[18]

2.9K 209 32
                                    


Malam memang terasa sunyi. Angin berhembus normal begitu memanjakan kulit. Terasa dingin namun sangat menghangatkan. Hanya dengan saling bersandar dalam kenyamanan yang hinggap ditengah kelamnya malam.

"Jangan menangis..." suaranya begitu lembut. Dekapan hangat menyamping kini menjadi lebih sempurna kala tarikan pelan menjadi sebuah rengkuhan dalam tangis.

"Hiks... Hiks..." tangannya menjulur kebelakang membalas pelulan sang pria. Semakin mengerat dengan mencengkram kuat berharap dapat membuat rasa sesak didadanya menghilang.

Naruto, pria yang dengan kuat mencoba menenangkan gadis dipelukannya itu sangatlah tegar. Berkali-kali matanya menggenang menahan tumpukan air mata kala Hinata menangisi sosok pria yang entah dimana keberadaannya.

"Percayalah. Suatu saat dia akan datang... Jikalau itu semua tidak terjadi, aku berjanji akan menjadi sandaranmu, Hinata. Jangan buat dirimu terpuruk kian dalam. Aku disini, akan selalu disampingmu sebagai sosok yang mengisi kesedihanmu..."

Dengan lembut tangannya mengelus surai sang gadis. Kini sungguh tak dapat rasanya hati menolak meski untuk mengisak. Air mata jatuh disusul air mata lain menggambarkan rasa hatinya. Cinta yang selama ini dipendam tetap akan ia jaga walau selalu kepedihan kala sosok yang dicintainya harus mencurahkan isi hati bernuansa perih padanya.

"A..aku... Hiks... Ti..tidak tau ke..kenapa dia tidak juga da..datang... Hiks... Aku sangat merindukannya, Naruto-kun... Ta..tapi kenapa seolah hanya kepalsuan yang selama ini aku harapkan... Hiks..."

Hatinya kian sesak. Selalu terbayang setiap kali Hinata seperti ini. Hatinya ngilu namun cintanya tetap bertahan. Biarlah, biarlah hanya sebuah tiang penopang kerinduan. Biarlah hanya sebuah rintihan tangis dalam denyutan ngilu. Biarlah waktu terus bergulir hingga menjawab akan rasa hatinya.

"Naruto-kun... Berjanjilah kau selalu ada untukku. A-aku tidak bisa membayangkan jika suatu saat kau juga akan pergi. Aku hanya ingin mempunyai teman untuk menjadi wadah kesedihanku."

Air mata kian deras mengalir. Isakan yang seharusnya menjadi jerit pilu ia tahan dengan segenap perasaannya hanya untuk cinta tulusnya. "Aku berjanji..."

***

"Na-naruto-kun... Hiks... Hiks..." dadanya sangat berdenyut merasakan apa itu sakit. Luka beralaskan pengungkapan palsu kini menjadi sebuah penyesalan, "Kembali... Hiks... Hiks... Kumohon jangan pergi..."

Hanya menangis dalam rasa sesak dalam hati. Tubuhnya meringsut mencengkram sebuah guling yang sudah basah karena air mata.

Malam semakin larut. Bulan purnama ditengah keheningan malam begitu mencekam. Rintihan tangis mengharapkan kehadiran seseorang menggema menjadi sebuah dentingan pencabut nyawa.

"Ku..mohon, kumohon kembali... Hiks... Hiks... Nartuo-kun. Kumohon beri aku kesempatan bersamamu lagi..."

Matanya sembab bahkan bengkak hanya karena menangis. Isakan penuh permohonan diambang penyesalan menjadi saksi bagaimana berharganya sosok tulus yang selalu mengisi harinya ditengah kerinduan pada sosok lain.

"A-aku hanya memberi Naruto-kun luka... Aku hanya membuatmu sakit hati... Dan ki-kini... Hiks... Kau pergi karena kebodohanku... Kau pergi membawa cinta tulusmu yang sekarang ingin aku rasakan, Naruto-kun... Kumohon kembali agar kita bisa bersama kembali... Hiks... Ku..kumohon..."

Kenyataan sudah diatas segalanya. Waktu telah menjawab bagaimana peranan manis yang sudah ia lakukan. Penyesalan hadir ditengah kerinduan pada cinta tulus seseorang. Cinta murni dan tulus dari hati harus terbayar oleh racun penuh gumpalan menyiksa.

Liver FlavorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang