Ladang PBB

1.3K 92 52
                                    

Kali ini mereka sedang duduk di sofa dalam sebuah rumah yang Peach bilang kantung tidur sementaranya

"Usaha ini merupakan warisan turun temurun. Total ada 27 ladang. 17 ladang opium, yang kebanyakan di kawasan Thailand dan 10 ladang mariyuana (Satu ladang luasnya kira-kira sebesar kompleks Senayan. Kalikan 27. Silahka bayangkan)." Ucap Peach menjelaskan usahanya.

BatzAomDarin kembali tertegun akan kalimat Peach.

"Waw!" Jawab mereka bertiga bersamaan.

"Hahaha kita makan sore dulu, nanti kalian bisa berkeliling. Tenang saja, Nae sudah sangat paham. Ini bukan kali keduanya. Maaf jika aku tidak bisa menemani, aku ada meeting setelah ini. Nanti aku temui kalian lagi. Bagaimana?" Tanya Peach tersenyum lagi.

Mereka semua mengangguk mengerti.

"Santai aja, bos. Kayak sama siapa aja lo" ucap Nae tersenyum ke arah Peach.

"Hahahaha bos teriak bos. Yuk makan dulu" ajak Peach berdiri dan berjalan menuju meja makan.

Saat makan, mereka berbincang tentang bisnis dan keluarga Nae. Tawa canda menghiasi obrolan mereka.

Usao makan, Peach berpamitan dan mempersilahkan Nae beserta rombongannya untuk berkeliling.

Saat ini mereka sedang berkeliling memperhatikan pepohonan yang menjulang tinggi melebihi tiang listrik. Batang kokohnya sebesar pelukan lengan orang dewasa dan apabila kita berdiri di bawah lalu melihat ke atas, niscaya pucuk tertingginua tak terlihat.

"Sekalipun langit tetap sama biru dan awan sama putih, daun ganja sama hijau tetapi tidak sama tinggi" ucap Nae mengiringi perjalanan mereka.

Pohon-pohon tersebut begitu rimbun, segar dan menaungi dari sengatan matahari. Setiap batang pohon terapit tangga bambu yang didirikan permanen.

Pekerja akan menaiki tangga, dibekali gunting tanaman untuk memotongi bunga-bunganya, lalu dimasukkan ke kantong kain yang disampirkan di bahu.

Beberapa menit sekali, traktor kecil tak beratap lewat untuk menadah isi tas-tas yang sudah penuh bunga dan dilemparkan ke dalam bak.

Daunnya, yang dianggap emas hijau di banyak tempat, yang membuat manusia bisa saling bunuh, saling suap, saling bekap, di sini cuma jadi sampah hijau. Digilas dan digerus kaki-kaki setiap hari.

BatzAomDarin kembali dibuat terperangah akan pemandangan yang mereka lihat.

Perjalanan unik dan tidak biasa benar-benar diberikan oleh Nae.

Mereka terus berjalan menikmati hal luar biasa yang tidak pernah mereka pikirkan.

"Di sini, setiap orang ditugasi memetik satu baris pohon yang ditandai dengan papan nomor. Begitu sampai di ujung baris, yang kira-kira makan waktu satu minggu, pohon yang paling awal sudah kembali berbunga. Para pekerja akan diputarkan ke ujung semula, memetik lagi di baris yang sama. Begitu seterusnya" ucap Nae menjelaskan saat mereka melihat beberapa pekerja yang sedang memetik.

"Di sini, mereka bekerja empat jam sehari. Tidak boleh lebih. Giliran pertama mulai pukul tujuh pagi dan yang kedua dimulai pukul sebelas siang. Sudah. Tidak ada yang dikungkung keabadian di sini. Pekerja datang dan pergi. Dua-tiga-empat minggu, semuanya bergantung berapa uang yang ingin mereka kumpulkan sebelum akhirnya lepas lagi bertualang" ucap Nae kembali menjelaskan.

BatzAomDarin hanya menganggukkan kepalanya mengerti.

"Berarti sesuka mereka aja dong kerjanya?" Tanya Aom menatap Nae.

"Yap! Sesuka hati mereka. Karena meski ada yang pergi pasti akan ada yang datang nyari uang. Jadi Peach ga repot" ucap Nae santai.

"Gilak! Ini gilak! 700 dolar perminggu" ucap Darin menggelengkan kepalanya dan mereka semua tertawa.

Mereka melanjutkan perjalanan dan melihat para pekerja opium, yang kelihatan cuma sebesar beras dengan kausnya yang oranye menyala. Perbukitan hijau itu tampak seperti meja biliar diseraki butiran Nutrisari.

"Akomodasi para pekerja di sini sama gaya dengan Srinthip dikalikan sepuluh. Barak kayu diisi lima puluh orang. Membentuk dua deret panjang lembaran tikar beserta bantal-bantal kapuk pemberian yang baunya tujuh rupa. Banyak yang. memilih tetap tinggal di dalam kantong tidurnya" ucap Nae sedikit bersimpatik dengan kehidupan mereka.

Batz mengelus pinggang Nae yang sangat sensitif dengan kehidupan sosial orang lain. Nae mengangguk, tersenyum dan mengecup pelipis Batz.

Lalu mereka melanjutkan perjalanan dan mendapatkan pemandangan yang tadi dijelaskan oleh Nae.

Mereka melihat sendiri ada lima pancuran dan lima WC tersedia sepuluh meter dari barak. Tertutup sekat kayu tepat di bawah ketiak dan setengah betis seperti di iklan-iklan sabun mandi.

Bedanya, bintang iklan tidak pakai acara menimba air kalau bak penampungan sedang kosong.

"Mereka dari pagi sampai sore dipanggang oleh terik matahari dan hawa panas yang mengepul. Mereka yang sudah bekerja akan beristirahat, menggolerkan badan di atas bukit rumput. Hingga menjelang pergantian petang ke malam, ketika hidangan prasmanan berupa nasi dan dua macam lauk digelar di teras barak, mereka mulai bergerak" ucap Nae yang kembali membuat BatzAomDarin manggut-manggut.

"Di sini, lengkap ya" ucap Batz begitu melihat orang-orang yang sedang berkumpul.

Saat ini sudah malam hari, angin berembus sejuk dan tiada suara lain selain bebunyian alam.

"Iya, sayang. Segala kebangsaan berkumpul. 'Perserikatan Bangsa-Bangsa' di sini sepakat Golden Triangle merupakan dimensi lain tempat segalanya bergerak lamban. Tidak ada kegiatan signifkan sehabis empat jam bekerja, kecuali berjemur. Atau satu-dua orang berinisiatif meracik daun untuk dihisap ramai-ramai, yang kemudian mereka istilahkan sebagai 'Sidang Umum' gitu" ucap Nae saat mereka berjalan menuju kantung tidur sementaranya Peach untuk makan malam.

"Kamu tahu banget. Kamu berapa kali kesini?" Tanya Batz heran dengan semua penjelasan Nae.

"Kamu kan tahu, sayang, gimana kemampuan otakku mencerna penjelasan orang. Ini yang ketiga. Peach menjelaskan semuanya seperti aku menjelaskan pada kalian" jawab Nae gemas dan mengecup bibir Batz. Batz tersenyum dan membalas kecupan Nae.

"Udah kali mesra-mesraannya. Eh kita makan malam duluan nih?" Tanya Darin menatap Nae.

"Tidak tanpaku dong" ucap Peach mendekat dan berjalan ke arah meja makan yang sudah diduduki oleh para tamunya.

Lalu mereka makan malam bersama dan berbincang.

"Setelah ini mau kemana?" Tanya Peach menatap Nae. "Aku sih tergantung mereka. Kalau mereka mau berpetualang, ya aku akan ajak mereka ke Kamboja" jawab Nae tersenyum penuh arti.

"Senyum lo ga enak. Kenapa dengan Kamboja?" Tanya Darin menatap Nae.

"Jangan bilang lo mau ngajak ngeranjau" ucap Peach dan dijawab kekehan dari Nae.

"Orang gila!" Ucap Peach lalu mereka tertawa bersama.

"Maksudnya?" Tanya BatzAomDarin bersama. Namun NaePeach hanya memberikan senyum penuh arti yang membuat ketiga wanita tadi menghela napas pasrah.

Ms. CEO (II)Where stories live. Discover now