Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Apa aku harus pura-pura pingsan? Tidak. Itu tidak baik.
Tubuhku terputar 180 derajat menghadap seseorang. Aku sama sekali tidak berani melihat wajahnya. Aku tidak salah. Dia yang salah. Tapi aku malu. Itu yang harus kalian tahu.
Wajahku diarahkan untuk ke depan oleh orang itu. Tapi aku tetap bersikeras untuk memejamkan mata.
"Lo kenapa? Kaya abis liat setan aja?," tanya orang itu.
"Gue liat sesepuhnya setan," balasku sambil mencoba memutar tubuhku agar tak menghadapnya. Nihil. Usahaku tak berhasil.
Kemana sebenarnya bang Alfa dan Gita? Kenapa mereka tega sekali?
"Buka mata lo!,"
"Gak mau. Gue takut liat demit,"
"Kan lo yang bilang tadi, kalo gue sesepuhnya setan, bukan demit. Ngapain takut coba?,"
"Ya tapi tetep aja,"
"Lo mau disangka orang buta baru?,"
"Bodo,"
Suara ketawa yang aku yakin milik Gita masuk ke pendengaranku. Kenapa dia malah ketawa? Kenapa gak bantuin aku?.
"Melek atau..,"
"Atau apa?,"
"Lo maunya apa?"
Aku diam.
"Lo mau jadi istri gue?,"
Sial. Dia mulai mengungkit peristiwa tadi malam. Dan kalian tahu, Gita tambah terkikik geli. Teman macam apa dia? Dasar teman macam-macam.
"In your dream," ucapnya sambil tertawa keras. Aku yakin beberapa pengunjung kafe menatap ke arahku.
Aku menatap ke arahnya tajam. Rasa maluku sudah hilang. Kini digantikan oleh rasa kesal dipermainkan. Dia pikir aku ini apa? Aku boneka?. Iya boneka barbie. Tapi satu yang harus dia tahu, kalo kata om Vino G. Bastian, gak ada cowo yang mainannya barbie. Ya itu kalo dia cowo sih, kalo bukan ya mungkin aja mainan barbie.
Aku tidak memperdulikan dia, Gita, dan Bang Alfa. Aku melangkah pasti ke arah luar. Kali ini keputusanku sudah bulat.
Ah. Panas sekali. Kenapa matahari ikut-ikutan mengejekku sih? Akhirnya ada taksi lewat. Ku lambaikan tanganku ke arah taksi tersebut.
"Mau kemana mba?," tanya supir tersebut.
Ah iya, aku belum memikirkan tujuanku kali ini. Mau kemana aku?. Pulang? Aku terlalu gabut dirumah. Jalan? Tapi mau kemana?.
Aku membuka kunci ponselku, mengetikkan sesuatu dan mengirimnya. Siapa? Tunggu saja.
"Pak, ke kafe ini ya," ucapku sambil mengarahkan layar ponsel yang sedang menampilkan aplikasi maps.
Tidak sampai 20 menit, aku sudah berada di dalam kafe. Aku langsung mencari orang yang ingin kutemui. Dia disana. Di sudut ruangan sedang asyik dengan laptopnya.
"Kefaaaas...," aku berteriak membuat beberapa pengunjung kembali melihat ke arahku. Sudah berapa kali dalam sehari ini aku menjadi pusat perhatian?.
Orang yang kupanggil sama sekali tidak menengok ke arahku. Sedang apa dia? Kenapa sampai-sampai tidak mendengar teriakanku.
Pantas saja, telinganya disumpal dengan headphone. Sebuah ide gila muncul di kepalaku. Bagaimana jika aku membuat Kefas terkejut. Sepertinya lucu.
Pertama. Ku lepas salah satu headphone yang menyumpal telinganya. Selanjutnya, ku teriakkan namanya secara keras tepat di telinganya yang sudah tidak tersumpal headphone.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGIC SHOP [COMPLETE]
Teen Fiction"Lo mau jadi pacar gue?" "Tapi bukan pacar seperti biasanya!" "Namun mengapa kamu tak mencoba untuk menengok ke belakang. Cobalah tengok sejenak kesana. Kelak kau temukan sebuah cinta dibalas cinta. Sebuah sayang dibalas sayang. Bukan seperti dulu d...