[1]

20.6K 569 52
                                    


Naruto and Hinata Story
.
.
.

Gemericik air sungai menjadi saksi dimana senyuman penuh luka dari sosok yang kini memainkan sulingnya dengan sangat lihai. Menggambarkan suasana hatinya yang tersakiti meski nyatanya bukan salah siapapun.

Musim gugur mengawali paginya yang sangat buruk, dimana semalam merupakan sakit hati untuk pertma kali dalam hidupnya. Seseungguhnya guratan luka yang menganga terus saja melebar sesaat sedikit kembali terobati.

Hanya menjadi bayang-bayang seseorang yang diharapkan oleh sosok yang disayanginya. Lampiasan rasa sepi mengarah penuh padanya sebagai sandaran sesaat. Tanpa terasa sosok itu datang dan membuat harapannya menghilang bersamaan ungkapan hatinya yang tulus.

Rapuh. Sangat terbayang dibenaknya bagaimana hatinya yg sangat rapuh. Dengan mudah ia menyematkan seseorang yang nyatanya tak memiliki perasaan apapun padanya, seolah tak ada kata lain untuknya selain sebagai pelampiasan hati.

Kebersamaan singkat yang dirasa sangatlah indah, namun ada kalanya menciptakan luka saat seseorang yang senantiasa mengaduh keluh kesah padannya hanya bertujuan mengharapkan kehadiran orang lain, tanpa tau rasa hatinya yang terpendam dan kini menjadi ungkapan terakhir untuknya setelah perpisahan tak diinginkan.

Cukup merdu hingga tanpa sadar air mata kembali meleleh. Kenangan manis yang terukir indah tak lagi bisa dirasakan, tak lagi ada dihari-harinya, tak dapat lagi rasanya hatinya kembali menerima luka.

Sampai aku tak sanggup lagi...

Sampai kapanpun...

Sampai hati ini hancur...

Aku akan tetap menjadi sandaranmu...

Dikala kau kembali tersakiti dan hadir padaku...

Walau hanya ada pelampiasan...

Namun ketahuilah...

Namamu telah ter-ukir indah dihati ini...

Burung berkicau seolah sejalan dengan alunan musik dengan suling kecil sebagai pengiring. Aliran sungai yang menimbulkan kecipik cipratan menjadi bumbu keadaan sosok yang kini bersandar pada pohon.

Tak ada guna untuknya menangis, tapi hati tak dapat menolak untuk tak menjerit pedih. Cinta kasih yang selalu terbayang kini kandas tak lagi tersemat.

Terpejam damai sembari mengukir senyum tulus mengingat memory kenangan manis bersama cintanya. Mendapat kesempatan menebar kasih walau terdapat rasa lampiasan hati untuknya.

Surainya bergoyang netral, terhembus angin semilir yang terasa sejuk. Tertimpa sinar mentari pagi yang mulai terpampang menyinari bumi. Menghantarkan rasa hangat pada tubuhnya meski tak dapat menghangatkan perasaannya.

"Hime, aku merindukanmu..."

***

Rangkaian bunga penuh hias tergeletak pada rak dalam ruangan beraroma lavender tersebut. Terangkai indah menguarkan harum semerbak memanjakan penciuman.

Iris bulannya terus menatap buket bunga itu, hingga senyumnya sama sekali tak luntur, menimbulakan gejolak rindu pada sosok yang kembali hadir dalam hatinya, memunculkan guratan bahagia pada wajah cantiknya.

Tangan putih bak salju terulur sampai telapaknya menyentuh hiasan bunga tersebut. Membelainya lembut membayangkan dirinya yang akan bahagia bersama seseorang yang disayanginya, walau pada dasarnya ada setitik luka yang mencuat dikarenakan sosok itu.

Liver FlavorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang