Dilan-DilaMilan

1K 157 66
                                    

"Eh Din kayaknya anak baru emang lagi cari perhatian ke cowok. Apalagi lu tau hari ini, di kantin Alex ngumumin kalau Aletta jadi miliknya. Usaha lo sia sia Dinda... lo ga mau kasi pelajaran gitu biar tau. Biar tau sopan santun sama senior." Ucap Tita.

Dinda yang mendengar itu sangat panas, kenapa Alex malah memilih Letta padahal baru kenal. Dinda terus berfikir ia tidak tinggal diam. Semuanya hancur akibat ulah anak baru itu.

"Gue pingin Alex balikan sama gue! Memang gue hanya mantan tapi diantara yang lainnya gue paling lama sama Alex. Gue ga mau Letta jadi penghalang di rencana balikan gue sama Alex!" Tita dan Diandra mengangguk setuju.

"Lo pikir lo doang yang stress hari ini? Gue juga! Si cupu berani beraninya deket Andre. Gue emang belum pernah jadian tapi semua usaha gue kayak ga pernah dihargai sama Andre. Gue pingin Andre sama gue bukan sama si culun dan cupu!" Bella melempar batu di danau. Meracau tidak jelas kecuali Diandra yang hanya diam. Padahal di dalam hatinya ia lebih ingin keluar dari genk menyebalkan seperti ini.

"Tita, Dinda, Bella gue ijin keluar dari genk lo. Maaf.."  satu tamparan dari tangan Dinda mengenai pipi Diandra.

"Alasan lo apa buat keluar! Gue tau lo suka Milan kan? Lo pongin mundur dan baikin Letta supaya lo bisa deket sama Mila dan hancurin hubungan Dila! Penghianat!" Satu tamparan lagi dari Bella di pipi kanannya.

Milan yang melihat Diandra ditampar langsung berlari menolong Diandra, Dila yang merupakan cewek Milan juga ikut berlari kesana. Dila langsung merangkul Diandra dan melindunginya dari teman se genk nya. Diandra menangis tetapi hanya pura pura. Didalam hatinya, tamparan itu memang sakit tapi sekarang rasa sakitnya terobati saat ia melihat Milan datang. Kali ini akan memanfaatkan susana untuk berkhianat pada teman temannya.

"Lo apain temen lo? ga pake kekerasan bisa? Ngelihat kelakuan lo gue makin jijik mulai sekarang jangan pernah deketin Alex, Andre, Diandra termasuk Adek gue!" Tegas Milan.

"Dila! Lo jangan percaya sama Diandra. Diandra cuma mau ngerusakin hubungan lo sama Milan! Dan buat lo Milan, jaga cewek lo supaya Diandra ga bisa rusak hubungan lo berdua! Dia penghianat!"

"Intinya buat Lo Dinda, Bella dan Tita lo jangan pernah deketin temen temen gue!" Tegas Milan lalu menggandeng tangan Dila meninggalkan mereka termasuk Diandra.

Entah kenapa Dila yang mendengar ucapan dari Dinda banyak sekali yang benar. Bisa saja memang Diandra mau merusak semuanya. Ia takut hubungannya dengan Milan berakhir putus. Dila melamun terus bingung dengan apa yang harus dilakukan. Ia menghela nafas dan entah kenapa ia juga sedih. Ia belum rela melepaskan  Milan. Milan terlalu baik dan berharga, ia tidak ingin Milan jauh dengannya.

Milan Melihat Dila yang terus melamun, bingung mau bicara apa tapi kenapa matanya berkaca kaca seakan ingin menangis. Ia bingung dengan kelakuan pacarnya ini. Biasanya ia tersenyum tetapi kali ini ia menunjukkan muka sedihnya.

"Dil?"

"Ah iya?" Dila menatap wajah Milan dengan lekat, sempurna tetapi ada rasa takut di dalam hatinya. Dila tidak tenang karena ucapan ucapan Dinda.

"Kenapa ngelamun terus?"

"Gak papa."

"Aku tau kamu lagi sedih bilang ke aku." Milan makin mempererat genggamannya.

Danau yang indah banyak remaja yang datang, bahkan hampir semua usia juga. Kami menyewa satu perahu dan Milan yang mendayung.

Aku masih melamun entah kenapa kalimat yang diucapkan tidak bisa dipikiranku. Firasatku mengatakan benar, aku tidak tau lagi. Hubunganku dengan Milan akan berakhir tapi tidak tau kapan. Aku bisa memastikan itu.

