Sesaat kemudian, mereka sudah berkumpul di ruang rawat Mamah Batz. Mereka duduk bersama di sofa sembari berbincang dan menonton TV. Sedangkan Papah duduk di samping ranjang Mamah Batz.
"Gimana perkembangan?" Tanya Nae menatap Darin. "Masih berusaha" jawab Darin menghela napas.
Lalu mereka kembali diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.
Batz memeluk Nae dari samping dan menyembunyikan wajahnya di pundak Nae.
Darin menaruh kepalanya di pundak Aom sedangkan Aom menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.
Setelah cukup lama, Mamah Batz sadar dan tersenyum menatap semuanya.
"Apa yang Mamah rasa?" Tanya Fon mewakili semuanya. "Sangat baik" jawab Mamah Batz dan menatap sekeliling tempat tidurnya.
"Papahmu mana, Nae?" Tanya Mamah ketika tidak mendapati Papah Nae diantara mereka.
Drt..drt..drt..
"Maaf, aku keluar dulu" ucap Darin mengambil hp nya di atas meja dan menjawab panggilan di luar kamar.
Aom yang merasa Darin terlalu lama menjawab telepon, mencoba untuk keluar menemuinya.
Aom langsung duduk di hadapan Darin yang sudah terduduk di lantai dengan air mata mengalir deras.
Kali ini Aom yakin dengan firasat buruknya. Ia merengkuh tubuh Darin dalam pelukannya.
Darin menggigit bibir bawahnya untuk meredam isak tangisnya. Ia memeluk Aom erat. Air matanya sudah membasahi baju Aom.
Ia menggeleng kuat dalam pelukan Aom. Ia belum bisa menerima kenyataannya.
"Kita beri tahu yang lainnya ya" ucap Aom lembut mengelus rambut Darin. Air matanya sudah mengalir sejak melihat Darin terduduk di lantai.
"A..aku.." Ucap Darin terbata dan tak tahu hendak berucap apa. Ia memberikan hp nya pada Aom.
Tangan Aom lemas setelah membaca chat dari seseorang yang Darin percaya. Tangan kiri Aom tetap mengelus rambut dan punggung Aom. Tangan kanannya masih bergetar memegang hp Darin dan air matanya tidak berhenti mengalir.
Setelah dirasa Darin sedikit mengurangi air mata, mereka mencoba sedikit tegar untuk menghadapi yang lainnya.
DarinAom masuk ke ruangan dan langsung mendapat tatapan dari semuanya.
Nae tahu ada yang tidak beres dari sahabatnya segera menghampiri Darin.
"Katakan!" Ucap Nae dengan air mata yang sudah mengalir deras.
Batz menghampiri Nae dan memeluk Nae dari samping dengan air mata yang sudah mengalir.
"Katakan, Darin! Katakan!" Teriak Nae menggila menarik kerah kemeja Darin. Mereka semua menangis karena Darin yang tak kunjung berkata apapun.
Mereka semua tahu itu pertanda buruk. Tapi mereka benar-benar butuh kebenaran dadi firasat itu.
"Pa.. Pap.. Papah t.. Ti.. Tidak selamat" ucap Darin menunduk dengan air mata yang terus mengalir.
Aom kembali merengkuh Darin dalam pelukannya. Fon merengkuh Mamah Nae dalam pelukannya. Papah Batz menggenggam tangan Mamah Batz. Batz memeluk Nae erat. Mereka terus menangis.
Mata Nae berkilat kalap. Ia tahu itu kebenarannya. Ia sangat paham firasat buruknya itu kenyataan. Tapi ia belum siap, tidak siap dan mungkin tidak akan pernah siap.
Nae melepas pelukan Batz, ia menarik tangan Darin dan memojokkannya ke dinding.
Batz memeluk Aom yang pelukannya juga terlepas dari Darin oleh perlakuan Nae.
"DARIN! ITU BOHONG KAN? LO BERCANDA KAN? JAWAB GW, DARIN! JAWAB GW KALO LO BOHONG!" teriak Nae mencengkram bahu Darin kuat dengan air mata tumpah membasahi wajah cantiknya.
Darin menggelengkan kepalanya dan tetap menangis sambil menunduk. Ia tahu sahabatnya sedang kalap. Ia tidak berani menatap Nae.
"GAK! LO BOHONGIN GW, DARIN! GW TAU LO SUKA BERCANDA! TAPI INI GA LUCU, DARIN! GA LUCU!" Nae kembali berteriak dan mengoyang-goyangkan kerah kemeja Darin.
"Gw ga becanda, Nae" Darin akhirnya bersuara meski ia tetap menundukkan kepalanya.
"GAK! LO BOHONGIN GW! INI KERJAAN LO SAMA PAPAH! KALIAN SERING BERCANDAIN GW! GW GA SUKA LELUCON KALIAN KALI INI, DARIN!" teriak Nae semakin keras.
Batz yang hendak menghampiri Nae, ditahan oleh Aom.
"Jangan dulu. Dia sedang sangat emosi" ucap Aom kembali memeluk Batz.
"Gak, Nae. Itu kenyataannya" ucap Darin tanpa mengubah posisinya.
"FUCK! GAK! GW GAK PERCAYA!" Teriak Nae dan memukul dinding di samping kepala Darin hingga tangannya berdarah.
Batz berlari menghampiri Nae dan langsung memeluknya.
"Sayang.. Jangan begini, sayang. Kita pastikan dulu ya" ucap Batz yang sebenarnya tidak percaya namun harusnya ia percaya karena orang kepercayaan Darin tidak akan seceroboh itu.
Nae kembali meninju dinding hingga tangannya kembali berdarah. Ia tidak merasakan lagi sakit dalam genggamannya. Hatinya sudah sangat sakit.
"Sayang.. Kumohon tenang" ucap Batz memeluk Nae semakin erat. Tangis mereka semakin pecah.
Aom sudah kembali memeluk Darin yang masih kaget akan kalapnya Nae.
Tidak lama kemudian, Nae pingsan dalam pelukan Batz.
Darin, Aom, Batz, Fon membopong Nae menuju sofa. Tangis mereka belum juga mereda. Apalagi Batz yang sepertinya baru saja mendapat senyum dan harus kembali menangisi keadaan mereka.
