7

14K 710 33
                                    

Bel pulang sekolah baru saja berdering. Semua siswa sudah berhamburan keluar meninggalkan kelasnya masing-masing.

"Lo mau pulang sama gue?," tawar Gita.

Aku hanya menggeleng. Karena sebelum masuk kelas, aku sudah memiliki janji pergi bersama Radit.

"Duh ileh.. Yang udah punya cowo. Ya udah deh, gue pulang dulu ya. Baaayyyyy," ucapnya sembari memberi flying kiss ke arahku.

Aku hanya membalas dengan senyum yang seolah jijik ke arahnya. Ia kembali membalas dengan tertawa.

Aku masih menunggu Radit di depan pintu kelasku.

"Hai sayaanggg.. Sorry lama ya..," ucapnya.

"Its okay beib..," balasku.

***

Mesin mobil Radit dimatikan ketika kami sudah sampai di suatu tempat, yang kuperkirakan adalah sebuah taman. Radit turun terlebih dahulu di-ikuti-ku.

Perjalanan kami hening. Tidak ada yang mau membuka percakapan memecah keheningan.

Radit menghentikan langkahnya, begitu pula diriku. Ia mendudukan dirinya di sebuah kursi panjang berwarna putih dibawah pohon. Aku mengikutinya lagi. Sungguh... Saat ini aku berpikir, aku merasa seperti sebuah anak ayam yang selalu mengikuti induknya kemanapun. Yang pasti yang menjadi induknya adalah Radit. Aah.. Membayangkan Radit menjadi seorang induk ayam membuatku ingin tertawa.

"Hahaha...," ucapku kelepasan.

Radit melirik ke arahku.

"Lo kenapa?,".

"Gak apa-apa sih. Cuma lagi bayangin aja, kok gue kaya anak ayam yang ngikutin Lo ya?," ucapku sok akrab.

Oh Tuhaaan.. Kok aku jadi seperti ini? Sok akrab banget? Kalo Radit ilfeel gimana?

"Ya kali Lo anak ayam, kalo gitu gue induknya dong? Kan Lo dari tadi ngikutin gue?," ucapnya dengan senyum.

Ah.. Syukurlah, Ia mengerti candaanku. Kami tertawa bersama? Ah tidak. Hanya aku yang tertawa. Radit? Dia hanya senyum dengan tampang datarnya. Ya kali masa ketawa aja menyesuaikan sama cintaku yang bertepuk sebelah tangan. Miris.

"Gue ngajak lo kesini buat cerita-cerita biar kita makin deket...," Radit membuka suara yang membuatku tersenyum salah tingkah.

"Dan orang semakin yakin kalo kita pacaran beneran...", ucapnya seketika yang membuat senyumku hilang.

"Lo juga boleh cerita soal orang yang lo suka. Begitu juga gue. Biar kita bisa saling bantu. Jadi kesannya gue gak kaya manfaatin lo banget..," ucapnya lagi.

Aku hanya mengangguk saja. Sejujurnya dalam hatiku ada perasaan meledak-ledak, membantah setiap ucapannya.

Biar kita gak saling memanfaatkan? Maka dari itu, beri sedikit celah untukku.

"Oke.. Untuk saat ini, kita gak usah pura-pura pacaran dulu. Kita lupakan semua kepura-puraan. Kita berubah menjadi seorang anak SMA yang kenal tapi tidak akrab," ucapku.

Radit mengangguk.

Mengalirlah alunan kalimat yang membentuk sebuah cerita, baik dariku maupun dari Radit.

"Jadi.. Menurut lo, cewe itu sukanya apa sih? Kaya gimana?," tanyanya.

Aku terdiam sejenak.

"Setiap cewe beda-beda kesukaannya. Cewe kan manusia. Tiap manusia itu beda. Bisa jadi yang gue suka, Cilla gak suka. Begitu juga sebaliknya. Tapi hampir semua cewe suka hal-hal manis dan romantis...,".

Radit mengangguk-angguk.

"Terus menurut lo, Cilla itu tipe yang gimana?,".

Aku menggeleng. Tidak bisa menjawab pertanyaan terakhir.

"Eh.. Sorry.. Sorry, mungkin lo gak bisa jawab. Tapi gue mau nanya pendapat lo nih. Kalo gue ngajak jalan Cilla gimana?,".

Nyess.. Rasanya hatiku tertusuk belati. Kalimat terakhir Radit, singkat tapi nylekit.

"Ya bagus dong. Jadi lo bisa kenal dia lebih deket. Kalo bisa pas jemput dia lo bawa bunga," ucapku miris.

Radit mengangguk sambil tersenyum. Manis sekali. Sayang.. Bukan aku alasan dia tersenyum.

"Ya udah yuk pulang. Udah sore nih. Ntar gue disangka nyulik lo lagi...," ucapnya sambil tertawa.

Aku pun begitu. Tertawa disaat sebuah belati menusukku.

Kami berjalan berdampingan menuju parkiran tempat mobil Radit berada.

"Kalo lo.. Sukanya apa? Hal yang romantis apa sederhana tapi berkesan?," tanyanya.

#TBC.


MAGIC SHOP [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang