Di dapur, di bawah rak, kubuka rak piring yang ada di bawah kemudian ada lubang selebar tangan yang sepertinya gagang. Aku mencoba mengangkatnya. Cukup tebal, cukup berat. Ada tangga ke arah bawah. Terlihat cahaya redup yang sepertinya penerangan dari dalam.
"Suara itu dari dalam sana. Apakah harus kita cek?" tanya Fibi.
"Tentu saja Fi." Jawab Moniq.
Kami menuruni tangga satu per satu, harus sedikit membungkuk ketika masuk karena ukuran pintu masuk lorong ini tak begitu besar. Ternyata lorong itu masih berlanjut, berkelok-kelok. Tak seberapa jauh dari pintu masuk terdapat lampu merah yang berkedip dan sebuah speaker di sebelahnya.
"Suara itu muncul dari sini." Ucapku.
"Tapi sumbernya bukan dari sini kak. Coba lihat kabelnya." Sahut Chycil.
"Kabelnya mengarah ke dalam. Kita harus mengikuti ke mana ujung kabel ini berakhir." Jawabku.
"Apakah aman?" tanya Fibi.
"Aman. Tidak ada orang lain di sekitar sini." Jawab Chycil.
"Maksudku bukan itu. Mungkin ada jebakan atau semacamnya."
"Ya. Kita harus waspada. Hal semacam itu tidak bisa dirasakan oleh klonku."
Kami putuskan untuk mencari ujung dari lorong ini. Lorongnya cukup panjang. Kami sudah berjalan selama lebih dari 5 menit dan tak kunjung sampai. Lorong ini terbuat dari balok-balok kayu tebal dengan penerangan lampu kecil di setiap belokan.
"Ini seperti semacam labirin." Ucap Moniq. "Tapi kita tidak mungkin tersesat kan?"
"Ini lorong satu jalur, tidak ada persimpangan. Tidak mungkin kita tersesat." Jawabku.
"Mungkin jebakan halusinasi." Sahutnya.
Tak lama kemudian kami sampai. Aku mencari saklar lampu dan kunyalakan. Ruangan ini cukup luas. Mungkin sebesar ruang kelas di sekolah. Ada pendingin ruangan, jam dinding, kalender, papan dinding yang besar dengan banyak pin yang menempel dan bekas sobekan kertas. Banyak kertas-kertas yang tersusun rapih di rak meja, lebih tepatnya ruangan ini penuh dengan berkas-berkas. Ada meja besar dengan dua komputer, salah satunya masih menyala. Layar hitam dengan tulisan besar berwarna hijau
"Hello"
Aku duduk di kursi kayu yang cukup berdebu. Moniq berkeliling melihat berkas-berkas, Fibi menemaninya. Chycil di sampingku, melihat ke layar kemudian melihatku.
"Haruskah kita jawab?" Tanyaku.
"Jawab saja kak."
"Tapi kita tidak tahu siapa yang mengirimkan pesan itu."
"Mungkin saja itu Kakek Jack, Buyutmu."
Kata-kata Chycil membuatku penasaran. Mungkin saja dia benar.
"Hei, aku menemukan ini." Fibi menemukan sebuah Display Books berisi potongan foto-foto jarak jauh.
"Di sini ada fotoku, foto moniq dan juga foto kakak." Sambungnya.
Memang benar, banyak foto kami. Foto orang tuaku, orang tua Moniq, kakek-nenek kami dan entah foto siapa. Mungkin saudara dari kakek-nenek kami, saudara jauh kami.
"Kak, itu siapa yang mengirimkan pesan?" Tanya Fibi.
"Ada kertas!" Teriak Moniq terkejut melihat kertas terjatuh dari dalam Display Books.
Aku segera mengambilnya dan membaca tulisannya.
Tertulis "Lihat ke layar dan balas pesanku."
Ternyata pengirim pesan di layar komputer sudah mengetahui bahwa kami pasti datang ke tempat ini.
"Balaslah kak. Cepat ketik." Paksa Fibi.
Kubalas "ya. Siapa di sana?"
Kami semua terdiam, tegang dan penasaran menunggu balasan.
"....... jack....."
Itu Jack.
Kakek Jack.
Akhirnya kami menemukannya. Wajah kami perlahan tersenyum, saling melihat satu sama lain. Lalu datang lagi pesan..
"kalian berempat jangan terlalu lama berada di sana. Aku khawatir anak buah Bill akan menemukan kalian."
Dia tahu jumlah kami.
"Bagaimana dia tahu bahwa kita ada empat orang?" Tanya Moniq heran.
Aku segera membalas "Kakek tahu siapa kami?"
".....ya... ada kamera di beberapa sudut rumah..... Segera ambil handphone yang ada di balik kalender ..... ada brankas dengan kode 220202 ..... keluar lewat pintu rahasia di balik rak yang ada di tengah..... tekan buku di sebelah kanan... buku keempat dari atas, ketiga dari kanan..."
DUARRRRRRRR!!!!!
Terdengar suara ledakan dari luar.
"Aku tidak merasakan apapun." Ucap Chycil panik.
"Aku juga tidak merasakan kehadiran siapapun." Sahut Moniq.
Aku juga tidak merasakan apapun dalam jarak seratus meter.
".... cepat lakukan apa yang kukatakan...."
Fibi dengan sigap membuka kalender dan benar ada brankas di baliknya. Dia menekan kode dan brankaspun terbuka, ada handphone model lama di dalamnya. Chycil juga mulai menghitung buku di rak yang dimaksud, lalu menekan buku itu. Rak itu sedikit maju, membuat celah kecil di belakang yang dapat di tarik. Moniq pun menariknya dan terdapat sebuah lorong.
"...... segera matikan komputer ini dan ambil harddrivenya .... hancurkan lorong tempat kalian masuk dengan kemampuanmu .... lalu keluar dari tempat ini.... aku akan menghubungi kalian lagi..."
Kami pun melakukan apa yang kakek minta. Moniq mematikan komputer dan mengambil Harddrivenya sementara aku menghancurkan lorong tempat kami masuk.
DUAKKK!!! DUAKKK!!! DUAKKK!!!
Entah suara apa itu tapi suara itu membuat Fibi, Moniq dan Chycil ketakutan.
"Mobil kita hancur... aku tidak tahu bagaimana..." Chycil bicara dengan badan gemetar. "Rumah juga bernasib sama."
"Cepat keluar!" Ucapku.
Kami bergegas keluar. Lorong ini hanya lurus dan tanpa penerangan, namun terlihat cahaya di ujung lorong ini. kami berlari sekuat tenaga dan ternyata lorong ini berakhir di tepi sungai kecil. Aku melihat ada perahu kecil yang terikat.
"Ayo cepat naik." Ucapku tergesa-gesa.
Segera saja mereka naik dan duduk di perahu itu, aku yang terakhir naik dan segera melepaskan ikatan. Aku dan Fibi mendayung perahu, Chycil memastikan situasi.
"Aku yakin tidak ada yang mengikuti. Kita sendiri sudah sangat jauh dari rumah itu kak." Chycil bicara dengan sangat ketakutan.
"tenanglah Chyl, kita akan baik-baik saja. Kakak sudah lebih kuat sekarang." Fibi coba menenangkan.
Moniq melihatku dengan mengerutkan dahi. "Kamu tidak merasakan apapun?"
"Iya. Kamu juga bukan?"
"Iya. Kita semua tidak merasakannya. Chycil tak melihat sosoknya sementara kita tidak merasakan pikirannya. Pertanyaannya adalah bukan 'siapa' tapi 'apa' yang sebenarnya menyerang kita."
Kami semua terdiam di atas perahu yang mengarah entah kemana. Moniq segera mengecek dengan gps di mana kami berada. Handphone yang kami ambil dari ruangan itu sampai saat ini masih tidak berdering. Kupikir kakek akan mengarahkan kami lagi segera setelah kami meninggalkan ruangan itu tapi ternyata tidak.
"Kita mengarah ke Sungai Kapuas."
###
940 kata
Vote dan komentar makasih banget lho kawan-kawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zoey
Science FictionAku hanya seseorang yang menyukai seni dan tidak terlalu peduli dengan keadaan dunia ini. setelah virus menyebar dan banyak orang menjadi korban, mau tidak mau aku harus ikut ambil bagian dalam misi menyelamatkan umat manusia.