45. Cuek, Ya Ampun

11.9K 1.3K 212
                                    

"Bapak mau kemana?" tanya Ashel sok perhatian. Ia mengikuti Pak Roby.

Pak Roby menoleh.

"Mau pulang?" tanya Ashel lagi. Entah kenapa tiba-tiba Ashel merasa perduli pada dosennya itu. Tatapan mata Pak Roby terlihat sayu, seperti menyimpan duka yang begitu dalam.

Pak Roby menatap Ashel dengan pandangan sayu. Matanya berair hanya dalam hitungan detik. Kemudian ia berkata, "Istri saya dirawat di sini." jawab Pak Roby kemudian kembali memutar badannya dan melenggang pergi.

Ashel termenung menatap kegalauan dosennya itu.

"Shel, mau kemana?" seru Fariz melihat Ashel mengikuti Pak Roby.

Ashel tidak menjawab.

Tanpa banyak tanya lagi, Fariz mengikuti Ashel.

Langkah Ashel begitu cepat mengikuti kemana arah Pak Roby. Belok kiri, belok kanan, melewati pintu kaca, sampai akhirnya Pak Roby memasuki pintu sebuah kamar.

Ashel berhenti di ambang pintu dan melihat kondisi di dalam kamar melalui sepetak kaca yang sejajar dengan wajahnya.

Fariz berdiri di belakang Ashel ikut memperhatikan kondisi di dalam kamar. Dalam hitungan detik, Pak Roby menangis sesenggukan. Pria itu menciumi wajah pucat istrinya secara bertubi-tubi. Selang infus menusuk di punggung tangan sang istri. Berbagai macam peralatan medis hampir menutup separuh wajah istrinya.

Pak Roby membungkuk dan menciumi kening istrinya. Tangannya mengusap-suap rambut di atas dahi wanitanya. Air matanya mentes-netes dan jatuh mengenai wajah istrinya.

Berkali-kali Pak Roby mengucapkan kalimat laaillaha ilallah. Serentetan doa terus mengalir dari mulutnya, ia terisak-isak. Tak henti ia memanggil istrinya dengan panggilan sayang.

Inilah yang membuat Ashel mengikuti langkah Pak Roby, hatinya tergerak ingin melihat kondisi istri Pak Roby yang katanya dirawat di sana.

"Pak Roby sayang banget sama istrinya, ya?" celetuk Fariz.

"Ya. Dia setia." Tanpa sadar Ashel menanggapi ucapan Fariz yang berdiri di belakangnya.

"Meski istrinya sakit lama, tapi dia nggak mau cari yang lain. Kalau laki-laki lain, mungkin udah nyari madu."

Ashel menoleh dan memberikan tatapan tajam. "Masih aja kamu ngebahas tentang laki-laki yang demen nyari istri banyak. Pak Roby nggak kayak gitu."

"Ya, itu maksudku tadi."

"Ooh... Jangan-jangan kamu yang kepengen punya banyak bini."

Fariz mengernyitkan dahi menatap tatapan horor Ashel. "Lah, kok ngamuk, sih? Aku salah ngomong, ya?"

"Iya."

"Kan aku nggak bilang Pak Roby keblinger cewek lain. Aku juga bukan salah satu dari orang-orang yang suka kegatelan."

"Aku nggak suka pembahasan kayak gitu, apalagi keluar dari mulutmu."

Fariz tersenyum. "Takut akunya jadi garong, ya? Aku cuma suamimu, kok."

"Diem, berisik!" Ashel menginjak sepatu Fariz dan langsung disambut dengan suara Fariz mengaduh kesakitan.

"Deuuh... ganas banget nih cewek. Baru beberapa minggu nikah udah dijejek terus, gimana kalau setahun?" Fariz bicara lirih.

"Apa?" Ashel melebarkan mata.

Meski Fariz merendahkan suara supaya Ashel tidak mendengar, tapi telinga Ashel terlalu tajam.

"Nggak ngomong apa-apa." Fariz cengar-cengir.

"Kamu jauh-jauh sana! Aku eneg bau parfummu."

Fariz ingin menjawab, tapi ya sudahlah, dia mengalah. Dia tahu istrinya sedang jengkel. Kalau api dibalas api, pasti apinya bakal membesar. Api harus dibalas dengan air supaya apinya padam. Fariz menurut. Dia menjauhi Ashel dan duduk di kursi jarak tujuh pintu dari Ashel.

MY BOSS IS MY LOVE (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang