Gadis bermata indah itu tersenyum dan berkata, “Biar saya ganti lauknya, ya?” gadis itu kemudian menatap Bik Mun yang terlihat sibuk mengurus pembeli lainnya. “Bik Mun, tolong ayam sambalnya sepotong.”
Ashel diam saja hingga dalam waktu singkat ia sudah duduk di sebuah kursi dan nasinya yang ditemani ayam sambal tersaji di meja depannya berkat tuntunan gadis yang kini duduk di hadapan Ashel.
“Saya nggak sengaja tadi. Kamu nggak pa-pa, kan?” tanya gadis berhijab itu dengan tatapan bersahabat. Jilbabnya sangat panjang hingga menutup sampai ke buku-buku jarinya.
Ashel terpana menatap wajah cantik itu, sungguh sempurna. Tutur katanya lembut dan fisiknya tidak ada yang bisa dicela. Begitu Agung ciptaan yang Maha Dahsyat. Ya Allah, maafkan Ashel yang merasa iri terhadap gadis sesempurna itu, gadis yang juga memiliki hak yang sama seperti ciptaan Allah lainnya. Ashel sempat bingung dengan sikap gadis itu, hari ini gadis itu terlihat sangat bersahabat. Tapi yang kemarin Ashel jumpai di apartemen seperti bukan gadis itu. Satu wajah tapi dua kepribadian, benarkah begitu?
“Maaf, kamu nggak pa-pa?” ulang gadis itu membuat Ashel tersadar dari angan-angannya.
Ashel menggeleng sembari tersenyum. “Nggak pa-pa, kok.”
Sebenarnya Ashel agak sedikit bingung melihat semua orang yang menganggukkan kepala saat mata mereka bertemu dengan gadis di hadapannya itu. Sepertinya gadis itu memiliki peranan penting di sana sehingga semuanya mengangguk patuh terhadapnya. Dia juga ramah dan sopan. Siapa dia?
“Siapa namamu?” tanya gadis itu.
“Ashel.”
“Aku Ayesha. Kamu karyawan baru di sini atau bagaimana? Sepertinya baru kali ini aku melihatmu.”
“Aku magang baru seminggu di sini.”
“Ooh.. Pantas aku jarang melihatmu. Oya, kamu yang kemarin datang ke apartemenku bukan?”
Ashel mengangguk.
Ayesha tersenyum. “Maaf ya, kemarin aku bersikap sedikit kurang menyenangkan. Aku pusing sekali waktu itu, dan ingin segera berbaring untuk menghilangkan rasa pening di kepala.”
“Nggak pa-pa.” Ashel sebenarnya ingin bertanya, kenapa gadis itu langsung mengayunkan pintu begitu Ashel menyebut nama Fariz bahkan mengatakan tidak punya waktu untuk iseng. Artinya nama Fariz cukup dikenal oleh gadis itu. Tapi Ashel tidak bisa mengajukan pertanyaan yang rasanya terlalu jauh, mereka baru kenal. Ashel takut Ayesha akan kembali kesal padanya seperti saat bertemu di apartemen.
“Eh, Mbak Ayesha. Pagi, Mbak!” sapa Alin dan dijawab dengan senyum manis oleh gadis di hadapan Ashel. Alin duduk di kursi membelakangi Ashel.
Ayesha. Nama itu melekat di kepala Ashel. Jika melihat wajah antara Alin dan Ayesha, tampaknya Ayesha lebih muda dari Alin. Lantas kenapa Alin memanggil Ayesha Mbak?
Ashel menoleh ke samping saat kursi di sisinya ditarik dan seseorang duduk di sana. Fariz. Lelaki itu terlihat begitu nyaman duduk di sana. Sulit dipungkiri kalau jantung Ashel berdebar-debar saat itu.
“Sepertinya kalian sudah cukup dekat meski baru bertemu,” tukas Fariz sembari menatap Ashel dan Ayesha silih berganti.
Bibir Ayesha membentuk senyum manis tanpa menjawab pertanyaan Fariz.
“Ashel, kamu pasti belum mengenal siapa perempuan yang duduk di depanmu sekarang,” ucap Fariz membuat alis Ashel terangkat tinggi penasaran. “Ini Ayesha, sudah selama dua tahun menjabat kepala staf di sini.”
Ashel mengangguk. Terjawab sudah pertanyaan yang sejak tadi menyerangnya. Pantas saja semua orang menghormati gadis itu. Oh tentu saja Ayesha mengenal Fariz cukup dekat, mereka bekerja di perusahaan yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BOSS IS MY LOVE (Sudah Terbit)
SpiritualBISA DIPESAN DI SHOPEE. Status Fariz yang awalnya adalah senior Ashel saat SMA, kini berubah jadi atasan di kantor setelah lima tahun berlalu. Pertemuan Ashel dan Fariz membuat Ashel jatuh cinta. Tapi sifat Fariz sulit ditebak, membuat Ashel jadi s...