11

12.6K 592 18
                                    

Radit dan Cilla mendekat kearah aku dan Gita. Tatapan mataku terhenti pada tangan mereka berdua yang saling menggamit. Jari-jari mereka saling mengisi diantara sekat jari yang memisahkan.

"Hai Git.. Gimana keadaan lo?," tanya Cilla menginterupsi kegiatanku yang sedang memandangi jari mereka.

"Hai Cil, udah mendingan kok dibanding kemaren. Sorry jadi ngerepotin lo, sampe lo jenguk segala..," ucapku.

"Its okay. Gapapa kok..," balasnya dengan senyum merekah.

Gimana cowo gak meleleh coba sama Cilla. Wajahnya yang cantik, kulit putih, hidung mancung, tinggi semampai, tubuh ideal.

Sikapnya ramah, baik, supel, pintar kurang apalagi coba? Jangan bandingin sama aku. Sungguh. Jangan.

Aku mah apa? Cuma remahan pasir di ujung palung Mindanau.

Radit memandangku sekilas. Tak ada rasa khawatir sedikitpun nampak pada tatapan matanya. Tidak ada yang mengambil langkah membuka pembicaraan diantara kami. Radit hanya diam tak peduli. Sedang aku menjawab setiap pertanyaan Cilla.

"Kok lo bisa sampe masuk runah sakit kaya gini sih Len?," tanya Cilla.

Aku menjawab dengan menjelaskan kronologi bagaimana aku bisa sampai disini.

Cilla mengangguk-angguk.

"Ya udah Len.. Cepet sembuh ya. Semoga lo besok atau lusa udah bisa masuk sekolah lagi.. Gue sama Radit pamit duluan ya..," ucap Cilla mohon diri.

"Makasih ya Cill, Dit. Kalian udah mau luangin waktu buat ngejenguk gue. Sorry banget gue ngerepotin. By the way, cicipin dulu tuh kue nya sama minum dulu. Sorry adanya gitu doang. Maklum di rumah sakit," ucapku lagi.

Mereka mencicipi snack yang Gita hidangkan tadi. Gita memang ada diantara kami. Tapi dia menutup mulut, tidak berkomentar sepatah katapun.

"Dit.. Abis ini temenin aku ke toko baju ya. Aku mau beli baju nih..," bisik Cilla ke arah Radit. Sayangnya aku pun mendengar pembicaraan mereka.

Hatiku mencelos. Batinku terasa sakit seperti ada sesuatu yang menusuk perlahan.

"Ya udah Len, gue sama Radit pamit dulu ya. Bye..," ucap Cilla disertai senyum lalu berjalan ke luar kamar inapku yang tentunya berdampingan dengan Radit.

Apa mataku tidak salah lihat? Tangan Cilla bergelayut manja ke lengan Radit. Apa mataku mulai kabur karena usia? Ah tidak. Tidak mungkin. Usiaku saja masih belasan. Lagi-lagi hatiku mencelos melihat kejadian barusan.

Sekali lagi kuperjelas. Aku melihat tangan Cilla bergelayut manja ke lengan Radit. Bagaimana bisa? Apa Cilla tidak tahu kalau aku pacar Radit? Ah sorry, harus kuralat. Apa Cilla tidak tahu kalau aku pacar pura-pura Radit. Ya meski pura-pura gimana pun ya tetep pacar kan? Meski cuma di depan orang-orang.

Setelah kedua orang tadi mengumbar kemesraan kepadaku, Gita mendekat ke arahku. Dari raut wajahnya dapat dilihat kalau dia punya banyak pertanyaan.

"Val.. Gue butuh penjelasan lo lagi. Gak pake nanti-nanti. Sekarang!!!," ucapnya tegas.

Aku hanya menundukkan kepalaku. Mencari kesibukan sendiri.

"Valeennnnn...," ucap Gita lagi. Kali ini lebih keras.

"Oke.. Oke... Apa yang lo minta dijelasin dari gue? Yang penting jangan soal Matematika, Fisika, atau Kimia. Bisa-bisa tambah lama rawat inap gue disini..," ucapku mencoba mencairkan suasana. Tapi nampaknya tidak berhasil. Tatapan Gita masih sama seperti sebelumnya.

Sebelum Gita memberi pertanyaan. Aku berinisiatif untuk menceritakan semuanya. Toh paling juga pertanyaannya gak jauh dari kejadian barusan.

"Jadi... Gu..gue.. sama Ra.. Radit..," ucapku terbata.

Gita masih menunggu kelanjutan ucapanku.

"Gu..gue sa..sama Radit.. "

"Ki..kita cuma pacaran pura-pura," ucapku menunduk. Aku tidak berani melihat ekspresi Gita.

Sungguh. Aku terlalu takut jika Gita marah karena tidak menjelaskan hal ini dari awal.

"Whaaaattt????," ucap Gita nyaring. Wajahnya nampak sangat-sangat terkejut. Pembuluh darahnya naik ke permukaan membuat pipinya memerah.

Aku sungguh tak berani menatap matanya.

#TBC

MAGIC SHOP [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang