55

12.3K 532 15
                                    

Sudah tidak terhitung berapa kali aku berteriak meminta diturunkan. Sudah tidak terhitung berapa tetes air mata yang keluar dari kelenjarnya. Bahkan masih keluar sampai saat ini.

Sebuah ide gila muncul dalam kepalaku. Bagaimana jika aku memecahkan jendela dan keluar dari taksi ini?.

Oke. Sepertinya itu bisa dilakukan. Tapi menggunakan apa?. Tatapanku terhenti pada heels yang kupakai saat ini. Sepertinya aku harus berterimakasih kepada Gita yang sudah memaksaku menggunakan heels ini.

Pada hitungan ketiga, aku akan memecahkan kaca jendela taksi ini. Bagaimanapun caranya.

1.

Aku mulai menghitung dalam hati.

2.

Oke satu angka lagi harus kulewati lagi.

Ti-

Belum sampai aku selesai mengucapkan angka 3, taksi sudah berhenti di sebuah tempat, bagaimana aku menyebutnya ya?. Intinya ini tempat yang biasanya ramai, tapi menjadi sedikit sepi saat ini. Biasanya terang, dan entah karena apa menjadi sedikit redup.

Pak supir tadi keluar dari taksi dan membukakan pintu untukku.

"Loh, neng kenapa?," tanyanya polos.

Aku yang masih sesenggukan tambah bingung ketika pak supir bertanya keadaanku.

"Pak, kok sa-ya diturunin disini?," ucapku pada akhirnya.

Pak supir terdiam. Oke 2 menit sudah berlalu. Dan. Belum. Ada. Jawaban.

"Neng.. neng ngomong apa sih?," ucapnya sambil melepaskan earphone yang menyumpal telinganya.

Oh jadi dia memasang earphone di telinganya. Pantas saja.

"Kok saya diturunin disini pak?," tanyaku lagi.

"A-apa? Kurang keras Neng?," ucapnya lagi.

Heol. Kurang keras bagaimana?. Padahal nada suaraku sudah kubuat lebih tinggi dari biasanya.

Ku ambil selembar kertas dari tasku dan segera menuliskan pertanyaanku.

"Oh, ngga tau neng. Saya cuma disuruh mengantar neng kesini,"

Mengantar? Disuruh?. Siapa sebenarnya dalangnya.

Siapa?. Aku menuliskan kata itu dan ku tunjukkan ke pak supir itu.

"Mas ganteng, neng. Pake jas,"

Pake jas?. Siapa lagi?.

"Neng kenapa nangis?," tanyanya setelah mungkin menyadari mataku yang berair.

Aku hanya menggelengkan kepala. Bagaimana mungkin aku menjelaskan yang terjadi. Yang ada darahku naik ke ubun-ubun.

"Ya udah neng masuk aja!,"

Masuk?. Aku berpikir sejenak.

Ini bukan sebuah tempat yang menyeramkan. Sama sekali tidak. Hanya saja, tanpa kutahu alasannya tempat ini lebih sepi dari biasanya.

Mungkin jika aku masuk, aku akan tahu siapa dalang dari semua ini. Aku menatap pak supir untuk kembali meyakinkan diriku. Sepertinya aku bisa percaya beliau.

Aku melangkah secara perlahan. Menghilangkan sedikit rasa takut yang perlahan memudar. Tidak ada yang aneh dari tempat ini.

Lilin.

Ada lilin yang menyinari sepanjang jalan ini. Siapa juga yang memasang lilin disini?. Apa ada orang sedang mencari pesugihan. Heol. Sepertinya aku sudah terlalu banyak terkena virus film dan novel fantasi serta cerita mistis Mbak Santi.

MAGIC SHOP [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang