Setelah memperkenalkanku sebagai pacar barunya, aku dan Radit meninggalkan Cilla dan dayang-dayangnya yang masih tak percaya. Ya mereka memang harus tidak percaya. Toh aku dan Radit tidak benar-benar ada dalam hubungan yang dilandasi cinta. Sekali lagi, hubungan ini dilandasi oleh keterpaksaan.
Langkahku terhenti membuat Radit berhenti pula. Ia menatapku sejenak. Mencari jawaban atas tindakan yang baru saja kulakukan.
"Sorry ngagetin. Tapi ini kelas Lo..," ucapku sambil menunjuk ke arah pintu satu ruangan.
"Tapi gue bakal nganterin Lo ke kelas Lo dulu...," ucapnya membuat semua orang yang ada di koridor melihat ke arah kami. Bahkan beberapa wanita yang mengharap Radit berteriak iri.
"Dan.. Mulai sekarang di depan semua orang except kita berdua dan yang tau hubungan kita, Lo dan gue harus manggil sayang atau cinta atau terserah lo deh. Gaya bicara kita juga jangan aku-kamu kalo bisa...," ucapnya melanjutkan. Kali ini Ia hanya berbisik mendekatkan bibirnya ke telingaku.
Reaksi teman-teman? Teriakan mereka tambah menggila.
Radit kembali menggamit tanganku. Menyatukan telapak tangan kami. Saling mengisi diantara ruang kosong jari kami. Tanganku yang mendingin berubah 180 derajat menjadi hangat karena saluran kehangatan dari tangannya.
Sikapnya yang manis ini membuat beberapa orang membuntuti kami ke arah kelasku. Tentu saja dengan berbagai modus luar biasa.
Tak berselang lama, kami sudah sampai di depan pintu ruang kelasku.
Radit melepaskan tanganku. Mengarahkan tangan tersebut ke puncak kepalaku. Mengacak rambutku sebentar.
"Belajar yang rajin ya sayang..," ucapnya ringan.
Sayang? Demi apa? Dia manggil aku sayang? Ma.. Jika ini mimpi jangan bangunkan aku Ma. Aku mohon. Seorang Radit Pradipta Nugraha. Si cassanova. Manggil aku yang notabene cewe biasa dengan panggilan sayang?.
"Jangan mikirin aku mulu," imbuhnya.
Radiiitt... Kesambet apaan si? Salah sarapan pagi.
"Jangan bengong dong. Udah sana masuk..," perintahnya. Aku mengikuti tanpa membantah.
1 langkah. 2 langkah. 3 langkah.
Aku berbalik. Kembali menghadap Radit dan berjalan ke arahnya.
Sungguh. Aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi dengan sistem sarafku saat ini. Apakah impuls yang diberikan salah? Atau ada serabut yang terputus?
"Kamu juga ya. Belajar yang rajin. Sampai ketemu nanti istirahat, sayang...," ucapku.
Radit sendiri yang mendengar ucapanku sepertinya terpaku. Mungkin saja Ia tak percaya dengan apa yang baru saja kulakukan. Jangankan dia, aku sendiri saja malu.
Aku langsung berbalik dan masuk kelas. Anak-anak kelasku menatap ke arahku tajam seperti hendak menerkam.
Gita menarik tanganku cepat sebelum aku sampai ke tempat dudukku.
"Lo.. Lo.. Utang penjelasan sama gue Len..," ucapnya cepat.
Sepertinya Ia belum bisa mengatur nafasnya setelah melihat kejadian barusan.
Aku menatapnya datar.
"Gimana bisa Lo jadian sama Radit? Kapan Lo jadian sama dia? Kapan Lo PDKT? Wah.. Tega lo.. Gak cerita sama gue. Sahabat macam apa Lo?," ucapnya panjang lebar.
Aku masih saja menatapnya datar. Belum mau menjawab pertanyaan dari Gita.
"Jawab dong Len... Ah.. Lo mah gitu deh..," ucapnya cemberut. Gayanya benar-benar lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGIC SHOP [COMPLETE]
Teen Fiction"Lo mau jadi pacar gue?" "Tapi bukan pacar seperti biasanya!" "Namun mengapa kamu tak mencoba untuk menengok ke belakang. Cobalah tengok sejenak kesana. Kelak kau temukan sebuah cinta dibalas cinta. Sebuah sayang dibalas sayang. Bukan seperti dulu d...