membaik

205 10 0
                                    

Pagi ini, dokter itu kembali untuk memeriksa keadaan Aletta. Membantunya untuk belajar berjalan juga dan memberi nasihat sebelum Aletta bergegas kembali ke rumahnya lagi. Ia sudah bosan tinggal di rumah sakit. Kakaknya juga mengurus pembayarannya.

"Dok, tumben pagi berangkatnya, biasanya kan jam delapan ke atas baru dokter sampe di rumah sakit. Itu pun mulai ngecek kondisi pasien agak moloran dikit ya kan?" Dokter itu tersenyum.

"Sengaja dateng awal karena kamu ingin segera pulang dari sini kan?" Aletta tercyduk, dokter itu mengetahuinya kalau ia bosan. Aletta pun membalas dengan anggukan.

"Intinya selepas pulang dari sini, kamu harus banyak istirahat. Jangan banyak pikiran dan stress. Makan juga jangan terlambat. Kalau misalnya kamu stress, kamu kan bisa curhat dengan temanmu. Setidaknya rasa stress kamu bisa berkurang." Ucap dokter itu sambil melepas infus Aletta.

"Kalau curhat sama dokter boleh gak?" Dokter itu kembali tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Kalau misal jadi pacarnya dokter boleh gak?" Dokter itu terdiam.

"Canda elah dok, jangan kaget gitu mukanya. Lagian Letta mau fokus ke sekolah dulu. Letta udah ketinggalan pelajaran. Untung gurunya tau kalau Aletta pinter jadi selama 2 bulan ga masuk, Letta naik kelas."

"Dok boleh minta nomor telepon gak?" Dokter itu mengeluarkan hp yang berada di saku jas bernuansa putih. Aletta memberikan hpnya dan dokter itu mulai mengetik nomernya.

Aletta memandang dengan tersenyum. Entah kenapa dokter itu masih muda dan tidak jauh beda dengan Aletta. Apalagi jika tersenyum tadi, Aletta sangat senang melihat senyuman itu. Hatinya serasa meleleh. Membayangkan saja punya pacar dokter dan ia sendiri juga dokter. Belum lagi satu rumah sakit. Berangkat kerja sama sama. Mungkin istimewa.

Dokter tersebut merasa aneh karena Aletta memandangnya secara terus menerus apalagi Aletta juga menampakkan senyumnya yang tak kunjung henti.

"Aletta?" Dokter itu memegang kedua bahu Aletta, membuat lamunan dan bayangannya buyar. Ia langsung kembali seperti semula. Ia merasa tidak enak karena menatap dokter muda itu secara terus menerus. Ia memutuskan hubungan kontak mata antara dokter dan dirinya sendiri.

Pintu itu terbuka, nampak seorang laki laki yang tidak lain kakaknya Aletta. Dokter itu pun berdiri dari posisinya lalu meninggalkan tempatnya karena dianggap semuanya telah selesai dan tidak ada yang dikhawatirkan.

Hanya saja dokter menambahkan nasihat agar Aletta cepat pulih. Meskipun begitu Aletta tetap meminum obatnya agar kesehatannya cepat kembali seperti semula. Seharusnya Aletta juga harus lebih banyak istirahat dan tidak boleh kecapekan.

Bahkan untuk sekolah sebenarnya Aletta belum diperbolehkan tapi Aletta dengan sifat keras kepalanya tetap ingin ke sekolah. Ia rindu dengan Mila sahabatnya. Bagaimana keadaan di sekolah saat ini. Ia tidak sabar dengan hari esok karena besok Aletta akan bersekolah kembali. Bertemu guru tercinta. Kakaknya juga akan menjaga betul adiknya, ia tidak mau kejadian kemarin terulang kembali. Cukup sekali jangan ada lagi.

Milan membawa tasnya lalu menggandeng tangan adiknya itu dengan erat. Berjalan perlahan terkadang Aletta masih lemas tapi semangatnya tidak akan lemas seperti tubuhnya. Mobilnya yang diparkir akhirnya dinyalakan. Tentu saja yang menyetir adalah Milan.

Sepanjang perjalanan Aletta hanya diam tanpa berkata apapun. Hari ini jendela di mobilnya dibuka karena Aletta ingin menghirup udara segar mumpung masih pagi. Selain itu Aletta juga ingin melihat apakah kota jakarta ini ada perubahan namun tak ada yang berubah.

"Let lu seminggu ini di rumah dulu. Ga usah sekolah. Keadaan lo belum bener." Aletta menghela nafasnya. Sudah terlalu lama tidur di rumah sakit lalu di rumah juga bernasib sama. Lebih baik tinggal di rumah sakit karna tiap hari bertemu dokter muda itu dibandingkan pulang tapi tak ada yang dilihatnya.

"Gue besok sekolah, gue bosen di rumah. Kalau kak Milan pengen di rumah, kak Milan aja yang di rumah. Letta ga mau istirahat. Letta bosen. Tau gini Letta lebih baik di rumah sakit trus dirawat dokter muda tiap hari. Mata Letta ga bakal jenuh." Letta mengalihkan pandangannya, mengambil botol minuman yang berada disampingnya.

"Lu sekolah tapi jaga kesehatan." Letta mengangguk dan setuju.

Mobilnya berhenti di depan tempat yang cukup besar. Sebuah gedung yang menjual alat tulis dan kawan kawannya. Milan sengaja membuat Letta bingung namun akhirnya paham dengan maksud kakaknya itu.

Letta membeli beberapa alat tulis dan juga tas beserta sepatu hitam yang digunakan untuk sehari hari. Sepatu olahraga bermerek Puma itu juga dibeli. Letta membeli note berukuran sedang juga.

"Let lu beli segitu banyaknya mau borong isi toko ini?"

"Ya enggaklah, lagian ini cuma dikit. Kak Milan pelit ah."

"Anjay lu dek, dompet gua tipis anying." Milan mengelus ngelus dompetnya yang berada di saku celananya.

"Yang tipis dompet lu bukan uang lu. Uang lu kan tebel ya kan? Sekarang salah siapa ngajak Letta kesini udah tau Letta kalau diajak belanja alat tulis paling semangat."

"Serah Let serah, borong sekalian. Jan lupa beli pabriknya juga."

"Emang boleh? Yaudah kak nanti kak Milan negosiasi dulu ke pemilik toko ini. Sapa tau Letta jadi pengusaha alat tulis kan berfaedah."

"Palalu peyang." Milan menjitak kepala adeknya itu. Tak tinggal diam Aletta pun membalas kelakuan kakaknya.

Setelah Letta mengumpulkan barang yang akan dibayar dan sudah masuk ke dalam troli, Milan membayar semuanya. Letta pun juga ceplas ceplos mulutnya tak bisa dijaga.

"Mbak mbak kakak gue ganteng gak?"

"Ganteng banget dek."

"Semisal kakak gua nyanyiin mbaknya nih ya. Dikasih diskon gak? Sekalian foto bareng. Nanti gue yang motoin." Mbak kasir itu pun mengangguk setuju.

'Ada gitu ya gara gara pembelinya ganteng trus dikasi diskon. Emang ga rugi?'

"Geser dikit ke kanan. Yang rapet trus pegang tangannya." Akhirnya mbak kasir itu berdiri disamping Milan dan berfoto bersama.

Milan pun terpaksa berfoto dengan mbak kasir itu karena ucapan ceplas ceplos Aletta. Apalagi mbak kasir itu menggandeng tangannya seakan kekasih. Milan merasa berdosa kepada Dila karena telah menyentuh cewek lain selainnya. Inginkan marah...

"Oh iya satu lagi. Kak Milan bakal nyanyiin mbaknya. Ayo kak mulai."

Balonku ada lima
Rupa rupa warnanya
Hijau kuning kelabu
Merah muda dan biru
Meletus balon hijau
DORRR
Hatiku sangat kacau
Balonku tinggal empat
Kupegang erat erat...

Mbak itu tersenyum paksa karena apa yang didapatkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Tapi setidaknya sudah berfoto dengan cowok itu. Jarang sekali ada cowok ganteng yang mau berfoto.

"Makasii."

DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang