21. Salah Paham

19.7K 1.6K 73
                                    

“Huhuuuu....” Tangis Ashel kembali pecah.

“Lah, kok malah nangis lagi?”  Fariz menggaruk caruk lehernya yang tidak gatal.

“Bapak nggak ngerti.”  Ashel kesal kenapa Fariz yang kemarin mengejar-ngejar dirinya, tiba-tiba berpindah ke lain hati hanya dalam waktu sesingkat itu.

“Iya, nggak ngerti.  Makanya jelasin!”  Fariz maju selangkah, lengan kokoh Fariz spontan meraih pundak Ashel dan membawanya ke pelukannya.  Kepala Ashel jatuh di dadanya.  Tangan lainnya mengelus jilbab Ashel.  “Jangan menangis!  Saya akan membuat keadaan kembali normal.  Kedatangan saya ke dalam kehidupanmu bukan untuk membuatmu bersedih, tapi untuk kebahagiaannmu.” 

Suara lembut Fariz bagaikan air sejuk yang menyiram raga Ashel, memberikan ketenangan dalam diri Ashel, meski sesungguhnya hatinya masih ngilu akibat ucapan Fariz di mikrophone tadi.

“Saya nggak mau kamu menangis,” lirih Fariz. 

“Bapak! Jangan curi kesempatan,” pekik Ashel dan melepaskan diri dari dekapan lengan kokoh itu dengan menampik tangan Fariz yang melingkar di punggungnya saat menyadari pipinya merasakan detakan jantung Fariz.  Kebablasan.  Ini adalah kesalahan besar.  Ia sudah membiarkan diri jatuh dalam pelukan lelaki.  Tapi sungguh, pelukan itu membuatnya merasa nyaman dan damai sehingga ia larut dalam pelukan yang menenangkan.  Kini ia sadar tidak seharusnya membiarkan semua itu terjadi.  Dosa.

Fariz mengulum senyum.  “Reflek itu.  Akibat nggak tegaan ngeliat kamu nangis.”

Ashel ingin meninju Fariz yang berani membujuk dan bahkan memeluknya. 

“Ya sudah, kamu jangan nagis terus.  Kan sudah saya bilang, kamu kalau nangis itu jelek.”

Ashel kembali mengusap wajahnya yang sembab dengan telapak tangan.  Dia menarik napas supaya hatinya tenang dan tangisnya berhenti.

“Kita kembali ke tempat tadi.  Ayok!”  ajak Fariz yang sudah berjalan meninggalkan Ashel beberapa langkah.

Ashel berjalan melewati Fariz dengan langkah cepat, membuat Fariz kuwalahan mengikuti langkah Ashel yang seperti dikejar anjing gila.

“E eh, mau kemana?” Fariz menarik lengan Ashel yang berjalan menuju ke arah pengantin.

“Mau kasih selamat sama mempelai pengantin, udah itu langsung pulang.”

“Loh, saya belum suruh kamu pulang.”

“Saya yang mau pulang, Bapak mau apa?” Jiwa merajuk dalam diri Ashel kembali muncul.  Dia terlihat begitu manja pada Fariz.  Dia ingin dibujuk, ingin diperhatikan.

“Saya nggak ijinkan kamu pulang.”

“Trus kita mau ngapain lagi di sini?  Makan udah, Bapak nyanyi dengan suara fals juga udah, trus apa lagi?”

Fariz menghela napas menatap kekesalan di wajah Ashel.  Dia tersenyum lalu berkata, “Ya sudah, kita pulang.”

“Bapak kalau masih belum puas di sini ya jangan pulang.  Saya bisa pulang sendiri, kok.”

“Kamu jangan begitu, dong.  Kan saya yang jemput kamu, masak kamu pulang sendiri.  Kalau ceritanya begitu, rasanya saya jadi seperti lelaki nggak komitmen.  Oke, kita pulang.”

Ashel berjalan menuju ke arah pengantin yang berdiri menyalami tamu lainnya, Fariz menyusul di belakangnya.

Ashel mengulurkan tangan dan menjabat tangan Ayesha, mengucapkan selamat menempuh hidup baru.  Ashel juga mengucapkan selamat kepada Reihan dan dibalas senyum kebahagiaan oleh Reihan.  Lelaki itu bahkan sempat bicara banyak pada Ashel, kalau dia sangat bahagia atas kedatangan Ashel.

MY BOSS IS MY LOVE (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang