Setelah dokter datang, Nae dan Darin diperiksa.
"Astagaaa.. Kalian abis ngapain sampe ancur gini?" tanya sang dokter begitu melihat lebam di sekujur tubuh keduanya.
"Latihan doang, dok" jawab Darin santai.
"Fatal!
Untung kalian tau titik vital dan fokus ga kena. Kalau ga... Ya kalian taulah" ucap dokter tersebut memelas.
NaeDarin terbahak. "Iya, dok. Makasi ya" ucap mereka bersamaan. Lalu dokter keluar setelah memberikan resep obat.
Nae menyuruh pengawalnya untuk membeli obat sementara mereka menunggu sambil tiduran di kursi santai depan TV.
"Kalo Batz tau, gw bisa kena amuk berantem gini" ucap Nae mengambil air mineral di atas meja.
Darin hanya diam, dia enggan menjawab ucapan Nae karena memang itu kenyataannya.
Hari itu, mereka habiskan dengan mengistirahatkan badan di sofa dan berpindah di kasur. Tubuh merela berasa remuk redam.
Mereka sangat lelah.
***
Dua hari setelah duel NaeDarin, Nae kembali ke Thailand sementara Darin masih menikmati liburannya di Hawai.
Sesampainya di rumah, jam menunjukkan pukul 10 malam.
Nae menghela napasnya begitu spai di teras rumahnya. Ia sangat takut dengan kemungkinan terburuk yang sudah ia pikirkan.
Ia sangat tidak menginginkannya.
Ia buka pintu rumah dan hanya kepala pengawal yang ia dapatkan.
"Nyonya ada?" tanya Nae melepas sepatunya dan menaruh tasnya di atas meja.
"Ada, Miss. Beliau sudah masuk kamar sejak satu jam yang lalu" ucap kepala pengawal yang hanya dijawab anggukan oleh Nae.
Nae beranjak menaiki tangga menuju ke arah kamarnya. Dengan helaan napas pasrah, ia membuka pintu kamarnya.
Dapat dilihat Batz sedang tidur menghadap ke arah pintu meski hanya disinari cahaya lampu temaram.
Batz tertidur dengan memeluk kemeja putih kesayangan Nae. Badannya terlihat mengecil, pipinya tidak lagi berisi bahkan mata pandanya semakin menghitam.
Hati Nae tersayat melihat wanita tercintanya harus mengalami sakitnya sendiri.
Ia tidak tahu apakah kedatangannya masih pantas diterima oleh Batz dan kedua anaknya.
Sekalipun ia memberikan seluruh harta yang ia punya, ia yakin tidak akan bisa mengobati sakit hati yang dialami oleh Batz.
Selalu seperti ini, penyesalan mengikuti di belakang.
Lalu Nae beranjak ke tempat tidur abang adek. Lengkungan senyum terukir manis di wajah putih Nae. Ia merasa sangat tenang melihat kedua anaknya yang tertidur dengan lelap.
Abang yang memakai piyama biru seolah memeluk adek yang memakai piyama pink. Keduanya tumbuh dengan baik. Terlihat dari tubuh keduanya yang semakin bertambah besar dan tinggi.
Mereka tidak kembar identik. Namun, paras mereka tidak dapat dielak keindahannya. Nae sangat gemas dibuatnya. Ia mengelus pipi keduanya dan juga mengelus punggung tangan keduanya bergantian. Lalu Nae mencium kepala dari kedua anaknya.
Usai melihat abang adek, Nae kembali ke ranjangnya untuk melihat Batz. Ia tatap lekat wajah wanita yang ia cintai melebihi cintanya pada diri sendiri.
Namun, lagi.. Ia merasa dibutakan oleh cintanya. Seperti bermain api, jika tidak pandai memainkannya, hanya ada petaka sebagai hasilnya.
Nae mengecup kening Batz lama. Ia menutup matanya, menumpahkan segala rasa yang selama ini tak mampu ia ungkapkan.