(46) Mumbai

95 14 0
                                    

Aubrey tidak hanya memiliki satu kemampuan. Selain dapat tembus pandang alias menghilang, ia juga seorang pendeteksi. Kami cukup beruntung dengan keberpihakannya. Jika dia tetap berada dalam kelompok bill, tentu kami akan kerepotan.

"Sebentar, ada yang ingin aku bawa." Andre pergi entah kemana namun tak lama kemudian dia kembali. Dia mengganti sweeternya dengan jaket kulit. "Ayo."

Kami langsung kembali ke Mumbai.

Aku tetap menghilangkan keberadaan kami, berjaga kalau-kalau ada hal berbahaya. Segala sesuatunya kini telah berubah. Kami harus selalu waspada. Aubrey memejamkan matanya. Dia mulai mencari ari dengan kemampuannya.

"Jangan sampai ari tertangkap oleh bill. Dia akan jadi bahan percobaan yang dapat membahayakan kita semua."

Andre sudah berpikiran sejauh itu.

Aubrey membuka matanya, melihatku lalu bertanya, "Memangnya apa kemampuan ari?"

"Maaf kami tidak dapat memberitahukannya padamu."

Aubrey memandangku dengan sinis, "Lalu bagaimana... aku... bisa menemukannya...?" Dia bicara dengan nada tinggi dan panjang serta menggerakkan tangannya seakan aku tidak paham apa yang dikatakannya.

Betapa bodohnya aku ini. Mengapa aku tidak berpikiran ke sana? Dengan terpaksa kami pun memberitahunya. Ekspresinya mulai berubah dari wajah kesal menjadi wajah tak percaya.

"Astaga... ternyata ada manusia yang memiliki kemampuan seperti itu. Sekarang aku paham mengapa kalian berusaha membawanya sebelum kakek berengsek itu mengambilnya."

"Sudah. Diam saja dan cari anak itu." ucap andre.

Aku tak tahu kenapa namun andre terlihat kesal.

Aubrey kembali memejamkan matanya dan mulai mencari ari. Aku dan andre melihat-lihat keadaan di sekitar kami. Lingkungan di tempat ini begitu kumuh. Jalanannya becek dan kotor. Sebagian besar jalan, dinding serta atap rumah berwarna kecoklatan. Sampah berserakan di mana-mana. Hampir tidak ada pepohonan. Baunya pun busuk.

"Aku menemukannya." Dengan tetap memejamkan mata, ia menunjuk ke salah satu arah dan bicara, "ia sedang berjalan dengan ratusan warga lainnya. Jaraknya sekitar 20 km ke arah sana."

Dengan cepat andre memegang tangan kami dan memindahkan kami. Kami sampai di jalan raya yang sepi.

"Di mana ini? Di mana dia?" kata aubrey heran.

Aku dan aubrey celingukan, mencoba mencari ari. Aku tak melihat seorang pun di sini. Andre berjalan meninggalkan kami.

"Anak itu masih 1 km di depan. Mengapa kau memindahkan kami ke tempat ini?" Tanya aubrey kesal.

Sambil tetap berjalan dan tak memedulikan kami, andre menjawab, "Kau mungkin masih bisa merasakannya, namun batasku hanya sampai di sini. Aku tidak bisa mendekatinya lebih dari ini. Kita harus berjalan. Bodoh."

Andre tidak ramah seperti biasanya. Aku tidak tahu apa penyebabnya. Tapi kata-katanya memang benar. Aku bahkan tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya aubrey yang masih bisa mengendalikan kemampuannya. Saat ini kami sangat rentan untuk diserang. Untunglah, ternyata andre mengambil pistol sebelum kami pergi tadi. Mungkin saat ia mengganti jaketnya.

"Maaf. Aku hanya membawa dua pistol." Andre melemparkan pistol kepadaku lalu memandang aubrey dengan sinis. Sepertinya dia tidak begitu menyukainya.

Kami berjalan lurus mengikuti arah jalan. Jalanan ini begitu sepi tapi aubrey bilang di ujung jalan sana banyak orang yang sedang berjalan kaki. Untunglah banyak pepohonan di samping jalan yang menyelamatkan kami dari panasnya sinar matahari.

ZoeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang