45

11.2K 502 1
                                    

Hari terus berlalu. Sudah berapa kali bumi berotasi selama setahun ini? Ah, tapi sepertinya ada yang harus lebih diperhatikan, materi matematika dan fisika contohnya.

Aku berjalan membawa tumpukan buku yang tadi dipinjam dari perpustakaan. Sialnya, hari ini adalah jadwal piketku. Ditambah lagi tidak ada yang berniat membantuku. Jadi, ya seperti yang kalian kira, aku membawanya sendiri. Untungnya ini sesi keduaku menuju perpus.

Jangan tanyakan Gita dulu. Dia sedang sibuk mengurus berkas universitasnya. Aku tidak mau mengganggunya dulu.

Braakk..

Apa aku menabrak sesuatu? Ah, si anak nakal sekolah berlarian menabrakku. Apa mereka kekurangan kegiatan? Apalagi setelah itu tidak mau membantu untuk menyusun kembali buku-buku ini!

Aku kembali menata buku-buku tebal dengan sumpah serapah yang keluar dari bibirku. Apa-apaan ini? Bahkan adik kelas yang sedari tadi lewat tidak ada niatan membantu.

Tunggu. Bukannya aku menata buku sendiri? Kenapa ada yang ikut menumpuk buku disini?. Aku melihat kearahnya.

Radit. Ah, apa aku sudah memberitahu bahwa dia sudah berangkat sekolah? Ada sedikit kemajuan, tapi tidak penting untukku. Tapi biar kujelaskan untuk kalian yang mungkin saja jadi penggemar rahasia Radit. Gipsnya sudah dilepas.

"Gue bisa sendiri! Lo bisa pergi dari sini!" ucapku ketus.

Dia menatapku aneh. Terserah dengan pikirannya. Aku hanya tidak mau berurusan dengan dia!.

Tapi dia belum berhenti membantuku. Apa kini pendengarannya terganggu?!.

"Gue pikir lo gak tuli!," ucapku lagi.

Ku ambil 3 buku terakhir yang tercecer, kutumpuk jadi satu dengan buku yang sudah rapi dan langsung membawanya menuju perpus. Meninggalkan Radit. Aku tidak ingin melihatnya!

Beberapa adik kelas ada yang menatapku tak suka.

"Kalau kalian mau diambil aja sana!," ucapku tajam pada seorang adik kelas yang menatapku sangat tak suka.

Aku tidak suka dipandang seperti itu. Sudah cukup semuanya. Sudah cukup aku dikucilkan karena Radit. Sudah cukup aku mengalah. Ambil saja Radit kalian. Haha!.

-

Aku masih mengeluarkan sumpah serapahku ketika sampai di kelas.

"Lo kenapa?,"

"Abis ketemu setan"

"Lah lo liat setan?,"

"Iya. Ini ada lagi temennya setan ngajak gue ngomong,"

"Mana?,"

Aku mengarahkan kamera ponselku ke arah Gita.

"Nih!," tunjukku.

"Kelelawar lo!," aku tertawa melihat ekspresi Gita yang merajuk.

"Liat siapa sih?," tanya Gita setelah tawaku berhenti.

"Kan gue udah bilang. Liat setan,"

"Terserah Val. Cukup," ucap Gita lelah.

Aku mengambil posisi duduk di kursiku, mengecek sejenak ponselku. Siapa tahu ada notifikasi khusus. Dari operator misalnya. Haha.

Sebuah pesan baru saja masuk. Nomor tidak dikenal. Dengan inti ajakan bertemu. Siapa?.

"Git, kenal nomor ini?,"

Gita menatap layar ponselku sejenak.

"Nggak tuh. Eh kok dia ngajak ketemu?,"

"Mana gue tau, makanya gue tanya ini nomor siapa,"

MAGIC SHOP [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang