23. Keras Kepala

20.6K 1.7K 77
                                    

Rembulan yang redup, mendadak terang benderang, menerangi dua insan yang sedang menuju kata halal.  Tiara berdehem, menyadarkan keduanya bahwa dunia bukanlah milik mereka berdua. 

“Ya sudah Bapak cepat pulang sekarang!  Dengan Bapak mendatangi rumah perempuan malem-malem gini, sama aja Bapak mengundang fitnah orang.”

“Oke, saya akan pergi.”  Fariz melangkah mundur.  Namun langkahnya terhenti.  “Tapi saya nggak akan pergi kalau kamu belum jawab satu pertanyaan saya.”

“Apa lagi?”  Ashel tidak sabar melihat Fariz belum juga pergi.

“Kita nikah, ya?”  Fariz menaikkan satu alis tanpa ekspresi.

Rasanya Ashel ingin menimpuk hidung Fariz yang mancung itu.  Masih saja Fariz menanyakan hal itu di tengah rasa gelisah yang membelit benak Ashel.

“Jawab!” desak Fariz.  “Kalau nggak mau jawab, saya akan tetap di sini sampe pagi.”

Ashel menatap mata bulat Fariz.  Hatinya bergetar menatap mata itu.  Tidak mungkin ia sanggup menolak Fariz.  Kemudian kepalanya mengangguk.  “Saya bersedia menikah dengan Bapak.”

“Ini yang saya tunggu-tunggu.  Saya akan bawa keluarga saya untuk melamarmu, kita menikah dua minggu lagi.”

“Apa?  Dua minggu?”  Ashel kaget.  Fariz ngebet apa terlanjur sayang?  Dua minggu adalah waktu yang singkat, kenapa Fariz memilih waktu sesingkat itu untuk persiapan pernikahan?

“Lebih cepat lebih baik.  Bosmu ini nggak main-main dalam mengambil keputusan.  Kamu nggak perlu memikirkan banyak hal, saya yang akan atur semuanya.  Kamu diam dan menunggu semuanya berubah menjadi halal.”

Ashel menarik napas dalam-dalam ditengah gemuruh yang menggejolak dalam dadanya.  “Berjanjilah, Bapak akan menjadi laki-laki yang mendampingi sisa umur saya.  Berjanjilah untuk mencintai saya.”

Fariz diam.

Ashel diam.

Keduanya bertukar pandang, menerka-nerka pikiran masing-masing.

“Bapak ragu?” tanya Ashel melihat Fariz yang hanya diam membisu.  “Bapak nggak bisa mencintai saya sampai tutup usia?”

“Justru kamu yang ragu karena harus menuntut janji dari saya untuk bisa mendampingimu sampai tutup usiamu, kamu nggak perlu menuntut janji, saya bukan pengkhianat.  Kalau saya menyakitimu, kamu boleh meninggalkan saya.  Kalau saya melukaimu, kamu boleh menuntut saya.  Rumah tangga dibangun untuk saling memiliki, saling melengkapi, bukan untuk saling menyakiti.  Apakah sikap saya selama ini yang terlihat gila nggak cukup membuatmu mengerti?” 

Kata-kata itu membuat Ashel terharu.  Ia meneteskan air mata.  Hatinya basah.  Baru kali ini ia merasakan suasana yang sangat menyentuh.  Hatinya tiada henti mengucapkan hamdallah, karena akhirnya cintanya berbalas. 

Subhanallah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallah, Allahu akbar!!!

“Saya pulang.  Jangan lupa, dua minggu lagi.  Saya yang akan atur semuanya.  Rumah saya akan menjadi saksi bisu pernikahan sakral kita.  Permisi.”  Fariz balik badan dan derap sepatunya memecah keheningan.  Dia menghilang di balik pintu mobil yang tertutup.

Deru halus mesin mobil menyadarkan Ashel kalau Fariz sudah pergi meninggalkannya.

“Ayo, masuk, Kak!  Nggak usah diliatin terus, Mas Fariz udah pergi,” seru Tiara membuat Ashel mengejar Tiara yang lari ngibrit memasuki rumah.

Ashel mengacak-acak rambut Tiara setelah sebrhasil menangkap bocah itu dan menggulingkannya di atas ranjang.  Itulah akibatnya jika terus-terusan ngeledekin Ashel.  Hukumannya rambut jadi keribo setelah diacak-acak.

Nada chat masuk membuat Tiara selamat dari amukan acakan badai.  Ashel meninggalkan Tiara dan menyambar ponselnya.  Dari calon suami.  Nama Fariz yang tertera di layar ponsel sudah cukup membuat muka Ashel merah merona.

Fariz
Kangen

Ashel membelalakkan mata.  Dih, nih cowok mulai.  Nggak sadar jadi bos apa?

Ashel
Jangan mancing-mancing

Fariz
Mancing di sungai, ini aku di jalan

Ashel
Pulang sana!

Fariz
Jangan galak-galak.
Tinggal menghitung hari aja kita nikah, loh

Ashel
Terus?

Fariz
Saya ingin menikah denganmu

Ashel
Ga usah dibilang terus

Fariz
Biar kamu selalu ingat soal itu.
Kenapa kamu galak sama saya?
Tapi nggak pa-pa galak, kamu cantik kalau galak

Ashel
Ngerayu itu temennya setan

Fariz
Noh, saya malah dibilang temen setan

Ashel
Rayuan itu menjerumuskan

Fariz
Itu bukan rayuan, tapi fakta

Ashel tersenyum, tapi juga geleng-geleng kepala.  Dasar keras kepala!  Fariz hobi banget nyerocos.  Kebiasaan apa penyakit?  Kayaknya perlu didoain deh kepalanya.

Ashel
Udah, ah.
Mau bobok

Fariz
E eeh… tunggu dulu.
Belum selesai ini

Fariz
Shel

Fariz
Shel

Fariz
Asheeel

Fariz
Ooh cewek

Fariz
Kok, diem?  Beneran udah tidur?

Fariz
Bales, dong!

Ashel
Mau nomor Bapak saya blokir?

Fariz
😭😭😭😭😭😭😭
Huaaah… Jangaaaan!

Ashel
Makanya diem

Fariz
Selamat tidur

Fariz kini fokus menyetir mobil.  Ashel tidak membalas chat yang baru saja ia kirim padahal tanda centang pada chat tersebut sudah berwarna biru, artinya chat sudah dibaca.  Ia menggenggam ponsel cukup lama. 


Bersambung

Mana nih yang nungguin Ashel _Fariz?  Cung dong 👆

MY BOSS IS MY LOVE (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang