Pengumuman

621 102 29
                                    

Seperti biasanya Athalie sengaja berangkat telat. Ia memang tidak ada bosannya membuat guru guru marah. Bahkan saat reunian semuanya kaget dengan setiap perubahan Athalie. Kehilangan teman? Jelas banyak tapi Athalie tidak peduli dengan hal itu. Bahkan lebih banyak pembulyan pada Athalie saat pertama kali masuk SMA.

Bahkan seniornya menganggapnya murahan, padahal senior itu lebih murahan darinya. Ia tidak bisa menghargai orang lain berarti ia murahan. Memang dia siapa? Komentator? Seperti itulah yang ada di benaknya.

Bahkan ia menganggap orang yang tidak bisa menghargai orang lain menurut Athalie mereka lebih murah dari harga cabai di pasar. Athalie menganggap dirinya berharga jadi Athalie tidak akan pernah merasa bersalah dari penampilannya.

Lagi pula ia melakukan ini bukan untuk kesenangannya saja tapi ia kehilangan semangat saat Ibunya meninggal karena kecelakaan. Hanya ayahnya yang tersisa bahkan ayahnya tidak bisa memahami sifatnya. Bagaimana ia ingin jadi semula jika penyemangat sama sekali tidak ada. Jadi hanya ini kesenangannya, yaitu buat onar.

Tapi satu anak yang terlintas di pikiran Athalie. Anak itu peduli bahkan ia tau jika aku sedang sakit kemarin. Setidaknya kemarin ia membuatku sedikit mempunyai penyemangat. Meskipun sementara.

Athalie memanjat gerbang belakang, dilihatnya satpam itu sedang bersembunyi untuk membuat jebakan untukku. Aku tersenyum miring lalu meninggalkan gerbang belakang.

Ia menghela nafasnya lalu ia berencana untuk membolos sekolah dan pergi di cafe. Mungkin dengan di cafe ia bisa bersenang senang.

Axel menghampiri kelas Athalie tapi bangku Athalie kosong. Bukannya melihat Athalie malah melihat Alex yang melambai lambaikan tangan ke arahnya dengan tersenyum lebar.

"Apa sayang." Alex menghampiri Axel dengan mengelus pipi Axel. Merasa risih Axel lebih baik menjitak kepala kembarannya ini. Kadang normal kadang gila itu yang ia rasakan mempunyai kembaran.

"Najis Lex. Athalie kemana?"

"Bolos."

"Gue minta nomernya Athalie."

"Gue gak punya nomernya."

"Tau darimana kalau dia bolos?"

"Tebakan gue gak pernah meleset. Coba lu cari di cafe."

"Athalie sama gue biasanya nongkrong di cafe kalau satpamnya lagi jaga semua. Dia bolos udah biasa. Lo mau ikut bolos juga? Kalau lo mau bolos gue ikut."

"Bolos aja sendiri. Gue bilangin ke bokap biar dapet hukuman." Ucap Axel lalu meninggalkan Alex yang menganga akibat ancaman dari Axel.

****

Athalie memesan minuman dan sedikit makanan untuk sarapan. Ia membawa tas sekolah ke toilet untuk mengganti pakaian sekolahnya dengan pakaian bebasnya. Ia memakai tank top bewarna hitam dan celana pendek bewarna biru muda. Lalu menggulung rambutnya dan menyisakan beberapa helai di samping telinganya.

Ia tersenyum saat pelayan itu datang lalu Arthalie mengeluarkan buku pelajaran sekolahnya. Ia belajar di cafe sambil mengerjakan Pr yang harusnya dikumpulkan hari ini. Ia membaca semuanya karena ia ingat besok ulangan.

Ulangannya tidak boleh turun jika turun bisa bisa ia di keluarkan dari sekolah. Bahkan nama baik keluarganya mau ditaruh dimana.

Dua jam berada di cafe membuatnya Athalie bosan. Ia memutuskan untuk mencari pekerjaan agar disaat ia bolos ia bisa mendapatkan uang tambahan untuk mengurangi beban ayahnya.

DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang