Dua bulan kemudian

187 10 0
                                    

Terasa berat dan lemas di semua anggota tubuhku. Aku terbangun secara perlahan. Jariku mulai ku gerakkan dan aku membuka mataku kembali. Disamping lenganku terdapat Kak Milan yang tertidur di pinggir ranjang rumah sakit. Kepalaku sedikit terasa agak pusing, tubuhku masih lemas.

Aku menatap sekelilingku, bau rumah sakit ini sama saja. Tak ada yang beda. Aku melepas alat pernafasanku yang terhubung dengan tabung oksigen.

"Sekarang tanggal berapa ya?"

Ingin rasanya bertanya kepada kakaknya namun ia tidak tega. Ia teringat kejadian malam itu dimana ia membantah semua ucapan kakaknya. Untung saja nyawanya masih bisa selamat.

Ingatan ingatannya berangsur pulih dengan cepat. Ia ingat semuanya. Helaan nafasnya dan tetesan air matanya kembali lagi. Baru saja ia sedikit tersenyum namun semuanya kembali dengan cepat.

Kenapa gue ga amnesia aja? Gue ga kuat kalau inget itu semua. Gue penasaran sapa aja yang nemenin gue pas sakit. Alex? Apa dia jenguk gue? Mungkin engga.

"Lah Let lu udah bangun?" Milan membuka matanya, memastikan adeknya benar benar sudah sadar.

"Iya gue udah bangun dari mimpi indah yang panjang." Milan memeluk adek satu satunya itu dengan erat. Milan membantunya untuk duduk dan bersandar di belakang bantal.

"Mata lo kek abis nangis. Kenapa?"

"Ga papa, gue cuma berpikiran gini. Kenapa gue ga amnesia aja? Gue ga kuat kalau inget itu semua. Gue penasaran sapa aja yang nemenin gue pas sakit. Alex? Apa dia jenguk gue? Mungkin engga. Ya kan?"

"Udah ngomongnya?"

"Belum!"

"Lanjutin."

"Maafin gue kak, soal kejadian malam itu. Gue minta maaf. " Letta menundukkan kepalanya. Mengingat kejadian itu adalah musibah besar baginya.

"Maafin gue juga, gue belum bisa jaga diri lo dengan baik. Gue belum jadi kakak yang baik buat lo."

"Enggak! Ini semua salah gue. Kak Milan udah jadi yang terbaik dan nomer satu. Andai aja lu bukan kakak gue..."

"Napa lu? Nyesel jadi adek gua?"

"Gue belum selesai ngomong kak dengerin dulu."

"Andai lu bukan kakak gue, mungkin udah gue gue jadiin pacar. Beruntung banget yang pacaran sama lu kak."

"Yaudah sini jadi pacar gue. Be mine?" Aletta langsung menonyor kepala kakaknya itu.

"Nama gue siapa?"

"Ah pura pura amnesia gue cium lu." Letta menarik kuping kanan Milan.

"Kuping gue anjirr.. iya gue ga amnesia. Adek gue cuma satu, Aletta doang. Pacar gue cuma satu, Dila doang. Pacar yang satunya lagi njewer kuping gua." Letta melepaskan jeweran itu.

"Anjir lu kak."

"Be mine?" Milan menggenggam tangan adiknya itu.

"Ah tai, i'm yours." Letta tersenyum.

Adik rasa pacar- Milan
Kakak rasa pacar- Letta

"Bentar Let gue mau panggil dokter dulu."

"Ngapain?"

"Lu tambah bego ya Let."

"Lah anjir gue cuma tanya doang. Salah?"

"Salahlah, ya kali gue manggil dokter buat mandiin lu. Gue manggil dokter ya buat ngecek kondisi lu dan beritahu dokter kalau lu udah sadar dari koma." Letta cuma mengangguk- ngangguk.

DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang