Aku berjalan bahkan sedikit berlari. Mama sudah memanggilku sebanyak tiga kali. Bisa-bisa semakin lama aku berjalan nada suara Mama akan semakin meninggi. Dan bisa-bisa ahli THT akan mendapat tambahan pasien.
"Siapa sih Mah?,"
"Liat sendiri deh,"
Mendengar jawaban Mama, tahu sendiri detak jantungku akan seperti apa bukan?. Pembuluh darahnya memompa darah lebih cepat. Bahkan sepertinya hampir copot.
Kalian tahu hati kecilku berharap siapa? Ya tentu saja dia.
Dengan penerkaan yang begitu banyak, detak jantung yang tak terkontrol aku melangkah cepat menuju pintu depan. Cepat tapi tidak berlari. Gengsi kali. Haha.
Dua langkah dari pintu aku berhenti mendadak. Perasaanku campur aduk sekarang. Apa yang akan ku katakan padanya?. Ekspresiku harus seperti apa nanti?. Dan bagaimana tingkahku nanti?.
"Hai.. ada apa? Tumben kesini?," aku mencoba berbicara sendiri, seolah-olah dinding depanku adalah dia.
"Ngga..ngga. Ngga boleh gitu. Suaraku harus lebih lembut," aku berucap lagi
Aku mencoba dengan kalimat yang sama pada percobaan kedua. Tentu saja dengan suara yang lebih lembut.
"Ngga boleh gitu. Itu keliatan centil banget," lagi-lagi aku berucap sendiri.
Aku menarik dan menghembuskan nafasku secara kasar. Bagaimana ini?
"Loh dek, kok masih disitu?," Mamah melihatku dari ruang tengah.
"Eh.. em..," aku belum selesai berucap.
"Ituloh udah ditunggu. Kasian kan lama nunggunya,"
"I..iya ma," balasku cepat.
Aku melangkah sedikit ragu lebih dekat dengan pintu. Menarik gagang pintu perlahan.
Dan.
Kalian tahu siapa orang di depan pintu? Ah, bagaimana ya menjelaskannya. Intinya bukan Radit, tapi seorang bapak-bapak.
"Maaf pak cari siapa ya?,"
"Cari mbak Valen,"
"Ada apa ya?,"
"Ini ada titipan buat Mba Valen,"
Aku melirik pada sebuah kotak yang dipegang oleh bapak itu. Sepertinya aku tidak memesan apapun dari online shop.
"Mba, mba Valen?," bapak itu bertanya.
Aku mengangguk pelan.
"Kalo gitu, ini titipan buat Mba," ucapnya lagi sambil menyerahkan kotak itu padaku.
"Dari siapa pak?,"
"Mungkin di dalamnya ada mba, soalnya tadi ada di agen dan harus diantar hari ini,"
"Terimakasih ya pak," ucapku sambil menyerahkan tanda terima yang sudah kutandatangani.
Aku melangkah masuk setelah bapak pengirim itu pergi.
"Apaan dek?," tanya Mama.
Aku memberi isyarat sambil menatap kotak yang ada di tanganku. Mama mengangguk dan mengizinkanku kembali ke kamar.
Siapa coba yang ngirim paket kaya gini? Atau dari bang Ivan? Kali aja hadiah kelulusan. Atau dari Papah.
Mari kita buka dan singkirkan semua prasangka dan rasa penasaran.
Sambil memikirkan siapakah orang-orang yang bisa disebut tersangka dari kasus ini, aku membuka kotak secara perlahan.
Dress? Gaun? Ah apapun itu, aku tidak tahu menyebutnya dengan sebutan apa, karena aku bukan penggila fashion pada intinya ini adalah baju yang sangat cantik. Kembali ke pertanyaan pertama, siapa pengirimnya? Aku masih mencari tanda-tanda yang bisa dijadikan bukti.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGIC SHOP [COMPLETE]
Teen Fiction"Lo mau jadi pacar gue?" "Tapi bukan pacar seperti biasanya!" "Namun mengapa kamu tak mencoba untuk menengok ke belakang. Cobalah tengok sejenak kesana. Kelak kau temukan sebuah cinta dibalas cinta. Sebuah sayang dibalas sayang. Bukan seperti dulu d...