"Gue janji bakal selalu ada disamping lo disaat gue masih bernafas di dunia. Hal yang paling terindah bagi gue itu lo, Dila. Gue ga bakal ninggalin lo. Gue pastiin itu karena gue udah ga perna salah milih lo. Lo emang ga sempurna, lo cengeng, manja ga bisa masak, bahkan banyak kekurangannya.  Tapi dimata gue lo tetep sempurna apa adanya. Karena lo berhasil buat hati gue jadi milik lo seutuhnya."

Kalimat itu diucapkan pertama kali disaat Milan menembaknya dan mengakui perasaannya. Tapi apa mungkin janji itu bakal terus digenggam. Semoga saja iya. Aku berharap begitu. Aku menatap lekat wajah Milan. Berulangkali aku menatapnya tapi aku tidak pernah bosan. Aku masih ingat dengan perjuanganku dulu. Milan mendayung dengan santai melihat mataku yang mulai berkaca kaca. Milan bertanya kepadaku.

"Kenapa? Aku udah pernah bilang ke kamu. Dan kamu yang buat janji sama aku, kalau ada masalah kamu harus cerita. Ga ada main rahasiakan? Sekarang kamu harus cerita." Ucap Milan menatap lekat wajah Dila.

"Aku takut."

"Takut?"

"Takut apa yang diomongin Dinda bakal kejadian beneran. Aku belum siap kalau.."

"Putus dari aku?" Dengan gampangnya kalimat itu keluar dari mulut Milan. Aku hanya diam, kalimat itu menyayat sekali. Aku menatap sekeliling danau bukan menatap Milan lagi.

"Kamu gampang banget si ngucapin kalimat itu? Aku ga suka, aku takut itu bakal terjadi. Aku itu ga mau kehila.."

"Kehilangan aku?" Milan tertawa mendengar Dila berbicara seperti itu.

"Oh jadi omongan itu kamu anggep becanda? Aku tuh kepikiran terus sama omongannya dinda tapi kamu malah anggep barang becanda. Kamu jahat tau gak? Kalimat tadi itu bikin aku takut." Dila menutup mukanya dengan kedua tanggannya.

"Kamu berdiri." Ucap Milan.

"Ga mau." Dila takut Milan tau kalau dia meneteskan air matanya.

"Kalau kamu ga mau, berarti kamu ga tau apa yang bakal jadi keputusanku sekarang." Dengan malas Dila memberanikan diri untuk berdiri di atas perahu itu. Sedikit goyang goyang tapi rasa takut itu tidak berarti bagiku. Aku tetap menunduk, aku tidak mau memperlihatkan wajahku kepada Milan.

Milan tersenyum lalu ikut berdiri di atas perahu tersebut. Milan langsung merangkulku, dan mencium keningku. Menempelkan rahangnya yang kokoh di atas kepalaku. Aku yang terdiam merasa nyaman.

'Ya ini pertama kali Milan merangkulku.'

"Aku mau kamu tau satu hal lagi, dari pelukan ini." Aku tetap terdiam.

"Pelukan ini, adalah pelukan kalau aku ga bakal ngelepasin kamu buat siapapun." Milan mempereratnya lalu aku membalasnya.

Aku bisa merasakan aroma mint laki ini. Aku bisa mendengar degup jantung Milan juga. Aku tersenyum meskipun aku tau akan saatnya aku dengan dia ga akan bersama lagi.

Aku melepaskan pelukannya dan menghapus air mataku. Aku tersenyum tapi aku baru sadar kalau jarakku dengan Milan dekat sekali. Aku memundurkan langkahku tapi Milan malah maju dan menurunkan lehernya tepat di depanku, sangat dekat.. hidungku mulai bersentuhan.

Aku tidak tau lagi. Jantungku malah berdegup lebih cepat dari biasanya. Aku menggenggam tanganku sendiri. Aku menutup mataku  tapi tidak ada tanda tanda darinya. Milan menyentil keningku lalu kembali duduk.

"Ayo duduk," aku membuka mataku. Sedikit kesal tapi itu membuatku terbang.

"Dasar cowok mesum!" Milan tertawa.

"Ga usah ketawa, ga lucu."

"Jadi mau dicium beneran?" Milan mendekatkan wajahnya lagi. Kali ini aku tidak takut padanya.

"Kalau berani cium aja. Aku ga pernah takut sama kamu. Palingan juga kamu ga berani kan?" Milan mendekatkan wajahnya lalu mencium pipi sekilas. Milan tersenyum.

Dila kaget setengah mati. Dipikirnya sebuah lelucon malah terjadi. Ia hanya menunduk sekarang karena malu dengan kelakuannya. Ia tidak berani menatap Milan.

"Mau lagi?" Bisik Milan.

"Milaann!!" Sekali lagi Milan tertawa melihat tingkah laku Dila.

DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang