“Kamu jangan sedih sama sikap Fariz ya, Shel,” lanjut Fatma sambil memutar badan Ashel supaya menghadap ke arahnya dan membelakangi Fariz. “Fariz itu memang suka bersikap aneh. Jangan pikirkan soal dia yang membiarkanmu tinggal sendirian, biarin Fariz sinting sendiri, kamu jangan ikutan sinting.”
Lah, anak sendiri dikatain sinting. Fariz mendengus.
Ashel tidak mau protes. Biarkan saja Fariz mendapat gelar sinting. Toh Mamanya sendiri yang memberi gelar tersebut. Memang Fariz kan rada-rada unik, wajar dibilang begitu. Lumayan Ashel nggak perlu capek-capek membalas perbuatan Fariz yang selama ini sedikit menyia-nyiakan perasaanya. Cukup balasan itu datangnya dari Fatma. Ampuni Ashel yang durhaka sama suami karena malah senang saat suaminya dibuli, Ya Allah.
“Nanti kalau Fariz bikin kamu sedih, kamu jangan sungkan ngadu aja ke Mama, ya. Trus kalau Fariz sampai bikin kamu nangis, kamu rendam aja Fariz di mesin cuci, udah itu giling sekalian. Biar pikirannya bisa bersih.”
“Emang baju bisa dicuci, Ma?” protes Fariz.
“Kamu nggak punya hak bicara di sini. Diem!” tegas Fatma membuat Fariz kembali membungkam.
Fariz kalah. Mana mungkin ia berani membantah Mamanya.
Pandangan Fatma kembali ke Ashel. “Jadi Shel, kamu butuh apa sekarang? Bilang ke Mama biar Mama sediain.”
“Sekarang belum butuh apa-apa sih, Ma. Entar kalau butuh gampang, aku bisa langsung bilang ke Mas Fariz. Ya kan, Mas? Kamu kan selalu penuhi kebutuhanku dengan baik, mulai dari uang belanja sampai keperluan lainnya. Jadi apa lagi?” sindir Ashel sembari menatap Fariz dengan senyum penuh kepura-puraan.
Fariz yang memahami arti senyuman dan sindiran Ashel, malah ikutan tersenyum dan mengangguk. Lebih baik begitu dari pada diskak lagi.
“Shel, kamu yakin nggak mau tinggal di sini?” tanya Fatma.
“Enggak, Ma. Bukan maksudku nggak suka tinggal di sini, tapi aku ingin mandiri dalam membentuk rumah tangga. Lagi pula Sabiya kurang suka kalau aku tinggal di sini.”
Dosa nggak sih ngadu begini? Tapi rasanya tidak salah jika Ashel bicara fakta, Fatma baru saja bilang supaya Ashel mengadukan apa saja yang dibutuhkan, dan sekarang Ashel butuh curhat.
“Siapa bilang Sabiya kurang suka sama kamu? Apa kamu ngeliat sikapnya yang nggak enak ke kamu?” Fatma bicara dengan mata melebar, ekspresi kaget yang berlebihan. Wajar, mama mertuanya emang unik, sama kayak Fariz.
“Dia bilang langsung ke aku, makanya aku pilih nggak tinggal di sini.”
“Lho lho lhooo.... Sabiya kok bisa begitu? Nanti Mama tanyain dia,” ucap Fatma penuh penekanan. “O ya balik ke soal rumah, Mama ada ide. Gimana kalau kalian beli rumah baru aja? Kalau duitnya kurang, biar Mama tambahin. Googling-lah rumah yang bagus dan cocok buat kalian, nanti kalau rasanya udah pas, bilang aja ke Mama, berapa kurangnya. Cucok, kan?”
“Cucok banget, Ma. Nanti aku bakal googling trus kabarin ke Mama kalau ada yang cocok,” sahut Ashel cepat. Tawaran Mama mertua sangat menggiurkan, terpaksa diterima dengan senang hati, jangan sampai dilewatkan.
“Papa mana, Ma?” tanya Ashel sembari mengedarkan pandangan dan tidak mendapati Papa mertuanya. Manusia super sibuk tersebut memang jarang ada di rumah. Bisa dihitung berapa kali ia bersitatap dengan Papa mertuanya di rumah itu.
“Udah, jangan tanyain Papamu, lagi nyari cewek mungkin dia.”
“Iih... Mama, ngelantur banget ngomongnya. Emang Mama rela kalau Papa punya Mama baru?” goda Ashel.
“Perempuan mana ada yang rela suaminya tidur sama perempuan lain?”
“Nah, tuh tadi ngapa ngomong gitu?”
“Iya, maksud Mama nyari cewek di sekolahnya Sabiya. Ya, Sabiya maksud mama. Papamu kan lagi jemput Sabiya les.”
Oh ternyata... Kadang-kadang ucapan Fatma memang perlu ditelaah matang-matang.
Setelah beberapa menit mereka berbincang, Ashel dan Fariz berpamitan. Mereka melenggang meninggalkan Fatma.
Langkah Ashel terhenti saat sampai di halaman dan berpapasan dengan Sabiya yang baru saja turun dari mobil Papanya, gadis itu memegangi tali tasnya dan sengaja menghadang langkah Ashel. Sementara mobil yang mengantar Sabiya langsung berputar dan pergi lagi.
Fariz yang tidak menyadari perbuatan Sabiya, sudah duluan masuk ke mobil.
“Kok, lo balik kesini lagi? Gue pikir lo udah minggat dan nggak muncul lagi di sini,” celetuk Sabiya dengan tatapan jijik dan senyum mencemooh.
Itu mulut apa keran bocor? Asal jeplak aja. Ashel gedeg.
“Hargai aku, aku Kakakmu sekarang!” tegas Ashel dengan nada penuh penekanan.
“Songong! Bangga banget ngaku-ngaku jadi bagian keluarga besar gue. Ngaca lo tuh siapa! Gue berharap banget Kakak gue pisahin elo.”
Oh... dasar bocah! Benar-benar menguji kesabaran! Baru saja Ashel merasa senang membiarkan Fariz dibuli Mamanya sendiri, eh sekarang giliran Ashel yang dibuli. Sama bocah cilik lagi. Keterlaluan!
“Jaga ya bicaramu!” Ashel menggertak.
“Biya, plis, udah!” tegur Fariz sambil menurunkan kaca mobil hingga pandangannya bertemu dengan Sabiya.
Begitu saja? Ashel sama sekali tidak puas dengan tindakan Fariz. Bahkan nada bicara Fariz biasa saja, tidak ada nada marah padahal istrinya diperlakukan buruk oleh Sabiya.
Sabiya berpaling dari Fariz kemudian kembali menatap Ashel. Dengan pandangan horor, dia berkata, “Kenapa janda ini bisa dinikahin sama Mas Fariz? Masih banyak gadis lain yang jauh lebih baik, nggak harus janda.”
“Sabiya, hentikan bicaramu!” teriak Fariz sembari turun dari mobil dengan wajah merah padam. Dia menghampiri Sabiya dan berdiri menghadap gadis itu dengan jarak dekat. “Apapun status Ashel, jangan sebut itu lagi, paham!”
“Kenapa Mas menutup mata dengan status itu?” lawan Sabiya dengan mata melotot. “Perempuan yang Mas bawa ke rumah ini memang janda. Dia janda. Janda!” pekik Sabiya sambil menunjuk-nunjuk Ashel.
Plak!
Untuk kali pertamanya Fariz mendaratkan tangannya ke pipi adiknya.
Ayo, terusin, Fariz. Pipi yang kiri lagi biar adil. Sorak Ashel dalam hati. Huh, entah bagaimana Ashel malah merasa senang melihat perseteruan antara kakak dan adik. Ampuni dia, Ya Allah.
Di sisi lain, Ashel agak heran dengan sikap Fariz yang langsung emosi begitu mendengar Sabiya menyebut Ashel janda? Apakah Fariz takut Ashel jadi sedih kalau kata janda disebut?
“Mas Fariz keterlaluan! Mas tega ngegampar Biya Cuma demi ngebelain perempuan asing ini!” Sabiya menangis histeris lalu berlari memasuki rumah.
TBC
Hayooo... Siapa yang ngaku nungguin My boss is my love kemarin, serbu ama komen dong. 😘😘
Next ga nih?
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BOSS IS MY LOVE (Sudah Terbit)
SpiritualBISA DIPESAN DI SHOPEE. Status Fariz yang awalnya adalah senior Ashel saat SMA, kini berubah jadi atasan di kantor setelah lima tahun berlalu. Pertemuan Ashel dan Fariz membuat Ashel jatuh cinta. Tapi sifat Fariz sulit ditebak, membuat Ashel jadi s...