Kabar baik datang dari ruangan Mamah Nae. Mamah Nae sudah siuman dan saat ini sudah ada BatzNae yang sedang berbincang dengan Mamah.
"Gimana keadaan Mamahmu?" Tanya Mamah Nae. "Belum selesai, Mam. Mungkin sebentar lagi. Mamah gimana?" Tanya Batz menggenggam tangan Mamah Nae.
"Mamah cuma kaget aja, Batz. Semoga yang terbaik disegerakan ya. Aamiin" ucap Mamah dan di-aamiin-i oleh BatzNae.
Tidak lama kemudian, Nae mendapat telepon dari Darin.
"Halo.."
"..."
"Oke"
"..."
Darin memutuskan sambungannya.
Batz menatap Nae seakan bertanya ada apa.
"Operasi Mamah sudah selesai dan berhasil. Yuk kita kesana" ucap Nae dengan wajah berbinar.
Batz dan Mamah Nae menghela napas lega lalu mereka bertiga berjalan bersama menuju ruang operasi.
Sesampainya di ruang operasi, Batz memeluk Papahnya dan Fon.
"Mamah orang yang kuat, Pah" ucap Batz diiringi tangis haru dari semua yang ada di sana. Papah Batz mengangguk setuju.
Lalu Mamah Batz dipindahkan ke ruang inap VVIP guna mendapatkan perawatan terbaik.
"Darin.. Tolong urus administrasinya. Kami ke ruangan duluan" ucap Nae dan dijawab anggukan oleh Darin.
Darin ke bagian administrasi bersama Aom. Sepanjang perjalanan, mereka hanya saling diam dan sibuk dengan pemikiran masing-masing.
Saat menunggu panggilan, mereka duduk di sofa ruang tunggu.
"Gimana perkembangan Papah?" Tanya Aom menatap wajah samping Darin.
"Masih dalam pencarian. Sudah 10 orang ditemukan namun dalam keadaan tidak bernyawa. Saat ini, kita hanya bisa berdoa dan berharap Kekuasaan Tuhan" ucap Darin lemah.
Sesungguhnya, ia sangat pesimis mendapatkan kabar bahagia. Namun, ia belum cukup berani menceritakan kekhawatirannya.
Keberadaan 10 jenazah saja belum ia ceritakan pada Nae. Apalagi tadi Mamah sempat pingsan.
"Udah cerita sama Nae?" Tanya Aom yang melihat kegundahan di wajah sahabatnya.
"Belum. Aku pesimis, Aom. Tidak ada tanda menuju arah baik. Namun, aku belum berani bercerita, terlebih lagi tadi Mamah pingsan. Setidaknya, kita tahu bahwa Papah ditemukan terlebih dulu" Darin menaruh wajahnya di kedua telapak tangannya yang terbuka dan bertopang pada lutut.
Aom mengelus punggung Darin dan sesekali rambut panjang Darin juga ia usap lembut.
"Aku tahu ini sangat berat. Jangan kamu pendam sendiri. Kalaupun kamu belum bisa cerita sama Nae, kamu bisa cerita sama aku" ucap Aom tulus.
Darin menolehkan wajahnya menghadap Aom dan serta merta menghamburkan tubuhnya pada tubuh Aom.
Darin menangis, menumpahkan segala kesedihan, ketakutan, sakit hati dan amarah yang saat ini ia rasakan.
Pundak Aom basah oleh air mata Darin yang tumpah ruah mewakilkan kekhawatirannya."Keluarga Nae sangat berharga buatku. Kalau bukan karena mereka, aku mungkin tidak akan seperti ini. Aku rela memberi nyawaku untuk melindungi mereka. Mereka yang membuat aku si angka nol menjadi satu. Merekalah keluargaku" ucap Darin perlahan menghapus air matanya dan bercerita.
"..." Aom mendengarkan dengan seksama tanpa berniat untuk memotong satu katapun.
"Mamah adalah sosok wanita yang menjadikan aku wanita tangguh seperti saat ini"
