Ada apa lagi ini? Apa dia tidak mau sembuh? Kalau begitu ya sudah. Toh kami disini hanya membantu.
Aku mendekat. Jujur saja aku sangat malas.
Aku menatap adik kelasku, Bertanya.
"Gak mau kak dianya,"
Aku berbisik, menyuruh dia untuk menyampaikan pada Radit. Dia menurut.
"Gue mau lo yang ngompres. Bukan adik kelas,"
Mataku membulat. Aku?.
"Kenapa emang? Lo gak percaya sama mereka?,"
"Mereka masih kelas 2,"
"Terus apa bedanya sama gue? Gue juga belum ada title dokter atau perawat,"
Dia diam. Sepertinya berpikir.
"Tapi seenggaknya gue bisa percaya lo, karena pas gue patah tulang yang nolongin kan lo,"
Apa dia ingin membuat perpecahan?
"Dek, lo yang tanganin dia. Lo bisa kompres dingin kan?," aku memastikan.
Dia mengangguk. Adik kelas itu mengambil kompresan dan mulai menempelkan pada daerah lebam.
"Lepas!," ucap Radit dingin.
Adik kelas itu mengikut takut.
"Kompres dek!," kali ini aku bersuara. Dia mengikuti.
"Lepas!,"
"Ya udah deh, lepas aja. Biarin," aku berucap.
Radit mendengus.
"Kalo lo gak percaya sama kita, gak masalah. Tunggu bentar, biar gue panggil dokter sekolah," aku mengeluarkan ponsel dan menghubungi dokter sekolah.
Sambungan ku tutup setelah dokter mengatakan 'akan segera kesini'.
"10 menit lagi dokter kesini. Kalo dia mau dikompres, di kompres aja. Kalo ngga, ya udah!," aku berucap lalu pergi ke tempat semula.
Bisa kulihat Radit masih dengan keras kepalanya. Terserah!.
-
Aku melangkah menuju ruang kesehatan. Kuberi tahu, aku dipanggil oleh dokter sekolah dan pembina PMR. Aku bisa memprediksi bahwa mereka akan membicarakan tentang sikapku tadi.
Aku mengetuk pelan. Setelah ada izin masuk dari dalam, aku melangkah perlahan. Bisa kulihat dokter Mey sedang bercengkerama dengan bu Mia.
"Permisi bu, maaf mengganggu,'' aku membuka pembicaraan.
"Ey Valen udah dateng. Sini duduk," bu Mia berucap.
"Halo Valen. Long time no see. Apa kabar?," dokter Mey menyambung.
Aku tersenyum pada dua orang yang ku kagumi.
"Baik dok, dokter apa kabar? Kalo bu Mia, gak usah ditanya deh, saya tahu kok bu Mia lagi bahagia," aku ikut mencairkan suasana.
Bu Mia tertawa renyah. Ia sepertinya sedang bahagia setelah menikah beberapa bulan yang lalu.
"Saya baik Valen. Kamu tambah cantik," dokter Mey tersenyum.
Aku yakin banyak pria yang menjadikan dokter Mey sebagai sosok idaman.
"Maaf sebelumnya dok, bu, ada apa memanggil saya?," aku langsung ke inti pembicaraan.
"Ngga apa. Hanya ingin berbagi pikiran," Bu Mia ambil suara.
Setelah itu mengaliah obrolan diantara kami. Aku bisa menyimpulkan, intinya mereka membahas sikapku di lapangan tadi. Benar bukan dugaanku?. Tapi yang aku suka dari gaya mereka adalah mengingatkan dan menasehatiku, bukan memarahiku.
"Valen, apa ibu bisa minta tolong?," bu Mia meminta."Bagaimana bu? Apa ibu memerlukan sesuatu?,"
"Apa kamu bisa jaga hari ini? Hari ini tidak ada kelas bukan? Kamu jaga disini saja. Untuk dilapangan biar dikoordinir oleh adik kelasmu,"
"Saya berharap kamu bisa membantu Valen karena setelah ini saya ada visit di rumah sakit," dokter Mey ikut mendukung keinginan bu Mia.
Sejujurnya aku lebih memilih di kelas untuk saat ini. Aku ingin beristirahat.
Aku mengangguk.
"Baik, terimakasih Valen. Nanti istirahat kedua saya kesini," ucap bu Mia.
Aku mengangguk kembali.
Setelah itu bu Mia dan dokter Mey undur diri. Dan aku sendiri disini. Sepertinya tidak buruk. Sepertinya aku bisa istirahat. Tubuhku benar-benar lelah karena jadwal siswa tingkat akhir.
-
Aku mengusap mataku perlahan. Sepertinya aku benar-benar tertidur tadi. Tunggu. Bukankah aku tidak menggunakan bantal tadi?. Bantal siapa ini?. Seingatku aku tidak mengambil bantal sebelum tidur tadi. Bahkan aku sama sekali tidak tersadar jika aku tidur.
"Hei, udah bangun lo ternyata," Kefas masuk ke ruang kesehatan.
"Lah kok lo tau gue disini?,"
"Apa yang gak gue tau soal lo?," Ia tertawa.
"Gita mana?,"
"Lagi ngadep kesiswaan," yang dimaksud Kefas, Gita sedang menghadap guru di bagian kesiswaan. Sepertinya Ia masih sibuk mengurus perkuliahannya.
Aku mengangguk-angguk.
"Keluar yuk! Temenin ke kantin!," ajak Kefas.
"Duh bentar deh, nunggu bu Mia dateng. Gue disuruh jaga soalnya. Atau lo beli makanan di kantin aja, bawa kesini. Gue laper nih,"
"Opsi kedua kayanya lebih baik. Tapi dimarahin gak bawa makanan kesini?,"
"Gak kok. Ada gue," aku tertawa.
"Ah iya gue lupa. Lo kan penunggunya," Ia tertawa. Setelah itu Ia berlalu, sepertinya menuju kantin.
Aku memutuskan untuk berkeliling melihat siapa tahu ada siswa yang baru datang karena kurang sehat.
Ada tiga orang siswa. Mereka hanya mengeluh pusing dan asam lambung naik, penyakit khas anak muda. Sampai pada tirai terakhir, aku membuka seperti biasa.
Radit. Ah iya aku lupa, dia masih disini. Aku segera melewatinya setelah menutup kembali tirainya.
"Petugas kesehatan," panggilnya.
Aku melangkah malas menujunya. Tidak mungkin bukan setelah aku dinasehati aku melakukan kesalahan yang sama.
Aku menyibak tirai ruangan Radit.
"Gue butuh kompres dingin lagi, lebam gue belum hilang,"
Bukankah tadi dia sudah dikompres berulang kali? Oke sabar Valen.
Aku segera mengompres bagian yang lebam.
Ah, aku harus bersyukur, saat ini Cilla dan dayangnya datang. Aku bisa menyerahkan kompres ini padanya. Dia hanya perlu memegangi kompres ini. Mudah bukan.
"Gue gak mau. Kan lo petugas kesehatannya!," ucapnya.
Heol. Tapi dia pacarnya. Apa susahnya sih?.
Dan aku terperangkap diantara mereka sampai datang adik kelasku. Ku mintai tolong dia untuk mengompres Radit. Aku tidak mempedulikan ocehan protes darinya.
-
Hari ini semua anak tingkat akhir sedang berkumpul di depan mading Katanya ada pengumuman penting. Entahlah. Hanya saja, fitnahnya akan dibentuk kelompok belajar. Semacam tutor sebaya. Aku hanya berharap jika kelompokku adalah orang terdekatku.
Pak Hakim baru saja menempelkan kertas terakhir di papan. Kalian tentu bisa menebak kejadian selanjutnya bukan? Setiap siswa berebut melihat. Begitu juga denganku tentunya.
Kelompok belajar 7
Gita
Jessica
Narina
Galih
Valen
Hanan
RaditApa ini?
#TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGIC SHOP [COMPLETE]
Teen Fiction"Lo mau jadi pacar gue?" "Tapi bukan pacar seperti biasanya!" "Namun mengapa kamu tak mencoba untuk menengok ke belakang. Cobalah tengok sejenak kesana. Kelak kau temukan sebuah cinta dibalas cinta. Sebuah sayang dibalas sayang. Bukan seperti dulu d...