[33]

5K 192 44
                                    

***

Ini terasa lancang bahkan sangat amat lancang bagi Gaara. Ia teguk sekuat mungkin saliva yang mendadak sangat keras seperti batu. Tak dapat menyembunyikan kekagetan yang menyerubungi, Gaara bahkan memerah tipis.

"Ini bukan salahku!"

Dielusnya dada bidang terbalut kaos yang membingkai tubuh berototnya. Ia bergumam, bola matanya ke sana ke mari seolah bingung akan sesuatu.

Mungkin ia sudah biasa bila membuka pintu kamar temannya yang tengah terlelap. Tapi untuk yang kali ini, Gaara mmenyesal dengan apa yang dilakukannya.

"Pagi-pagi begini aku hampir saja mimisan..." Racaunya lagi yang mengundang rasa heran bagi pria yang ada di hadapannya. Pelipis Gaara entah kenapa berkeringat. Satu-satunya alasan kuat tentang hal itu adalah apa yang ia lihat di dalam kamar Naruto.

"Cepat bangunkan Naruto. Aku ingin tau tentang informasi inspektur polisi itu. Dan sebenarnya, aku juga bingung tentang keberadaan Hinata..." Serunya dengan tangan menggaruk rambut jabrik yang tumbuh di atas kepalanya. Sejujurnya Kiba masih mengantuk, salahkann Gaara yang membangunkannya sepagi ini.

Kiba berpikir bila Hinata adalah jawaban tepat untuk perut laparnya. Wanita itu bukan buronan atau seseorang yang menjadi target polisi. Jadi Hinata pasti leluasa keluar mencari makanan. Terlebih, uang Hinata pasti banyak, mengingat saja gadis itu memiliki warisan yang sangat berlimpah.

"Minggir!!" Menyingkirkan Gaara yang masih bersandar di pintu masuk. Sesekali Kiba menguap karena rasa kantuk ini. Tangannya kini sudah siap membuka pintu, tapi matanya melirik sang teman yang malah tersungkur, hingga kekehan kecil keluar dari bibirnya. "Kalau kau tidak mau, biar aku saja yang membangunkannya. Kau cari saja Hinata. Aku tidak mau Naruto marah-marah karena aku yang mencarinya. Bisa-bisa dia menganggapku tak becus..."

Setelah itu, tanpa mengetuk atau permisi terlebih dahulu, Kiba langsung memutar gagang pintu kamar Naruto. Tanpa sopan pula, ia mendorongnya kasar masih dengan menguap lebar.

"Woy rubah!! Bangunlah ini sudah pa—"

Tak dapat bergerak sedikitpun. Tubuhnya mendadak kaku seolah patung. Bola matanya membulat sempurna. Mulut yang biasanya bercakap asal itu terbuka lebar. Hingga keterkejutan seolah menghentikan aliran darahnya.

"Ka-kalian...?" Nafas Kiba memburu dengan sangat deras. Ia menjelih melihat Naruto yang memeluk Hinata dengan posisi saling berhadapan. Jawaban pas yang membuat Kiba berteriak adalah keadaan Naruto dan Hinata yang telanjang. Hanya selimut yang bahkan masih memperlihatkan aset berharga sang wanita.

Dengan sangat cepat, Kiba melangkah mundur masih terkejut. Ia bertindak dengan perlahan untuk menutup pintu. Lalu kakinya menghampiri Gaara yang malah terdiam duduk di atas sofa.

"Sudah aku bilang, jangan membukanya." Gaara berujar tak acuh. Sejujurnya ia masih sangat kaget. "Tutuplah pintu sebelum Naruto bangun. Dia pasti marah besar jika tau kita sempat melihatnya seperti itu." Ucapnya tak acuh tanpa tau sebenarnya pintu sudah tertutup.

Duduk kasar dengan respon meringkuk di lengan kekar Gaara. Pria bertatoo di kedua sisi pipinya itu bergelagat aneh. "Astaga! Buah dada Hinata sangat besar. Aku sempat melihatnya tadi."

Tanpa ada kelembutan, Gaara mendorong kepala Kiba hingga sang empu hampir terjatuh. Telapak tangannya bertindak, membersihkan lengannya dari noda-noda wajah Kiba seolah ia jijik tak mau barang sedikit saja bersentuhan.

Liver FlavorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang