(6) Perbincangan

514 44 0
                                    

931

Terima kasih banyak untuk yang sudah membaca sampai di sini.

Pastinya banyak kekurangan dari karya saya ini.

Yang selanjutnya
InshaAllah akan lbh baik lagi.

Ini adalah bagian 6 dari sekitar 50 bagian yang akan saya tulis.

Sekali lagi
Terima Kasih

####


   Dia memilih duduk pada tumpukan majalah bekas yang kuikat menjadi satu. Aku buka gorden kamarku agar cahaya pagi bisa masuk. Cahaya hanya semakin memperlihatkan betapa berantakan kamarku ini. Buku di mana-mana, belum lagi perlengkapan teater, terutama data-data pementasan, kertas-kertas yang terlihat tidak berguna.

"Kau datang dengan siapa?" Tanyaku.

"Dengan beberapa asisten pribadiku"

Sial... aku, keluargaku bahkan tidak punya satupun. Tapi bukan itu masalahnya.

"Kamu sedang menggarap sebuah pementasan?" Tanya moniq.

"Ya.. kenapa?"

"Bolehkah aku melihatnya?"

"Melihat apa?" Aku sedikit bingung.

"Latihannya, prosesnya."

"Bukan sesuatu yang enak untuk dilihat. Bukankah aku yang seharusnya bertanya padamu?"

"Ah, iya. silahkan kalau begitu. Tapi aku benar-benar ingin melihatnya. Tapi silahkan."

Aku berpikir tentang apa yang seharusnya aku pertanyakan pertama kali.

"Apakah memang nama aslimu..." Belum selesai aku bertanya, dia memberiku ktp nya. 

Tertulis di sana........

Aku benar benar Delieza Monique

Yang benar saja

Sepertinya aku berkhayal. Aku menggoyangkan kepalaku, lalu membacanya lagi.
Kali ini tulisannya

Delieza Moniqeu

Malang, 22 November 1998

Benar saja, dia baru berumur 17 tahun. Bukan kelahiran dari sini.

"Kau tinggal di mana?" Tanyaku.

"Tidak terlalu jauh, hanya 30 menit dari sini."

"Rumahmu?"

"Ya, milik ayahku. Salah satu properti miliknya. Di setiap kota besar selalu ada tiga rumah. Kadang lebih."

Kalau kota besar di negara ini ada 4 saja, dia punya 12 rumah. Orang macam apa dia?

"Aku ke sini sudah cukup lama. Aku sengaja bersekolah di jakarta agar dekat denganmu. Beda umur kita 7 tahun dan aku kesini sejak SMP. Artinya saat aku kelas 1 SMP, kau sudah lulus SMA. sangat sulit mencarimu saat itu." Tiba-tiba dia bicara tak berhenti.

"Maaf. Kenapa kau mencariku? Kalau boleh tahu..." Tanyaku dengan penuh kebimbangan.

"Karena aku menyukaimu tentunya. Memangnya karena apa lagi?"

*****

Sesaat aku merasakan keheningan

Tak ada suara apapun yang terdengar.

Seakan aku sedang di luar angkasa di mana tak ada udara untuk menghantarkan gelombang suara.

"Maaf. Bisa kah kau ulangi kata-katamu barusan?" Tanyaku lagi.

ZoeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang