Batz benar-benar merasa lelah dengan keadaan mereka. Ia sangat ingin keadaan seperti dulu. Tapi ia sadar, tidak mungkin waktu berjalan mundur.
Setelah sekian lama, ia merasa kehilangan Nae.
Tunggu..
.. benarkah ia kehilangan Nae?
.. ataukah ia memang belum mengenal Nae?
.. kalaupun ia sudah mengenalnya, mengapa sekarang sangat berbeda?
.. Batz sadar, tidak ada yang sama di waktu berbeda..
.. Itulah yang terjadi dengan mereka..
.. Semua tidak lagi sama.
Hari ini Batz kedatangan Peter di rumah Nae. Maksud kedatangan Peter adalah membahas beberapa berkas yang sudah mereka bicarakan via email dan chat.
Batz memang sudah mengundurkan diri dari perusahaan Peter, namun ia masih mempunyai hutang untuk satu proyek.
Batz sedang berada di ruang keluarga bersama abang adek tatkala Peter datang.
"Hai, Batz" ucap Peter mendekati Batz dan duduk di samping adek yang sedang asik bermain.
"Hai, Pete. Mana berkasnya?" tanya Batz yang sedang bermain dengan abang.
"Woohh.. Langsung ajanih" ucap Peter tertawa. "Kamu tahu aku sedang mengurus anakku. Biar cepat selesai" ucap Batz santai.
Peter mengangguk dan memberikan berkas tersebut. Mereka sedikit membahas hingga Peter harus mengeluarkan laptopnya.
Mereka terus berbincang dan diselingi bermain bersama abang adek.
Peter yang memang menyukai anak kecil, cepat akrab dan nyaman bersama abang adek.
Terlihat Batz yang tersenyum bahkan tertawa melihat kelakuan abang adek yang sangat manja terhadap Peter.
Tidak jarang abang naik ke atas tubuh Peter yang terlentang dan memainkan wajah Peter sambil tertawa.
Batz dan adek tertawa melihat abang bermain dengan Peter. Adek juga ikutan menaiki tubuh Peter dengan dibantu oleh Batz.
"Hahahaha sudah, bang. Om Peternya kegelian tuh" ucap Batz hendak mengangkat abang dari tubuh Peter namun abang semakin memeluk Peter erat
"Hahaha dia masih betah, Batz. Gpp. Kami masih mau main lagi kok. Iyakan, bang?" tanya Peter mengajak abang bermain lagi.
Abang kembali tertawa saat bermain dengan Peter. Adek juga ikut tertawa melihat abangnya yang sangat senang bermain. Sedangkan Batz tertawa bahagia melihat tawa kedua anaknya.
Mereka terus bermain hingga siang hari dan abang adek merasa lelah.
"Sepertinya mereka mengantuk. Aku menidurkan mereka dulu, tunggu ya. Kamu bisa mengerjakan yang tadi kita bahas" ucap Batz menatap ke arah Peter.
Peter mengangguk sementara Batz menggendong abang adek menuju ke kamarnya.
Abang adek memang sudah sangat mengantuk karena lelah bermain. Bahkan mereka sudah tertidur ketika masih dalam gendongan Batz menuju kamar.
Setelah menaruh abang adek di kasur mereka, Batz kembali ke bawah untuk menemui Peter.
"Udah tidur?" tanya Peter begitu Batz sudah duduk di hadapannya.
Batz mengangguk. "Udah. Saat aku gendong ke kamar juga mereka udah tidur. Mereka sangat lelah bermain denganmu" ucap Batz tersenyum dan menular pada Peter.
Lalu mereka berbincang membahas berkas tentang proyek yang tadi sempat tertunda karena mereka asik bermain dengan abang adek.
Usai semua berkas selesai, mereka duduk sembari menunggu hasil print.
"Ku lihat, Nae sedang sangat sibuk ya. Baru kemaren aku liat dia di Kanada, eh besoknya udah ke Perancis aja" ucap Peter mengambil berkas yang sudah tercetak.
"Iya. Dia lagi banyak tender besar" jawab Batz peeih mengucap kalimat yang sarat akan sedih dan rindu.
"Tapi dia masih punya waktu kan untuk kalian?" tanya Peter menilik ekspresi Batz.
Untungnya Batz dapat dengan cepat menguasai dirinya. Batz mengangguk menjawab pertanyaan Peter.
"Kalau dia senggang, pasti dihabiskan bersama kami. Dia juga selalu menyediakan waktu kosong untuk kami" ucap Batz seraya membaca berkas-berkas yang sudah tercetak.
"Apakah kamu bahagia, Batz?" tanya Peter menatap lekat wajah Batz.
"Tentu. Mengapa kamu bertanya seperti itu? Aku sangat bahagia terlebih lagi dengan kehadiran abang adek diantara kami" ucap Batz dengan senyum yang sedikit dipaksakan.
"Kamu lupa aku lulusan Psikologi, Batz? Apa yang sedang terjadi pada kalian? Sebagai sahabat yang baik, aku akan mencoba mendengarkan" ucap Peter tulus.
Batz melupakan bahwa Peter pasti tau bahwa ia sedang menyembunyikan sesuatu.
"Aku hanya merindukannya. Dengan kesibukannya, waktuku bersamanya semakin berkurang. Meski ada abang adek, aku tetap sangat merindukannnya" ucap Batz menghapus air mata di sudut matanya.
"Jangan menangis, Batz. Sebagai sahabat, aku tidak akan meninggalkan kamu sendiri" Peter mencoba duduk di samping Batz dan menggenggam tangan Batz.
Batz menolak halus tangan Peter. Ia berusah untuk terus menjaga tubuhnya hanya untuk Nae.
Sesudah tangis Batz mereda, Peter segera membereskan berkas-berkasnya.
"Kalau kamu butuh bantuan atau sekedar orang untuk mendengarkan aku akan usahakan ada. Aku juga mau kok nemenin abang adek maen" ucap Peter tulus.
Batz mengangguk. "Iya, Pete. Makasih banyak ya. Udah selesai kan ini?" Tanya Batz ikut merapihkan berkas tadi.
"Udah. Makasih ya Batz. Aku balik ke kantor dulu. Istirahat kamu. Kalo kangen, telepon aja Nae nya. Dia juga pasti merindukanmu. Dah, Batz" ucap Peter berdiri dan berjalan menuju pintu utama setelah Batz menjawab pertanyaannya dengan mengangguk.
"Nae.. Aku sangat merindukanmu" batin Batz menghempaskan dirinya ke sofa dan mencoba menonton TV.