[31]

3.9K 188 56
                                    


***

Gaara menatap miris tubuh mungil Hinata yang meringkuk memeluk tubuhnya sendiri. Tanpa selimut, tanpa sanggahan kepala atau bantal, bahkan tanpa ranjang. Hanya tikar yang digelar sekenanya. Tepat di ruang tamu.

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Niatnya saat hendak buang air kecil kini seolah tertunda. Jade itu tak henti meneliti lekuk tubuh indah si putri Hyuga. Badannya sedikit gemetaran, tak luput dari itu kedua kakinya menekuk sedemikian rupa agar mendapat kehangatan, tangan-tangan mungil terus bergerak-gerak mmemeberi rasa hangat pada tubuhnya. Sungguh, tidak ada yang tega melihat kondisi semacam itu.

"Aku pikir, Naruto yang akan tidur di luar kamar. Aku tidak menyangka, dia bisa setega itu. Kalau tadi aku tau, aku pasti lebih memilih tidur di luar dengan Kiba. Tapi mau bagaimana lagi, Kiba tidak mungkin bisa dibangunkan bila sudah tidur. Satu-satunya jawaban hanya Naruto..."

Pada akhirnya Gaara melangkah. Tapak kaki tanpa alas itu menyusuri lantai ruangan tersebut hingga tepat berhenti di depan pintu masuk kamar yang di dalamnya ada Naruto. Entah kenapa, Gaara geram dengan sikap pria itu terhadap wanita. Apalagi melihat kondisi Hinata yang seperti itu.

Tanpa permisi, bahkan tanpa mengetuk pintu, ia langsung membuka pintu setelah gagangnya ia raih. Dapat dilihatnya, pria kuning yang masih terlelap itu tampak sangat damai. Posisinya miring, dengan mulut terbuka khas seorang Uzumaki Naruto yang tertidur.

"Naruto!" Mengguncang tubuh kekar pria itu agak kasar. Gaara mendesah malas mendapati tidur pria itu yang seperti orang mati. "Hey! Bangun!!"

Menaikkan nada suaranya hingga beberapa oktaf. Setidaknya dengan itu ada respon lenguhan kecil dari sang empu. Gaara tak tau, kenapa ia sangat mendukung Hinata, dan menolak sikap jual mahal Naruto. Baginya, itu kekanakkan.

"Gaara...?" Naruto bangun, ia terduduk dan mengucek kedua kelopak matanya. Sungguh ia masih mengantuk, lantas apa gerangan rekannya itu membangunkannya? "Ada apa? Apa ada masalah?"

Gaara hanya !engangguk pelan dengan wajah datar, sesekali ia mengisyaratkan Naruto untuk keluar menggunakan kepalanya. Namun sepertinya pria itu sama sekali tak mengerti.

"Masalah besar." Ucapnya, "Hinata diculik."

"Haa? Diculik?" Naruto menggaruk surai kuinngnya, entah kenapa ia menjadi lemot, mungkin karena rasa kantuk yang mendominasi. "A-APA!!!"

Seketika itu juga keterkejutan melanda hebat. Jantungnya mendadak berhenti memompa oksigen. Darah mengalir begitu derasnya seolah ada kobaran api yang membuat pembuluh darah itu mendidih.

Berdiri tegap, tak lupa mukanya menjadi sangat garang namun tersirat makna kecemasan disana. "Jangan bercanda!!" Dicengkramnya baju kekar pria dari Sunnah itu. Naruto sungguh butuh penjelasan. "Katakan padaku!!!"

Dalam hati ada yang memaksa sudut bibirnya untuk terangkat naik menciptakan sebuah seringai. Gaara yakin, Naruto masih memiliki rasa berlebih pada Hinata. Lihatlah wajah pucat ingin penjelasan itu. Ingin rasanya ia tertawa karena sikap Naruto yang jual mahal seperti sebelumnya, harus mendatangkan bencana.

"Ikut aku..."

***

Menatap tajam penuh emosi jade tanpa alis yang sangat khas dari seorang Sabaku Gaara. Tangan tan itu mengepal kuat. Ada alasan kuat untuknya menginginkan sebuah pukulan keras yang bisa membuat wajah Gaara tak berbentuk.

Liver FlavorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang