"Val.. Lo mau gak jadi pacar gue?", tanya Radit to the point.
Aku terdiam sejenak. Mencerna kalimat yang baru saja diucapkan Radit. Apakah ada masalah dengan telingaku? Atau aku sedang bermimpi karena terlalu lama menunggu Radit. Seseorang tolong cubit aku. Katakan bahwa ini semua bukan mimpi. Atau jika memang ini hanya mimpi, maka aku mohon jangan bangunkan aku. Ini sungguh mimpi yang indah.
"Jadi gimana Val?", tanya Radit memastikan.
Keningku berkerut. Jadi ini semua bukan mimpi?. Dadaku terasa sesak. Kupu-kupu rasanya ingin berterbangan dari perutku. Oh Tuhaaan... Bahagianya.
"Pacar Lo?", tanyaku memastikan.
Ia mengangguk.
"Tapi ini bukan pacar seperti kebanyakan orang..", imbuhnya lagi.
Lipatan di keningku semakin bertambah seiring dengan ucapan darinya barusan. Kupu-kupu yang tadinya berterbangan tiba-tiba jatuh satu per satu.
Pacar yang tidak seperti kebanyakan orang? Apa maksudnya?.
"Jadi gini.. Lo tau kan kalo gue suka sama Cilla. Dan ya.. Gue pikir Lo juga tau kalo selama ini gue berusaha PDKT sama Cilla, tapi belum berhasil. Gue juga tau dari gosip yang beredar Lo suka sama gue..", ucap Radit terputus.
Kalimat terakhir Radit menyadarkanku. Bagaimana dia tau kalo aku suka sama dia. Padahal aku jarang bahkan tidak pernah sama sekali memperlihatkan bahwa aku suka sama dia. Oh Tuhaann... Bagaimana ini?
"Jadi Lo mau gak jadi pacar pura-pura gue? Buat Cilla cemburu dan akhirnya keadaan berbalik. Dimana biasanya Cilla yang gur kejar, berubah jadi dia yang ngejar gue...", ucapnya lagi.
"Kalo Lo tanya keuntungannya apa? Gue bisa kasih beberapa alasan. Tapi mungkin aja Lo gak berharap. But.. Gue tetep mau kasih tau... ", ucapnya yang lalu memberi alasan keuntungan jika mau menjadi pacar pura-puranya.
Aku masih saja terdiam ketika Radit selesai dengan ucapannya. Aku masih menimbang keputusan yang akan ku ambil. Dan nampaknya Radit tidak masalah dengan waktu yang kuminta saat ini untuk berpikir.
15 menit berlalu. Sepertinya Radit mulai lelah dan ingin tahu jawabanku. Sedang aku? Masih berusaha keras mencari jawaban yanh terbaik.
"Jadi gimana? ", tanyanya memecah keheningan.
Aku yang masih bingung, entah mendapat kekuatan dari mana tiba-tiba saja mengangguk. Oh Tuhan.. Apa yang baru saja kulakukan?.
"Oke.. Itu berarti tandanya Lo mau. So.. Mulai sekarang kita pacaran pura-pura", ucapnya membuatku meringis sakit.
Radit menggamit tanganku. Membawaku ke arah parkiran yang entah kenapa saat ini masih ramai. Padahal biasanya dalam waktu kurang dari 15 menit parkiran sudah sepi. Cobaan apa lagi ini Tuhan?
"Sorry Dit.. Tangan gue.. ", ucapku memprotes. Aku rasanya agak risih ketika tangan kami bergandengan. Tapi Radit seolah tidak mendengar ucapan protesku barusan.
Banyak pasang mata melihat kami. Jujur, aku sangat risih dengan tatapan mata mereka. Aku hanya bisa menunduk. Benar-benar tidak berani menatap ke depan seperti Valen biasanya.
Langkahku terhenti tepat ketika langkah Radit juga berhenti. Aku sedikit mengangkat kepalaku untuk memastikan ada dimana aku saat ini.
Radit mengulurkan helm yang ku ketahui Ia ambil dari jok belakang motornya. Aku menatapnya sejenak. Bertanya menggunakan isyarat untuk apa helm itu.
"Pake nih.. Mulai sekarang, elo berangkat dan pulang bareng gue..",ucapnya.
"Emang harus? Kenapa?", tanyaku polos.
"Ya.. Karena Lo sekarang pacar gue. Ups.. Sorry maksudnya pacar pura-pura gue", ucapnya ringan tanpa mempedulikan perasaanku.
Aku tersenyum miris. Apa keputusanku salah?. Pertanyaan itu mengitari otakku.
Radit memberi isyarat untukku agar segera naik ke jok motornya. Aku hanya menurut.
"Rumah Lo dimana? ", tanyanya.
Aku menjawab dengan detail agar tidak salah jalan nantinya.
Suara mesin motor mulai menggema. Radit mulai menjalankan motornya menyapa kasar aspal jalanan. Beberapa pasang mata yang melihat kami memberikan ekspresi penasaran. Bagaimana tidak? Cassanova sekolah mengantarkan orang sepertiku untuk pulang. Apa tidak salah lihat mereka? Apa mata mereka tidak mengalami kerusakan saat ini?.
Aku mencoba mengalihkan perhatianku dari Radit. Melihat kanan-kiri jalanan yang cukup ramai tapi masih lancar.
15 menit berlalu. Motor Radit tepat berhenti di depan pagar rumahku. Aku ingin menyuruhnya langsung pulang. Takut jika Mamahku yang saat ini sedang libur dari kerjanya yang jadwalnya sangat padat melihat kami.
Bukan.. Bukan karena Mamahku melarang membawa temanku pulang. Tapi aku malas berurusan panjang dengan celoteh candaannya nanti.
Dan sialnya.. Mamahku sedang berada di depan pintu. Mengerling manis dan tersenyum ke arahku. Aku hanya bisa menangkupkan telapak tanganku ke wajahku.
Tak ada niatan untuk mengajak Radit masuk. Begitupun Radit. Ia nampak tidak masalah jika Ia tak kuajak masuk ke rumah untuk sekedar istirahat sejenak.
"Ya udah gue pulang dulu Val. Gue harap kerjasama kita berhasil", ucapnya.
Aku lagi-lagi tersenyum. Tak ada niatan menjawab dengan sepatah kata.
Radit sudah menyalakan mesin motornya dan bersiap untuk pergi pulang.
"Eh.. Ada temennya Valen? Eh temen atau pacar nih? Masuk dulu yuk. Kenalan dulu sama Mamah.. ", ucap Mamah menginterupsi tepat ketika Radit hendak pergi.
Aku hanya cengo mendengar ucapan Mamahku. Temen atau pacar? Please deh Mah.. Jangan malu-maluin Valen. Radit pun hanya tersenyum malu.
#TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGIC SHOP [COMPLETE]
Teen Fiction"Lo mau jadi pacar gue?" "Tapi bukan pacar seperti biasanya!" "Namun mengapa kamu tak mencoba untuk menengok ke belakang. Cobalah tengok sejenak kesana. Kelak kau temukan sebuah cinta dibalas cinta. Sebuah sayang dibalas sayang. Bukan seperti dulu d...