"Dari mana ia tahu namaku?"
Pertanyaan itu terus terngiang di kepalaku.
Tapi mungkin itu bukan namaku.
Orang macam apa yang menulis pesan di jaketnya?Jaket macam apa itu?
Ah,pertanyaannya bukan itu
Pertanyaannya adalahSIAPA DIA?
Apakah aku mengenalnya? Dari mana? Siapa perempuan berhidung mancung yang kukenal, yang sekiranya lari ketika aku mencoba mendekatinya.
Siapa???
Aku yang pelupa ini memang akan kesulitan dengan hal semacam ini. Aku harus minta bantuan. Orang terdekatku yang mungkin bisa membantuku hanyalah Kamal. Segera setelah urusanku selesai, aku berangkat ke rumah Kamal yang letaknya tak jauh dari rumahku.
Aku benar-benar tidak bisa tenang. Pikiranku kacau. Tak bisa bekerja sebagaimana mestinya. Teman-temanku sering kali melihatku termenung. Mau bagaimana lagi? Pikiranku isinya hanya tentang dirinya. Aku tidak bisa fokus. Dia terus berada di dalam kepalaku. Jaket itu, hidung itu, rambut itu, sepatu itu, satupun tak ada yang membuatku mengingat, siapa dia.
Ya, dia yang aku tak tahu siapa.
SIAPA?Aku banyak menghabiskan waktu untuk berpikir, terutama ketika aku berada di atas panggung yang memang suasananya sunyi, tempat terbaik untuk berpikir.
Hanya Kamal yang bisa membantuku. Dari tadi dia belum membalas chat-ku. Apakah dia sedang sibuk? Ah, ternyata karena pesanku tak terkirim. Gedung ini menghalangi sinyal. Aku cepat-cepat menuju ke bagian luar gedung walau pentas sebentar lagi akan dimulai. Terburu-buru namun hati-hati. Aku juga tak ingin pementasan ini berantakan karena diriku.
Akhirnya pesanku terkirim.
Dan banyak pesan masuk.
Aku melihat tidak ada yang aneh kecuali satu.Nomer tak dikenal
Nomer siapa ini?
Perasaanku semakin tak karuan.
Apakah ini dia?
Dengan tangan gemetar, aku membuka pesan itu.
"Benar-benar tidak ingat denganku?"
Ya, ini mungkin dia.
Aku harus bagaimana?Dia sampai memiliki nomerku.
Siapa dia sebenarnya?
Akh, tapi, aku bisa langsung bertanya kepadanya. Tidak ada ruginya jika aku bertanya kepadanya.
Gemetarku masih berlanjut ketika aku mencoba mengetik.
"Siapa kau?"
Aku belum bisa menulis banyak.
Dengan badan gemetar, aku kembali masuk ke dalam gedung. selesai sudah jika sinyal menghilang. keringatku mengucur deras dalam ketakutanku.
Aneh.
Kenapa harus takut???
Dia bukan seseorang yang ingin membunuhku bukan?
Aku tidak memiliki musuh walaupun beberapa orang sedikit tidak menyukaiku.
Beep
Pesan itu dibalas, sesaat sebelum sinyalku hilang total.
"Mari kita bicara setelah pertunjukan ini selesai."
............
............
............
DIA DI DALAM GEDUNG INI
Detak jantungku semakin kencang, seperti genderang drum dobel pedal.
Aku belum mencapai posisi di atas panggung, namun aku melewati bangku penonton yang perlahan mulai terisi. Aku tegaskan satu per satu. Dalam cahaya yang buram ini, aku tak melihat apapun. Waktu mendesakku untuk segera ke atas dan bersiap-siap.
Untuk menuju ke posisiku, aku harus menaiki tangga darurat di sebelah kiri panggung, tinggal lurus ke atas, langsung ke posisiku. Tapi ada jalur kedua yaitu melalui tangga penonton, yang menuju ke lantai tiga.
Di tangga kayu berwarna coklat gelap itu terlihat ada kertas putih seperti catatan seseorang. Tidak mungkin sebuah surat. Mungkin catatan milik seorang kawanku.
Kuambil dan kucoba cek, kubaca...
"Ku tunggu kau di lobbi setelah kau selesai dengan semua tugasmu. Aku juga tak ingin mengganggumu. Agar kau tak terlalu pusing lagi, kuberi tahu saja. Kau dan aku pernah bertemu, dulu sekali, dan tak sempat berkenalan.
"Kau memang sungguh pelupa. Sedikipun tak ingat aku. Namun aku tau siapa dirimu.
"Namaku... Delieza Monique"
###
baca sampai bab 6
semoga tidak mengecewakanterimakasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Zoey
Science FictionAku hanya seseorang yang menyukai seni dan tidak terlalu peduli dengan keadaan dunia ini. setelah virus menyebar dan banyak orang menjadi korban, mau tidak mau aku harus ikut ambil bagian dalam misi menyelamatkan umat manusia.