naifa memutari kursi yang diduduki Ashel kemudian berdiri di sebelah kanan Ashel. “Statusmu itu sama sekali nggak merubah derajatmu. Pak Fariz pasti menilai tingkah lakumu, bukan statusmu.”
“Aku takut statusku ini akan jadi masalah di kemudian hari.”
“Apa kamu mencintai Pak Fariz?”
Pertanyaan jitu. Ashel berdebar untuk menjawabnya.
“Kamu nggak perlu jawab, aku temukan jawaban dari matamu, Shel.” Naifa tersenyum lebar kemudian memeluk Ashel. “Jangan sia-siakan cintamu itu, Shel. Kalian sama-sama suka. Sama-sama punya perasaan. Jangan biarkan dirimu kecewa hanya karena sebatas rasa rendah diri. Jika kamu yakin Pak Fariz adalah laki-laki baik, maka percayalah, Pak Fariz pasti akan menjadi suami baik pula untukmu.”
![](https://img.wattpad.com/cover/86485415-288-k232053.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BOSS IS MY LOVE (Sudah Terbit)
SpiritualBISA DIPESAN DI SHOPEE. Status Fariz yang awalnya adalah senior Ashel saat SMA, kini berubah jadi atasan di kantor setelah lima tahun berlalu. Pertemuan Ashel dan Fariz membuat Ashel jatuh cinta. Tapi sifat Fariz sulit ditebak, membuat Ashel jadi s...