Tubuh terbalut setelan lengkap kantor itu mendadak lemas seketika. Raut wajah terkejut hebat terlukis bak tubuh yang hampir ditinggalkan nyawanya. Iris putih pucat dengan pupil super kecilnya bahkan tak bergerak sedikitpun menyamai tubuhnya yang membeku seperti patung seolah dunianya runtuh dan terhenti seketika.Adiknya, Sepupu tersayang yang selama ini ia lindungi, gadis manis yang sangat dieluh-eluhkan banyak pria diluar sana, sosok ceria yang sangat familiar. Kini sangat mengenaskan dengan cucuran serta cipratan darah hampir disekukur tubuhnya.
Dinding putih bersih yang selalu dirawat dengan baik oleh gadis itu kini menjadi saksi coretan-coretan darah yang pernah mengaliri tubuhnya. Tubuhnya sangat mengenaskan, terus menulis dengan telunjuk berdarah tanpa ada tatapan hidup sedikitpun disana, hanya kekosongan dan kehampaan.
Air mata yang telah lama tak meluncur kini berlinang deras menggambarkan hatinya yang ngilu melihat langsung bagaimana sang adik tersayang sangat buruk dalam artian kondisi. Semuanya hampa dan kosong, surai hitamnya sangat berantakan, pakaian yang menyingkap jauh dari kata rapi dan bersih, keadaan ruang kamar yang sangat mengenaskan dengan bau anyir bercampur amis dari cucuran darah.
Netranya tak lepas dari coretan penuh pada dinding. Darah berceceran dimana-mana. Satu sosok yang kini menjadi pusat pemikiran serta benaknya.
Yah—terlihat jelas dari Amethyst-nya bagaimana tangan gemetar milik Hinata yang terus menulis nama seseorang—
Naruto-kun...
Naruto-kun...
Naruto-kun pembunuh...
Naruto-kun sudah dibawa...
Naruto-kun meninggalkanku...
Aku mencintai Naruto-kun...
Aku ingin Naruto-kun...
Naruto-kun tidak kembali...
Aku mencintai Naruto-kun...
Hanya dia, hanya Uzumaki Naruto. Hanya pria Uzumaki itu yang kini menjadi tujuan utamanya.
***
Merenung dalam diam melihat kondisi sang adik sepupu tercinta yang kini sama sekali tak bergerak sedikitpun. Menatap kosong kedepan tanpa ada cahaya kehidupan sedikitpun.
Ruangan serba putih yang didominasi bebauan obat itu pastilah identik dengan rumah sakit. Sesaat setelah melihat keadaan mengenaskan Hinata, Neji langsung melesat menuju rumah sakit agar tak lagi hal buruk semakin menjadi.
Kenyataannya kini Hinata seolah seperti tubuh tak bernyawa. Hanya menggumamkan satu nama, Naruto-kun. Nama sosok yang kini membuat pertanyaan besar dibenak Neji, bahkan kata-kata cinta juga keluar dari mulut sang adik hanya untuk pria keturunan Uzumaki itu.
"Naruto-kun... Naruto-kun dimana? Aku mencintaimu..."
Kembali hati Neji tertohok mendengar hal itu. Dirasa tidak ada sama sekali gairah hidup dalam diri Hinata, hingga air mata Neji kembali turun dengan langkah pelan menghampiri sosok yang kini terhubung dengan selang infus.
Mengambil duduk bersebelah dengan Hinata, sorot mata Amethyst darinya tak lepas dari perban yang melilit sekujur tangan sang adik, perban yang membalut luka sayatan karena ulah gadis itu sendiri.
Pandangan hampa menjadi latar belakang pancaran meredup si manis Hyuga tersebut. Sesekali ia tertawa kecil entah apa itu, lalu kembali menyendu dan mengisak pedih seolah ada kepedihan mendalam dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Liver Flavor
Fanfic[Masashi Kishimoto] [NaruHina Story] [Alternative Universe] -Flow forth-