Sudah berapa lama aku meminjam bahu Kefas?. Aku menegakkan kembali kepalaku. Menatap Kefas yang sepertinya bingung dengan keadaan.
"Gue gak papa,"
Kefas mengangguk.
"Mau?," tawarnya menyerahkan sekaleng minuman isotonik.
Aku mengambilnya.
"Makasih,"
Ia mengangguk. Segera kubuka dan kuteguk cairan isotonik dari kaleng tersebut, menyisakan setengah dari volume penuh kaleng.
"Gue bodoh ya Fas,"
Kefas diam. Sepertinya Ia membiarkanku berbicara.
"Kok gue bisa-bisanya berubah gara-gara cowo kaya gitu ya?. Apa hebatnya dia sih?," ucapku menerawang.
Pandanganku kosong. Pikiranku entah terisi oleh apa saja.
"Kok bisa gue suka ah tidak, kok bisa gue jatuh hati sama cowo yang seenggaknya natap gue sekali aja ngga. Kok bisa gue kaya gini ya?,"
Air mataku kembali menetes. Kapan terakhir kali aku menangis ya?.
"Gue udah move on, tapi kenapa liat dia sama yang lain tetep sakit ya?," aku terisak.
"Apa gue belum 100%? Apa masih 75%? Terus kapan? Terus kapan?," ucapku tercekat.
Kefas menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia menatapku dalam. Tepat di manik mataku.
"Gue pernah baca dan denger, seseorang untuk move on perlu sebuah pelarian...," Ia menghentikan kalimatnya.
"Gue siap jadi pelarian lo, demi bisa lupain Radit sehingga lo bisa hidup bahagia. Sehingga lo bisa bener-bener move on dari dia,"
Aku terkaget saat mendengar penuturan dari Kefas. Dia? Mau jadi pelarianku?. Apa aku tidak salah dengar?.
"Lo bisa pertimbangkan jawabannya kok. Gue berusaha selalu ada buat lo,"
Aku sedikit bernafas lega. Setidaknya aku tidak dipaksa untuk memberi jawaban saat ini.
"Dan satu lagi, gue gak suka liat lo nangis," ucapnya.
-
Siang ini aku memutuskan untuk ikut pergi ke kantin bersama Gita. Tidak hanya menemaninya, aku juga berniat memesan beberapa makanan. Mama tetap menyiapkan bekal, hanya saja kali ini aku ingin mencicipi kembali masakan kantin sekolah.
"Val, lo cari tempat duduk deh, biar gue yang pesen," Gita bersuara.
Aku pun mengedarkan pandanganku ke sekeliling kantin, mencari tempat kosong. Dapat. Aku segera berjalan menuju meja tersebut dan duduk di kursinya. Kulambaikan tanganku ke arah Gita yang sepertiny mencari keberadaanku.
"Nih bakso tanpa mie nya," ucap Gita.
"Makasih pelayanku," aku bercanda.
"Oke sama-sama. Jangan lupa dibayarin sekalian ya punya gue,"
"Dasar lo..,"
Kami kembali menikmati pesanan masing-masing. Aku dengan semangkuk bakso. Gita dengan sepiring nasi goreng.
"Val.. Gimana keadaan Radit kemarin?,"
Aku tersedak. Batuk sebentar. Gita segera mengarahkan segelas es jeruk padaku.
"Belum sampai mati kok," ucapku. Entahlah. Aku masih kesal.
"Uh. Jahat juga lo. Serius nih, gimana keadaan dia?,"
"Kenapa sih emangnya? Lo suka?,"
"Waduh. Jangan cemburu dong,"
"Ngga lah. Ngapain cowo kaya dia dicemburuin," ucapku ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGIC SHOP [COMPLETE]
Teen Fiction"Lo mau jadi pacar gue?" "Tapi bukan pacar seperti biasanya!" "Namun mengapa kamu tak mencoba untuk menengok ke belakang. Cobalah tengok sejenak kesana. Kelak kau temukan sebuah cinta dibalas cinta. Sebuah sayang dibalas sayang. Bukan seperti dulu d...