29

12.1K 543 12
                                    

"Gue mau lo ikut makan seblak. Kita tanding makan seblak, yang kalah harus nurutin keinginan yang menang.  Gimana?  Setuju?,"

Aku tahu Kefas tidak mungkin langsung menyetujui permintaanku barusan.  Ia tipe orang yang tidak bisa makan pedas.  Sama sekali tidak bisa.  Kalaupun dipaksa, akan ada efek sampingnya. 

"Kalo gue gak mau,  lo bakal tetep marah sama gue?,"

Aku mengangguk.  Sungguh,  ini sebenarnya hanya sebagai permainan saja.  Aku harap Kefas tidak menganggap serius. 

"Oke.  Ayo,  mau challenge dimana?,"

Aku terkejut.  Bagaimana bisa Ia meng'iya'kan ajakanku barusan.

"Mmm..  Di rumah lo aja gimana? Gue udah lama ga main ke rumah lo,"

Kefas mengangguk pasti.  Ekspresinya mencoba untuk biasa saja.  Tetapi jika ditelisik lebih dalam,  ada rasa khawatir yang sangat besar dari sorot matanya.

***

Satu mangkuk besar berisi seblak sudah ada di meja balkon atas rumah Kefas. Ekspresi Kefas terlihat begitu cemas.

"Fas,  kayanya kita gak usah seblak challange deh.  Lo kayanya khawatir gitu,"

"Hah?  Gue?  Khawatir?  Ngga kok.  Lo kali yang khawatir,"

"Fas..  Gak usah aja ya.  Biar gue yang habisin ini semua," bujukku lagi.

Dia menggeleng cepat.

"Ga bisa.  Ayo kita mulai!,"

Kefas langsung mengambil mangkuk di depannya dan mengisi dengan seblak.   Porsi yang diambil tidak bisa dikatakan sedikit.  Itu cukup banyak. 

Kali ini aku yang ketar-ketir.  Aku khawatir apa yang akan terjadi selanjutnya. 

Kefas mulai menyantap seblak yang ada di mangkuknya.  Aku masih menatapnya.  Khawatir jika sesuatu terjadi. 

Satu suapan.  Dua suapan.  Lima suapan. Tidak ada tanda-tanda siaga.  Aku mulai bisa menghilangkan rasa khawatir yang ada.

"Lo kok gak makan?," tanya Kefas.

Aku yang sedang memerhatikannya seketika tersadar.  Ku-isi mangkukku dengan seblak. Dan mulai memasukan seblak itu ke mulutku.

Kefas baru saja menghabiskan seblak yang ada di mangkuknya.  Sedang aku masih menyisakan sekitar seperempat. Wajah Kefas terlihat memerah. Keringat sudah bercucuran di dahinya. Wajahnya benar-benar tidak karuan. 

"Fas,  Are you okay?,"

Kefas mengangguk. Ia sama sekali tidak menyentuh air putih di depannya.

Ia mencoba mengambil porsi tambahan seblak yang masih ada.  Aku menahan tangannya.  Tatapan matanya seolah bertanya alasanku.

"Lo udah makan banyak.  Nanti lo sakit.  Udah cukup!," ucapku.

"Gak.  Gue ga bakal sakit.  Gue harus habisin ini!," ucapnya keras kepala.

"Kefas..  Please..," ucapku.

Dia masih keras kepala untuk mengambil porsi tambahan seblak,  aku sama sekali tidak bisa membantahnya. 

Sudah sejam sejak seblak challange usai.  Aku dan Kefas kini masih berada di balkon atas rumah Kefas. Bercerita satu sama lain.  Ah tidak.  Tepatnya hanya aku.  Kefas hanya menjadi pendengar saja. Atau sesekali hanya menanggapi dengan satu atau dua patah kata atau hanya dengan isyarat. 

Wajah Kefas menampakkan ekspresi bahwa Ia sedang merasakan sesuatu atau lebih tepatnya kesakitan. Tapi Ia tetap berusaha mendengarkan ceritaku.

"Fas,  are you okay?," aku mengulangi pertanyaan itu lagi.

"Yeah,  I'm okay..,"

Tapi seketika Ia memegang perut bagian kirinya.  Seingatku disana merupakan letak lambung.  Itu kalau aku tidak salah.  Tangan Kefas menekan daerah itu, mencoba menghilangkan rasa sakit. 

"Fas..," ucapku khawatir. 

"Gue gak papa kok. Cuma nyeri aja.  Mungkin tadi gak minum," alasannya. Ia langsung menyambar gelas yang ada di meja dan menghabiskan isinya. Tapi sepertinya tidak berubah.  Ia masih saja merasa kesakitan.

"Fas... Lo gak papa.  Apa yang sakit?"

"Gue gak papa..,"

"Lo jangan keras kepala.  Gue tau lo ngerasa sakit.  Apa susahnya sih bilang apa yang lo rasain ke gue?," teriakku. 

Entahlah apa yang kurasa saat ini.

"Lo marah sama gue Val?," tanyanya lembut. 

Emosiku benar-benar meluap kali ini. Ia selalu mengalihkan topik pembicaraan.

"Fas,  gue tanya lo sakit apa ngga?  Sekarang kita lagi ngomongin tentang lo.  Bukan tentang gue..," ucapku dengan nada tinggi.

"Gue gak papa.  Lo jangan marah sama gue ya Val,"

"Kefaaaasssss...," teriakku.

Aku benar-benar bingung dengan keadaan ini. Apa susahnya sih dia mengakui kalo dia gak dalam keadaan baik-baik aja. 

Kini Ia memulai pembicaraan kembali.  Sepertinya sudah lebih baik dari sebelumnya. 

Aku melirik arloji mini di pergelangan tanganku.  Sudah sore. Saatnya pulang.

"Fas..  Udah sore nih, gue balik dulu ya..,"

Kefas melirik layar ponselnya,  mungkin memastikan pukul berapa saat ini.

"Gue anter ya..,"

"Ngga usah.  Biar gue naik taksi aja,"

"Kan lo sekarang lagi di rumah gue.  Masa iya gue ga nganter lo pulang.  Gak sopan lah,"

"Tapi...,"

"Sekalian nanti gue jelasin ke Mama lo kalo lo tadi main kesini.Biar gak ada salah paham nantinya..," ucapnya enteng. 

Wah..  Kefas benar-benar berubah.  Pemikirannya menjadi lebih dewasa. 

"Tapi...,"

"Udah. Yuk gue anter..," ucapnya sambil menarik lembut pergelangan tanganku.

Kami menuju ruang garasi  rumah Kefas.  Tapi di ruang tengah bertemu Mama Kefas.  Alhasil aku berpamitan terlebih dahulu. Bahkan tidak berpamitan, kami bercerita lebih dulu sedang Kefas mempersiapkan mobil yang akan digunakan untuk mengantarku. 

"Ya ampun..  Valendra,  kok kamu tambah cantik sih. Kok sekarang jarang main kesini?  Kan tante kesepian..,"

"Hehe..  Iya tante makasih.  Kemarin banyak kegiatan, Tan.  Lagian kalo kesini Kefasnya kan gak ada Tan," ucapku mencari alasan.  Tidak mungkin kan,  aku menjelaskan bahwa kami bertengkar begitu lama?.

"Oh..  Jadi kalo kesini cuma mau ketemu Kefas aja?," ucapnya sambil tertawa meledek.

"Nggak lah Tan.  Mau ketemu tante juga sama yang lain.  Tapi kan kalo gak ada Kefas jadi ga bisa alesan main kesini.  Padahal niatnya mau ketemu Tante..," ucapku sambil tertawa. 

"Kamu ini bisa aja...,"

"Gimana tan butiknya? Udah lama juga gak main ke butik tante..,"

"Ya gitu, makanya sering main dong. Kan tante pengin juga main sama kamu..,"

Pipiku tiba-tiba memanas.  Ah apa ini.

"Wah..  Ceritanya asyik banget.  Kefas gak diajak lagi..,"

"Emang kamu mau ngomongin butik ?," tanya Mama Kefas.

Kefas langsung diam.  Ia tidak menjawab pertanyaan Mamanya. Ia hanya memberi isyarat bahwa mobil untuk mengantarku sudah siap. 

"Ya udah tan, Valen pamit dulu ya.  Tante juga sering-sering dong main ke rumah.  Mama sering nanyain tante loh..,"

"Oh jadi yang dicariin cuma mama gue aja?," ucap Kefas ketus. 

"Iya deh..  Besok-besok ya.  Hati-hati loh.  Kefas jangan ngebut!,"

"Iya ma,  iya..," ucap Kefas.

#TBC
Haihaaii..
Welcome back...

-Bisa sisain cowo kaya Kefas satu?-

MAGIC SHOP [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang