Chapter 18
○ ○ ○
Yoo Mi's Pov
"Ya! Yoo Mi, bulgogi nya gosong!" Teriakan Hye Rin menyadarkanku ke kenyataan.
Aku menatap nanar bulgogi yang sudah gosong di hadapanku.
"Aku mencium bau gosong. Apa ada yang—Astaga! Kenapa bisa gosong seperti ini?" Aku menatap Bibi dengan penuh rasa bersalah.
"Ahjumma, mianhae!" Aku memeluk tubuh Bibi, lalu terisak. Aku menjadi sangat sensitif dan selalu melamun karena kejadian tadi malam.
Aku mengatakan kepada diriku sendiri untuk tidak perlu memikirkan apapun perihal kemarin. Tapi tetap saja tidak bisa.
"Aigoo, gwenchana. Uljima ..." Bibi mengusap-usap rambutku. Aku merasa sedikit tenang karena itu.
"Eoh, gwenchana," Hye Rin ikut menenangkanku.
"Sebenarnya ada masalah apa, tidak biasanya kau seperti ini. Masa hanya karena kau menggosongkan makanan, jadi menangis seperti ini."
Aku terkekeh dengan air mata yang masih saja mengalir. Setelah itu aku melepaskan pelukan Bibi dan mengusap wajahki dari air mata sambil tertawa.
Memalukan sekali!
Bibi memegang wajahku dengan kedua tangannya dan menatapku dengan lembut, "Apapun masalahnya jangan dipendam sendiri, ceritakan kepada orang terdekatmu dan mintalah saran. Kalau kau pendam sendiri, kau akan stress nantinya. Aku tau kalau keponakan Bibi yang satu ini pasti kuat dan sabar."
Air mataku malah mengalir semakin deras, aku teringat Ibu di Indonesia. Ibu selalu ada disaat-saat seperti ini. Beliau selalu memelukku, menenangkanku, dan memberiku nasihat-nasihat, tapi tidak terkesan menggurui.
"Kenapa kau malah semakin menangis?" Tanya Hye Rin bingung dan sedikit panik.
Bibi mengusap pipiku, "Maja. Kenapa kau malah semakin menangis?"
"Aku kangen eomma. Hueeeee!!"
Bibi dan Hye Rin mengusap-usap pundakku. "Arraseo. Aku mengerti, setelah ini kau telfon eomma mu? Eoh?"
Aku mengangguk-angguk.
"Baiklah. Sekarang mari kita bereskan bulgogi yang gosong tadi. Untung baru memasak sedikit. Hye Rin-ah tolong kau yang memegang bulgogi, ya? Biar Yoo Mi yang memotong sayurannya,"
"Tidak apa-apa, Ahjumma. Biar aku saja yang mengurusi bulgogi nya."
Bibi menghiraukan perkaataanku dan berkata, "Hati-hati saat memotong sayurannya, eoh? Jangan sampai malah tanganmu yang terpotong."
Bibi mengambil handbag nya yang ada di atas meja makan. "Bibi pergi dulu, ya. Ada urusan. Annyeong!"
"Hati-hati, Ahjumma!" Teriakku.
"Ne!"
Aku berjalan ke arah lemari yang ada di dapur untuk mengambil celemek.
"Hye Rin-ah, mau pakai celemek?" Tanyaku sambil menunjukkannya sebuah celemek bermotif floral waena biru.
"Boleh," Aku pun memberikan celemek itu kepada Hye Rin dan memakai celemekku sendiri.
Setelah itu, aku mengambil pisah dan mulai memotong sayurannya dengan hati-hati. Untuk kali ini aku tidak boleh melamun lagi. Bisa fatal masalahnya kalau aku melamun lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucky Fans
FanfictionSemua terasa seperti mimpi. Aku sempat berifikir seseorang tolong bangunkan aku dari mimpi yang indah ini, aku takut terlena. Tapi aku sadar kalau ini bukan mimpi. Aku tidak tau harus bersyukur atau malah sebaliknya. Tapi ini hal yang kuinginkan da...