Aku hanya cengo mendengar ucapan Mamahku. Temen atau pacar? Please deh Mah.. Jangan malu-maluin Valen. Radit pun hanya tersenyum malu.
Mamah menghampiri motor Radit dan mengambil kunci motornya. Oh Tuhan.. Apalagi yang mau Mamah lakuin?.
"Masuk dulu yuk! Nanti baru Mamah bolehin pulang..", ucap Mamah yang tak melihat ekspresiku.
Radit menatapku. Meminta saran apa yang harus dilakukan. Aku hanya memberi isyarat agar Ia pulang saja. Sekali lagi aku malas dengan ledekan yang akan Mamah beri.
"Ma.. Ma.. Af..", ucap Radit yang terputus karena Mama sudah membawanya memasuki gerbang rumah.
Lagi-lagi aku masih terdiam. Apalagi yang akan terjadi Tuhan?.
Radit duduk di sofa ruang tamu. Meladeni Mama yang sepertinya sedang melakukan wawancara.
Mama memang tipikal orang yang supel dan selalu ingin tahu. Hampir setiap temanku yang datang kesini, kalau kebetulan Mama sedang dirumah pasti akan diajak ngobrol. Entah apa saja yang diobrolkan.
Aku berjalan melewati Mama dan Radit. Menaiki tangga menuju kamarku untuk ganti baju dan istirahat.
Aroma khas menyeruak masuk ke indera penciumanku. Ku lemparkan tubuhku ke atas ranjang empuk nan nyaman yang sedari tadi menggodaku. Rasanya lelaaah sekaliiii...
"Valeeeennnnn.... Turun dek! Ini ditemenin temennyaa...!!", teriak Mama.
Oh Tuhan.. Baru saja aku hendak memejamkan mata. Baru saja aku ingin menghilangkan lelahku. Aku tidak mau turun.
Bukan.. Bukan karena apa. Aku memang sudah jatuh hati pada Radit sejak lama. Bukannya aku harus senang jika Ia main ke sini dan bercengkrama dengan Mama. Bukankah ini pertanda bagus?
Ya awalnya ku pikir begitu. Tapi sekarang semuanya berubah mengingat statusku sebagai pacar PURA-PURA. Andaikan saja kata Pura-pura tersebut bisa dihapus. Mungkin sekarang aku dengan senyum bahagia menemani Radit mengobrol dengan Mama. Ya meskipun cuma bisa jadi kacang disana.
"Valeeeennn... ", teriak Mama lagi.
Dengan langkah berat, ku langkahkan kakiku menuju ruang tamu.
"Nah.. Nak Radit main dulu deh di taman belakang sama Valen. Abis itu kita makan dulu. Baru Nak Radit baru boleh pulang.. ", ucap Mama cepat.
Aku yang hendak menyanggah terdiam ketika Radit mengatakan 'ya'. Sekali lagi ku tekankan. Bukan karena aku sudah tak mencintai dia lagi, tapi status kami yang menghalangi.
Radit menarik tanganku memberi isyarat agar aku memimpin jalan. Aku hanya menurutinya. Mengantarnya ke taman belakang rumah. Tempat hidupnya semua tanaman kesayangan Mamah.
Aku mengambil posisi duduk di ayunan dibawah pohon yang cukup rindang. Sedang Radit, Ia masih mengagumi setiap jenis tanaman yang Mamah rawat.
Meskipun Mamah terlalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai tenaga medis, tapi Mamah selalu saja menyempatkan waktu untuk keluarganya serta tanaman yang Mama punya tentunya.
Kami masih terdiam satu sama lain. Aku memainkan setangkai bunga yang kupetik barusan. Sedang Radit masih saja asyik dengan tanaman-tanaman milik Mama.
Ayunan bergoyang sejenak. Mungkin ayunan ini tidak sanggup menahan bebanku. Tapi rasanya tidak mungkin. Biasanya saja ayunan ini menampung aku, kakakku, serta sepupu-sepupuku. Sebuah bayang pantulan seseorang terlihat. Bayangan seorang lelaki. Apa kakakku sedang pulang? Rasanya tidak mungkin. Baru beberapa bulan lalu kakak berangkat.
"Kok lo ngelamun.. ", ucap seseorang.
Aku saja hampir lupa kalau saat ini aku tidak sendiri. Ada Radit sekarang.
"Eh.. Eh.. Ngga kok.. ", ucapku salah tingkah.
"Lo nggak mau cerita gitu soal keluarga Lo ke gue? Biar kita makin deket...", ucapnya enteng.
"Deket? Deket gimana? Kan kita sekarang udah deket duduknya.. ", ucapku lagi.
Radit hanya tertawa ringan. Oh Tuhaan.. Dia tampak lebih tampan dibanding sebelumnya jika sedang tertawa.
"Gue anak tunggal... ", ucapnya memulai.
"Mama sama Papa gue jarang di rumah. Mereka berangkat pagi banget dan pulang saat larut. Gue jarang banget kumpul sama mereka. Jangankan ngumpul. Buat ketemu aja susah.. ", ucapnya lagi.
Aku mencoba menjadi pendengar yang baik.
"Gue dirumah cuma sama asisten rumah tangga, supir, tukang kebun, dan keamanan. Cuma itu. Rumah gue bisa dibilang sepi banget. Gara-gara itu gue males dirumah.. ", ucapnya melanjutkan.
Raut mukanya yang biasanya datar entah mengapa kali ini berubah 180 derajat. Radit berubah menjadi seorang anak yang rindu akan kasih sayang kedua orangtuanya. Ku usap punggungnya menenangkan.
Harusnya aku lebih bersyukur. Sesibuk-sibuknya mamah dan papah mereka selalu menyempatkan bersamaku.
"Ah.. Udah. Kok jadi baper gini sih? Udah deh..", ucapnya mengukir senyum. Manis sekali.
"Sekarang gantian dong.. Lo yang cerita. Kayaknya Mamah Lo asyik deh orangnya.. ", ucapnya lagi.
Aku tersenyum. Mengambil nafas hendak memulai pembicaraan.
"Valeeennn... Radit suruh makan dulu yuk! Nanti kalian sakit loh.. ", ucap Mamah.
Aku sedikit bersyukur Mamah berteriak memanggilku. Aku terlalu takut jika nanti sudah membahas tentang keluarga, Radit akan menanyakan tentang perasaanku.
"Besok lagi aja ceritanya. Sekarang Lo makan dulu deh. Ntar Mamah bisa ngoceh panjang lebar.. ", ucapku seraya bergelayut manja di lengannya.
Apa? Manja? Oh Tuhan.. Mati saja kau Valen.
Makanan sudah terhidang menggoda di meja makan. Satu lagi kelebihan Mamahku. Mamah jago sekali masak. Bahkan sesibuk-sibuknya Mamah, Ia masih menyempatkan menyiapkan bekal makananku.
Mamah sedikit keras soal kesehatan keluarganya. Mulai dari olahraga sampai ke hal makan.
"Valen makan duluan aja sama Radit. Mamah nunggu Papah aja. Lagian Mamah juga tadi udah makan", ucap Mama yang kuprotes dengan tatapan mata. Tapi Mamah gak menghiraukan.
Aku hanya berdecak kesal. Meladeni Radit yang notabene tamu dirumahku. Ingat Len.. 'Tamu adalah Raja'.
Aku mengambil piring Radit dan mengisinya dengan nasi. Ku harap Radit bisa luluh denganku dan sedikit membuka hatinya untukku. Bukan hanya untuk Cilla.
"Thanks.. ", ucapnya dengan senyum
Lagi dan lagi aku terpesona dengan senyumannya.
***
Aku kini mengantar Radit ke halaman depan tentunya setelah Radit berpamitan dengan Mamah.
"Thanks buat hari ini ya Val..", ucapnya ringan.
Aku mengangguk.
"Dit.. Aku mau pinjem HPmu bentar dong.. ", ucapku berganti aksen dari 'Lo-Gue' jadi 'Aku-Kamu'.
"Ha? Oh iya nih. Buat apa emang? ", ucapnya menyerahkan ponsel hitam yang sepertinya seri terbaru.
Aku mengotak-atik sebentar ponselnya. Dan 3 menit kemudian langsung kuberikan padanya.
"Thanks.. Eh iya, hati-hati ya.. ", ucapku lembut disertai wink ke arahnya.
Radit sepertinya kaget dengan apa yang kulakukan. Jangankan Radit, aku sendiri saja bingung mengapa aku menjadi seperti ini?
Dia memberi senyum dan mulai menjalankan motornya. Aku hanya membalas dengan lambaian tangan. Oh Tuhan.. Ku harap ini pertanda baik antara aku dengan dia.
#TBC
Sorry buat typonya. Maafin ya.
Kalo ada yang nanya kenapa Valen dingin banget? Alasannya karena Radit cinta pertama Valen, dan Valen bingung gimana memulainya. Sebenernya Valen orangnya hangat, supel, ceria, romantis. Mau lihat? Tunggu kelanjutannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGIC SHOP [COMPLETE]
Teen Fiction"Lo mau jadi pacar gue?" "Tapi bukan pacar seperti biasanya!" "Namun mengapa kamu tak mencoba untuk menengok ke belakang. Cobalah tengok sejenak kesana. Kelak kau temukan sebuah cinta dibalas cinta. Sebuah sayang dibalas sayang. Bukan seperti dulu d...